Maraknya Kasus Jual Beli Bayi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Neni Nurlaelasari
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Dalam Islam, anak bukan hanya amanah untuk kedua orang tuanya. Merka merupakan generasi penerus peradaban Islam yang harus dijaga. Akidah yang kuat akan mendorong individu untuk menjadikan syariat Islam sebagai pijakan dalam setiap perbuatannya.

CemerlangMedia.Com — Anak merupakan anugerah sekaligus titipan dari Allah Swt. bagi orang tuanya. Sudah semestinya orang tua bertanggung jawab merawat dan menyayangi buah hatinya. Sayangnya, masih ada orang tua yang enggan ataupun tidak mampu untuk merawat bayinya. Kondisi ini akhirnya dimanfaatkan oknum-oknum nakal untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik jual beli bayi.

Dua oknum bidan JE (44) dan DM (77) diringkus oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta di sebuah rumah bersalin. Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi menyatakan bahwa kegiatan jual beli bayi telah dilakukan para tersangka sejak 2010.

Modus para pelaku, yakni menerima penyerahan atau perawatan bayi dari pasangan yang tidak mampu merawat bayinya. Selanjutnya, kedua tersangka mencari orang yang ingin mengadopsi bayi tersebut kemudian menjualnya (Republika.co.id, 12-12-2024).

Akar Maraknya Jual Beli Bayi

Kasus jual beli bayi sesungguhnya bukan hanya terjadi kali ini saja. Berulangnya kasus sejenis menunjukkan adanya problem sistemik. Beberapa faktor yang menyebabkan maraknya kasus jual beli bayi di antaranya:

Pertama, lemahnya iman individu. Hal ini membuat orang tua lupa bahwa anak merupakan titipan Allah Swt. yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Selain itu, lemahnya iman membuat individu (baik orang tua bayi maupun para pelaku jual beli bayi) tidak menjadikan aspek halal atau haram sebagai pijakan dalam perbuatannya. Ini terjadi akibat penerapan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Kedua, rusaknya sistem pergaulan. Kasus jual beli bayi yang kian marak mengindikasikan pula rusaknya sistem pergaulan. Ini terjadi akibat paham liberalisme yang memuja kebebasan tanpa batas sehingga membuat individu merasa berhak melakukan apa pun tanpa peduli aturan agama.

Selain itu, lemahnya kontrol masyarakat pun membuat kemaksiatan terus terjadi. Akibatnya, budaya pacaran, s3ks bebas, hingga zina seperti dibiarkan begitu saja dengan dalih menghormati kebebasan individu. Oleh karenanya, tidak heran jika banyak bayi yang lahir di luar pernikahan dan akhirnya menjadi objek perdagangan bayi.

Ketiga, faktor ekonomi. Kemiskinan yang dirasakan orang tua membuat mereka nekat menyerahkan bayinya kepada pihak-pihak tertentu, seperti rumah bersalin, panti asuhan, atau yang lainnya. Sayangnya, oknum-oknum nakal yang diamanahi untuk merawat bayi malah menjadikan bayi-bayi tersebut sebagai aset bisnis yang bisa mendatangkan cuan. Hal ini disebabkan penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tujuan utama sehingga mendorong oknum-oknum nakal penjual bayi menghalalkan berbagai cara demi meraih keuntungan materi.

Di sisi lain, kemiskinan yang dirasakan masyarakat disebabkan oleh penerapan ekonomi kapitalisme di negeri ini. Akibatnya, terjadi ketimpangan sosial di kalangan masyarakat. Ini terjadi dikarenakan sistem kapitalisme telah menghalalkan penguasaan sumber daya alam oleh segelintir orang (oligarki), baik swasta maupun asing. Alhasil, negara tidak mampu menciptakan banyak lapangan kerja bagi rakyatnya.

Selain itu, negara pun mengalami kekurangan pemasukan untuk menyejahterakan rakyat akibat penguasaan SDA oleh swasta maupun asing. Sementara itu, lemahnya sanksi yang diterapkan tidak membuat jera sindikat perdagangan bayi, maka tidak heran jika kasus ini terus berulang.

Islam Berantas Perdagangan Bayi

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan dalam menjaga kehidupan manusia. Dalam Islam, anak bukan hanya amanah untuk kedua orang tuanya. Namun, anak-anak merupakan generasi penerus peradaban Islam yang harus dijaga.

Dalam sistem Islam, penanaman akidah Islam merupakan hal utama bagi setiap individu. Akidah yang kuat akan mendorong individu untuk menjadikan syariat Islam sebagai pijakan dalam setiap perbuatannya. Dengan demikian, individu yang menjadi orang tua akan memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab merawat anak sebagai amanah yang Allah Swt. titipkan.

Di sisi lain, Islam telah mengatur interaksi antara laki-laki dan wanita. Islam memerintahkan wanita dan laki-laki untuk menjaga pandangannya, melarang khalwat (berduaan dengan lawan jenis), melarang ikhtilat (campur baur laki-laki dan wanita tanpa udzur syar’i), memerintahkan wanita untuk berjilbab, serta melarang wanita tabaruj (menampakkan kecantikannya di depan laki-laki non mahram). Melalui pengaturan di atas, Islam berusaha menutup celah terjadinya perbuatan zina yang bisa menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan seperti dalam sistem sekularisme.

Sementara itu, negara dengan sistem Islam memiliki peran penting dalam melayani rakyatnya. Dalam Islam, sumber daya alam haram dikuasai oleh swasta maupun asing. Sumber daya alam yang dimiliki wajib dikelola oleh negara sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai dan menyejahterakan rakyatnya.

Selain itu, negara dengan sistem Islam memiliki sumber pemasukan kas yang melimpah, seperti jizyah, ganimah, fa’i, kharaj, hasil SDA, dan lain sebagainya. Dengan demikian, ketimpangan sosial yang menyebabkan kemiskinan tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Alhasil, para orang tua akan mampu menafkahi anak-anaknya.

Bukan hanya itu, negara dengan sistem Islam akan menerapkan sanksi tegas bagi para pelaku perdagangan bayi. Hal ini karena jual beli bayi merupakan perbuatan yang hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Keharaman memperjualbelikan bayi berdasarkan keharaman jual beli manusia merdeka (bukan budak), sebagaimana hadis qudsi dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda,

“Allah berfirman, ‘Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat nanti, seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.”‘ (HR Muslim).

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita membuang sistem kapitalisme, kemudian beralih menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah) agar praktik jual beli bisa diatasi secara tuntas. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *