Oleh: Umi Hafizha
“Islam mendidik generasi agar memiliki kepribadian Islam sehingga akan berbakti dan hormat kepada orang tuanya serta memiliki kemampuan mengendalikan emosi. Islam telah melarang keras durhaka kepada orang tua.”
CemerlangMedia.Com — Sungguh miris. Hari ini perilaku anak terhadap orang tua makin jauh dari nilai-nilai agama. ‘Anak Durhaka’ kian bermunculan. Bukan lagi durhaka karena perilakunya yang tidak menunjukkan sopan santun kepada orang tua, tetapi durhaka karena menjadi pelaku pembvnvhan orang tuanya sendiri.
Baru-baru ini viral di sosial media, seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Dari hasil penyelidikan polisi, pelakunya adalah dua anak kandung sendiri yang berusia 16 dan 17 tahun. Motif pembvnvhan karena sakit hati dimarahi lantaran telah mencuri uang ayahnya (liputan6.com, 23-6-2024).
Kasus pembvnvhan orang tua juga terjadi di Pesisir Barat, Lampung. Seorang anak tega membvnvh ayahnya yang sedang menderita stroke hanya karena kesal diminta tolong mengantar ayahnya ke kamar mandi. Anak yang masih berusia 19 tahun ini tega menyakiti bapaknya sehingga harus dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia (beritasatu.com, 21-6-2024).
Rapuhnya Keluarga dan Generasi Muslim
Pembvnvhan orang tua oleh anaknya menggambarkan rapuhnya keluarga muslim dan rusaknya generasi muslim. Bukan tanpa alasan, sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan saat ini telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga.
Sekularisme melahirkan manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh, dan kosong jiwanya. Kapitalisme telah menjadikan materi sebagai tujuan hidup sehingga abai akan kewajiban untuk berbakti kepada orang tua.
Selain itu, sistem pendidikan sekuler yang diterapkan negara tidak mengarahkan peserta didik agar memahami birrul walidain atau berbakti kepada orang tua dan mengamalkan dalam kehidupan. Alhasil, lahirlah generasi rusak, rusak dalam membangun hubungan dengan Allah maupun manusia lainnya, termasuk dengan orang tua.
Penerapan sistem hidup kapitalisme telah gagal memuliakan manusia. Fitrah dan akal manusia tidak terpelihara sehingga menjauhkannya dari tujuan penciptaannya sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi seluruh alam.
Sistem sekularisme memandang Islam sebagai agama ritual telah menghilangkan jati diri generasi. Alhasil, generasi tidak memahami bahwa setiap perbuatannya nanti akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt..
Para generasi pun berperilaku sebebas-bebasnya, tanpa peduli halal-haram. Mereka hanya berfikir bagaimana mendapatkan kesenangan materi sebanyak-banyaknya. Orang tua pun dipandang sebagai objek yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut.
Jika orang tuanya membawa manfaat materi akan disayang. Sebaliknya jika orang tuanya dipandang menjadi beban dan telah menghalangi capaian materi akan dibuang, sebagaimana dalam kasus yang disebutkan.
Akibat diterapkan sistem kapitalisme, banyak orang di penjuru negeri mengalami gejala yang sama, yaitu sama-sama tidak hormat kepada orang tuanya dan sama-sama memandang orang tuanya dari kacamata manfaat. Inilah efek negara yang hanya berperan sebagai regulator.
Negara juga abai terhadap pembentukan kepribadian warga negaranya agar menjadi pribadi yang taat dan bertakwa. Selama sistem kapitalisme sekularisme diterapkan di negeri ini, perilaku buruk anak terhadap orang tua akan terus ditemukan.
Sistem Islam Mencetak Keluarga dan Generasi Muslim yang Berkepribadian Islam
Berbeda dengan penerapan sistem Islam. Islam mendidik generasi agar memiliki kepribadian Islam sehingga akan berbakti dan hormat kepada orang tuanya serta memiliki kemampuan mengendalikan emosi. Islam telah melarang keras durhaka kepada orang tua. Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Dosa besar yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “uff” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS Al-Isra’: 23).
Inilah salah satu aturan Islam terkait hubungan anak dan orang tua. Kalau berkata “uff” (membantah orang tua) saja tidak boleh, apalagi jika sampai memukul, bahkan membvnvh mereka, sudah pasti haram hukumnya. Negara akan terus mengurusi generasi karena paham betul bahwa seorang pemimpin atau imam adalah pengurus urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.
Islam telah mempunyai mekanisme untuk menjauhkan generasi dari berbagai kemaksiatan dan tindakan kriminal. Melalui sistem pendidikan Islam, generasi dididik berlandaskan akidah Islam sehingga akan terbentuk generasi yang berkepribadian Islam secara menyeluruh, yaitu generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam.
Mereka tidak akan memperhitungkan segala hal dengan kacamata manfaat, tetapi selalu disesuaikan dengan halal-haram. Mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dilarang syariat dan selalu berusaha menaati syariat. Tidak terbersit dalam pikiran para generasi muda untuk berbuat jahat, apalagi sampai membvnvh orang tua sendiri.
Pendidikan ini juga diterapkan terhadap keluarga agar mereka memahami hak dan kewajibannya dalam keluarga sehingga terbentuk suasana kasih sayang dan ketakwaan. Masyarakat dalam Islam benci dengan kemaksiatan dan mencintai ketaatan sehingga akan terjadi kontrol melalui aktivitas saling menasihati.
Jika dengan upaya-upaya ini masih ditemukan kemaksiatan, termasuk kekerasan anak terhadap orang tua, negara akan menegakkan sistem sanksi Islam yang menjerakan bagi pelaku. Sanksi ini dapat mencegah anak-anak lainnya untuk melakukan kejahatan serupa.
Demikianlah mekanisme Islam dalam membentuk generasi muslim yang taat dan senantiasa berbakti kepada orang tua. Wallahu a’lam bisshawwab.