Header_Cemerlang_Media

Memupuk Benih Kemandirian Anak Bangsa dalam Mengelola Migas

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.

Proses eksplorasi dan pengolahan migas tersebut juga memerlukan kesiapan teknologi, termasuk peralatannya. Oleh karena itu, departemen perindustrian alat berat juga menjadi prioritas yang dikembangkan secara optimal dalam pembangunan negara yang menerapkan syariat Islam, yaitu Daulah Khil4f4h Islamiah.


CemerlangMedia.Com — Sepekan setelah dilantik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana untuk mereaktivasi sumur minyak yang terkategori idle well sebagai upaya untuk menggenjot produksi minyak nasional. Dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (26-08-2024), dia mengungkapkan bahwa dari sekitar 16.250 idle well, ada sekitar 5 ribu sumur yang dapat dioptimalkan dengan menjalin kerja sama dengan swasta nasional atau swasta asing (cnbcindonesia.com, 26-08-2024).

Dalam merealisasikan rencana tersebut, Pertamina akan bermitra dengan perusahaan minyak dan gas (migas) Cina (Sinopec) sebagai penyedia teknologi reaktivasi idle well. Langkah ini telah diawali dengan keberangkatan tim teknis dari ESDM, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Pertamina ke Cina untuk mengevaluasi teknis penerapan teknologi tersebut di Cina. Selanjutnya, Tim teknis Sinopec akan didatangkan ke Indonesia guna penjajakan penerapan teknologi tersebut di 5 lapangan Pertamina (dunia-energi.com, 02-09-2024).

Ketika Mampu Mandiri, Kenapa Memilih Mitra Asing?

Secara konstitusional, pengelolaan migas di Indonesia telah diatur dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Dalam pasal tersebut telah disebutkan, negara harus mengelola kekayaan alam yang ada, kemudian hasil pengelolaannya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lantas, pertanyaan yang muncul di benak mayoritas rakyat ini adalah mengapa para pengambil kebijakan di negeri ini justru memberikan kesempatan kepada swasta dan juga kepada investor asing untuk bisa terlibat dalam pengelolaan migas di negeri ini?

Salah satu kemungkinan jawabannya, seperti yang diungkapkan oleh Bambang Brodjonegoro dalam acara diskusi ‘Masela untuk Siapa’ di Gedung DPR Jakarta pada Jumat (24-02-2017). Kala itu, Bambang sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Indoensia menyatakan bahwa alasan pemerintah menyerahkan pengelolaan ladang migas kepada swasta dan investor asing karena ‘negara tidak sanggup menggarap secara mandiri’ blok-blok migas di negeri ini, sebab besarnya modal dan risiko jika ternyata tidak ada hasil yang didapatkan dari proses eksplorasi (finance.detik.com, 24-02-2017).

Kita patut prihatin ketika bagi pemerintah, besarnya modal dan risiko yang harus ditanggung dalam pengelolaan migas, justru dianggap sebagai beban yang harus dialihkan kepada swasta atau asing dan bukan sebagai bentuk tanggung jawab negara yang seyogianya memikirkan strategi pengelolaannya. Pola pikir menggaet swasta inilah yang kemungkinan menjadi dasar penetapan kebijakan Menteri ESDM yang baru dilantik untuk ‘menyerahkan idle well’ kepada asing.

Menjalin kemitraan dengan swasta, baik lokal maupun asing sudah menjadi ciri sistem sistem ekonomi kapitalisme liberal yang diterapkan di negara saat ini. Dalam sistem yang menuhankan materi ini pun mustahil mendapatkan para pengambil kebijakan yang amanah dan mampu berpikir strategis untuk mengelola sumber daya alam yang melimpah dan membawa manfaat dan keberkahan untuk bangsa. Akan selalu lahir dari sistem materialistis ini para pejabat yang senantiasa memikirkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan meminimalkan risiko yang seharusnya ditanggung sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam meriayah negara ini.

Sesungguhnya, negara ini mampu untuk mandiri dalam mengelola kekayaan migasnya. Anak bangsa negeri ini telah menunjukkan potensi kemandiriannya mengelola kekayaan migas dalam negeri ketika belum lama ini Pertamina menunjukkan kesuksesannya mengelola dua blok raksasa Rokan dan Mahakam. Hebatnya lagi, capaian kesukesan ini terjadi setelah alih kelola 100% dari perusahaan migas Amerika Serikat, Chevron, kepada Pertamina sebagai BUMN negeri ini. Artinya, anak bangsa negeri ini mempunyai potensi besar untuk mandiri dalam mengelola migas, tanpa perlu intervensi asing (pertamina, 23-06-2024).

Pengamat ekonomi dan bisnis Acuviarta Kartabi pun menegaskan bahwa kesuksesan tersebut menunjukkan kemampuan BUMN negeri ini untuk mewujudkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional (liputan6.com, 30-05-2024). Dengan semua potensi yang ada, negara Indonesia mampu untuk terus memupuk kemandirian pengelolaan kekayaan alam migasnya. Tentunya tidak bisa dengan sistem batil saat ini, tetapi harus didukung oleh sistem pengaturan bernegara yang sahih dan amanah.

Mandiri Berdasarkan Syariat-Nya

Islam memiliki konsep kepemilikan dan mekanisme pengelolaan sumber daya alam (SDA) terbaik sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Syariat Islam telah menetapkan keberadaan SDA tertentu yang tidak boleh dimiliki oleh individu karena merupakan milik seluruh umat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shalallhu alaihi wasallam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Ahmad bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api. Makna api dalam hadis tersebut termasuk di dalamnya minyak bumi dan gas.

Berdasarkan hadis tersebut, maka negara diwajibkan menjadi pengelola tiga perkara tadi, khususnya dalam hal ini migas agar hasilnya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Kalaupun ada individu atau swasta yang terlibat dalam eksplorasi, produksi, maupun distribusinya, maka pihak ini hanya akan dibayar sesuai dengan jasa yang dikeluarkannya atau yang dikenal sebagai service contract.

Dalam syariat Islam, pola konsesi ataupun bagi hasil yang meniscayakan kontraktor menjadi bagian dari kepemilikan SDA tidak dibenarkan karena hak kepemilikan umum atas SDA tersebut tidak bisa dialihkan kepada siapa pun juga, contoh mekanisme adalah BUMN mengontrak perusahaan swasta untuk mengebor minyak bumi. Perusahaan swasta tersebut nantinya hanya dibayar atas jasa pekerjaan tersebut saja.

Proses eksplorasi dan pengolahan migas tersebut juga memerlukan kesiapan teknologi, termasuk peralatannya. Oleh karena itu, departemen perindustrian alat berat juga menjadi prioritas yang dikembangkan secara optimal dalam pembangunan negara yang menerapkan syariat Islam, yaitu Daulah Khil4f4h Islamiah.

Selanjutnya, pendananan besar yang dibutuhkan dalam pengelolaan migas ini akan dibiayai lewat baitulmal (kas negara) yang memiliki sumber pemasukan melimpah dari kepemilikan individu, umum, dan negara. Masyaallah, allahummanshuril bil Islam. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tulisan Terbaru

Badan Wakaf Al Qur'an