Oleh: Sari Chanifatun
CemerlangMedia.Com — Kembali terjadi penangkapan seorang terduga teroris, di wilayah Boyolali, Jawa Tengah. Kapolres Boyolali AKBP Petrus Parningotan Silalahi memberi keterangan, belum bisa dipastikan keterkaitan penangkapan warga Kecamatan Cepogo dengan jaringan JI yang dianggap sebagai terorisme. Sehari sebelumnya, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri juga telah melakukan penangkapan kepada 10 orang yang juga terduga sebagai teroris dari beberapa tempat yang berbeda di wilayah Jawa Tengah (CNN Indonesia, 27-1-2024).
Diceritakan oleh Kades Mliwis Hardani, penangkapan oleh Densus 88 Antiteror terhadap seorang warganya membuat terkejut masyarakat karena yang dianggap teroris itu tidak pernah menjalani kegiatan yang kontradiktif dengan lingkungan sekitarnya. Dia hanyalah seorang buruh kerajinan tembaga kuningan di Desa Cepogo dan seorang pengurus musala di tempat tinggalnya (news.republika, 28-1-2024).
Seperti yang dikritrisi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Komisi III DPR Arsul Sani dalam disertasinya, menganggap negara telah melakukan perbedaan tindakan dan proses hukum dalam kasus yang terdapat unsur terorisme di Papua. Negara dan jajaran penegak hukum abai dan lemah dalam menerapkan Undang-undang Nomor 15/2003 tentang penetapan Perpu Nomor 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (hukumonline.com, 7-3-2023).
Doktrin Sesat dan Hukum yang Menjerat
Pemerintah seharusnya menjadi pelindung bagi seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non-Islam. Yang terjadi justru sebaliknya, terus mencoba membangun fitnah dan sibuk menyuburkan framing teroris pada Islam. Tidak adanya alasan yang jelas dari penangkapan warga di Jawa Tengah, juga tanda-tanda bahaya semisal unsur kekerasan hingga mengancam orang banyak, membuktikan kepada siapa hukum negara berpihak. Hal yang sama juga dilakukan oleh global, seperti belum lama ini, kerajaan Inggris resmi menyatakan partai politik ideologis yang ada di negaranya sebagai teroris. Tudingan yang ditujukan bagi partai politik ideologis hanya karena melakukan aksi solidaritas bela P4l3stin4.
Tampaknya dunia Barat makin gencar dengan siasatnya agar dasar berpikir dan berbuat umat Islam jauh dari Al-Qur’an dan Sunah. Membuat framing teroris kepada umat Islam yang ingin berbuat taat kepada Rabbnya, baik individu maupun kelompok dibuat kerdil dalam memahami ilmu Islam dan proses menuju takwanya secara benar. Mereka jajah pemikiran kaum muslim dengan doktrin sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), pluralisme (menganggap semua agama sama), dan liberalisme (kebebasan).
Munculnya doktrin tersebut sangat merusak pola pikir dan perilaku umat Islam karena mencampuradukan antara kebenaran dengan kesesatan. Penjajahan melalui pemikiran mengakibatkan orang yang beragama Islam sulit menerima kembali seutuhnya risalah yang telah Allah turunkan kepada Rasulullah saw. dan menjadi ittiba’ Nabi-Nya.
Pemikiran Umat Islam Layak Bangkit
Sungguh, Islam adalah agama yang sudah sempurna hingga mengatur pemimpin (imam) dalam sebuah negara. Pemimpin berkewajiban melindungi rakyatnya dengan kekuasaan, kekuatan, dan pengaruh wibawa pemimpin.
Pemimpin juga berkewajiban menjaga rakyat dari segala macam bahaya kaum kufur, baik fisik maupun pemikiran. Seorang pemimpin juga memastikan pemikiran rakyat tetap terlindung dalam akidah yang sahih sehingga terwujud perilaku insan yang bertakwa. Ini karena, pemimpin ibarat junnah (perisai) bagi rakyatnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Imam Al-Baghawi al-Syafi’i (w. 516 H) menjelaskan hadis tersebut bahwa imam sebagai junnah sehingga suatu kaum bisa berlindung kepada seorang imam/khalifah dari semua hal yang membawanya ke dalam siksa api (neraka). Hal itu bisa terwujud ketika khalifah menegakkan hukum-hukum Islam kafah (menyeluruh) dalam pengaturan kehidupan sehingga masyarakat tercegah dari perbuatan kezaliman, kemaksiatan, atau kemungkaran. Seperti dalam sejarah Islam, perlindungan terhadap umat juga dilakukan Rasulullah saw. dari tokoh sekularisme, pluralisme, dan liberalisme, yaitu Ka’ab bin al-Asyraf. Melalui tangan sahabat Muhammad bin Maslamah, musuh Islam paling berbahaya di masanya dieksekusi.
Al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani dalam kitab Ajhizat Daulat al-Khilâfah bahwa di antara isi hadis Rasulullah saw. terdapat penyifatan makna khalifah adalah sebagai junnah (perisai), yakni wiqâyah (pelindung), artinya mengandung pujian atas keberadaan al-Imâm (khalifah), dan bermakna adanya tuntutan untuk dilaksanakan, dan mengandung konsekuensi terhadap tegaknya hukum syariat dengan tegas. Hal ini dijelaskan oleh K.H. Drs. Hafidz Abdurrahman, M.A. dalam buku Diskursus Islam Politik dan Spiritual.
Oleh karenanya, sudah menjadi mahkota kewajiban muslim untuk kembali mewujudkan tegaknya syariat di bumi Allah. Allah Swt. telah perintahkan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 61 agar umat Islam beramar makruf nahi mungkar, mencabut kekuasaan orang jahat dan menunjukkan pada kebenaran, membangkitkan pemikiran umat Islam, dan membuang doktrin kufur Barat yang merusak.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]