Mengatasi Kemiskinan dengan Sistem Kapitalisme, Mungkinkah?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Ummu Ahnaf
(Pemerhati Masalah Sosial)

“Dalam perspektif Islam, hakikat kepemilikan umum adalah harta milik rakyat sehingga hasilnya harus digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat, seperti listrik, BBM, pembiayaan pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana prasarana di seluruh pelosok negeri, dan sebagainya. Daulah Islam akan membuat mekanisme yang mudah agar harta rakyat tersebut dapat terdistribusi secara merata dan dapat dinikmati individu per individu.”


CemerlangMedia.Com — Dalam laporan Indonesia Poverty Assessment 2023, Bank Dunia menyatakan bahwa dari 2002 hingga 2023 terjadi penurunan angka kemiskinan yang signifikan di Indonesia, yaitu dari 61% menjadi 16%. Data inilah yang menjadi landasan bagi Bank Dunia untuk menyatakan keberhasilan Indonesia menangani kemiskinan ekstrem (detik.com, 19-05-2024).

Dengan data di atas, benarkah Indonesia telah mampu mengatasi kemiskinan? Faktanya, angka kemiskinan yang turun tersebut tidak berbanding lurus dengan kondisi rakyat Indonesia saat ini. Sebab, perekonomian negeri ini sedang tidak baik-baik saja.

Kurs rupiah yang terus melemah mengakibatkan harga barang-barang mengalami lonjakan sehingga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Ditambah lagi tingginya jumlah pengangguran, bahkan tertinggi se-Asean. Ditambah lagi dengan masih tingginya angka stunting makin menambah deretan potret kemiskinan di negeri ini.

Sistem Kapitalisme Mustahil Mengentaskan Kemiskinan

Paradigma sistem kapitalisme menjadikan pendapatan perkapita sebagai barometer kesejahteraan suatu negara, yakni jumlah pendapatan setiap orang di suatu negara dibagi rata dengan jumlah penduduknya. Dari perhitungan akumulatif ini jelas tidak mampu memberikan data jumlah penduduk miskin yang sebenarnya karena hanya dihitung dari rata-rata, bukan per individu.

Demikian pula standar yang dipakai dalam menentukan kategori kelompok miskin. Berdasarkan standar Bank Dunia, yang disebut golongan miskin ekstrem adalah orang yang memiliki tingkat kesejahteraan setara dengan US$1,9.

Dengan kata lain, masyarakat terkategori miskin ekstrem adalah mereka dengan pengeluaran di bawah Rp10.739 per orang per hari. Sementara menurut Pusat Badan Statistik, masyarakat tergolong miskin adalah yang memiliki pengeluaran di bawah Rp19.431 per kapita per hari atau Rp582.932 per kapita per bulan (bps.go.id, 01-07-2024).

Hal tersebut artinya, orang dengan pengeluaran di atas Rp20.000 per hari atau Rp600.000 per bulan sudah terbebas dari kategori miskin. Dari sini jelas bahwa penurunan angka kemiskinan dalam kacamata kapitalisme hanya sebatas pada angka-angka dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di masyarakat.

Kemiskinan sendiri merupakan akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk melakukan aktivitas ekonomi dan dikuasainya SDA oleh segelintir orang bermodal dan atau pemegang kekuasaan. Dari sini jelaslah bahwa sistem kapitalisme sekuler terbukti tidak mampu dan tidak memiliki mekanisme untuk menyejahterakan umat manusia secara keseluruhan.

Mekanisme Islam dalam Mengatasi Kemiskinan

Islam adalah agama yang melahirkan seperangkat aturan kehidupan yang komperhensif dan sempurna. Hal ini karena Islam datang dari Zat Yang Maha Sempurna, Pencipta, sekaligus Pengatur alam semesta.

Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan penghasilan rata-rata suatu penduduk negeri menjadi standar ukuran sebuah kesejahteraan. Sistem ekonomi Islam memandang kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan pokok serta kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier setiap individu per individu (Taqiyuddin An-Nabhani dalam An-Nizhomul Iqtishadiy fil Islam).

Islam memiliki konsep kepemilikan harta yang jelas, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, serta kepemilikan negara. Kepemilikan individu, yaitu harta yang diperoleh oleh individu melalui aktivitas bekerja, waris, pemberian atau hadiah.

Dalam Islam, seorang individu dilarang untuk mengelola atau memiliki sumber daya alam dalam jumlah besar yang menyangkut kemaslahatan umat. Dalam Islam, juga terdapat hukum-hukum yang menjelaskan tentang kebolehan dan larangan individu dalam memperoleh dan mengelola harta, misal Islam melarang penimbunan, penipuan, pencurian, dan lain sebagainya.

Sementara kepemilikan umum, yaitu meliputi seluruh jenis SDA yang hanya boleh dikelola negara, semata-mata untuk kemaslahatan umat seluruhnya, bukan segelintir atau sekelompok saja. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 7.

Sebab, dalam perspektif Islam, hakikat kepemilikan umum adalah harta milik rakyat sehingga hasilnya harus digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat, seperti listrik, BBM, pembiayaan pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana prasarana di seluruh pelosok negeri, dan sebagainya. Daulah Islam akan membuat mekanisme yang mudah agar harta rakyat tersebut dapat terdistribusi secara merata dan dapat dinikmati individu per individu.

Sementara kepemilikan negara, yaitu harta negara yang diperoleh dari hasil ghanimah, fa’i, jizyah, tanah tidak berpewaris, dan sebagainya. Harta kepemilikan negara ini juga digunakan negara untuk membiayai kepentingan negara, seperti menggaji para pegawai negara.

Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil, seperti industri, perdagangan, pertanian, dan jasa. Islam melarang perekonomian sektor non riil berbasis ribawi. Dengan demikian, perekonomian Islam akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan di sektor riil.

Islam sekali-kali tidak akan pernah memberikan peluang bagi kafir untuk menguasai kaum muslimin. Oleh karenanya, negara Islam tidak akan menjalin kerja sama apa pun dengan negara kafir harbi fi’lan yang secara nyata memusuhi Islam, baik kerja sama di bidang ekonomi, utang-piutang, ketenagakerjaan, pendidikan, sosial, ataupun budaya.

Semua mekanisme tersebut hanya akan mampu terwujud ketika syariat Islam tegak dalam bingkai Daulah Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh atas asas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., Rabb semesta alam. Syariat Islam dan sistem perekonomiannya adalah jawaban serta jalan keluar dari krisis ekonomi dan kemiskinan saat ini.

Khatimah

Sesungguhnya, segala bentuk krisis yang terjadi adalah akibat dari dicampakkannya aturan Allah dan diberlakukannya hukum buatan manusia. Jika ingin mengambil jalan keluar, kita semestinya tunduk dan takut kepada Allah Swt., serta bersungguh-sungguh kembali kepada pelaksanaan syariatnya.

Allah Swt. berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan ayat-ayat Kami karena itu Kami menyiksa mereka karena perbuatannya itu.” (QS al-A’raf [7]: 96).
Wallahu a’lam bisshawwab.

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *