Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
“Gerakan daur ulang dan aksi sejenisnya, bukanlah menjadi solusi tuntas yang menyelesaikan problem hingga ke akarnya. Masalah membuang sampah makanan, berkaitan juga dengan persepsi terhadap makanan, gaya hidup, sistem ekonomi, dan peran pemerintah.”
CemerlangMedia.Com — Suharso Monoarfa, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan Indonesia selalu kehilangan nilai ekonomi gara-gara sisa makanan terbuang (food lost and waste). Bahkan, kerugian negara bisa mencapai Rp551 triliun. Tidak hanya kerugian ekonomi, makanan yang terbuang ini juga menciptakan sampah yang menumpuk, padahal menurut Suharso, kita bisa memperoleh energi dengan mengelola sisa makanan tersebut. Suharso menambahkan, upaya mengolah kembali sisa makanan ini bisa untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (suara.com, 03-07-2024).
Sementara itu, Bappenas telah meluncurkan peta jalan (roadmap) Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025—2045 serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045. Ini dilakukan untuk mencegah potensi ekonomi yang hilang akibat susut dan sisa pangan. Pemerintah juga telah menggandeng Denmark untuk membantu mengelola susut dan sisa pangan (tirto.id, 03-07-2024).
Penyebab Sampah Makanan
Sampah makanan, baik akibat penyajian yang berlimpah atau kesalahan perencanaan dan manajemen, adalah sampah yang berbahaya bagi lingkungan karena mengandung komposisi kimia yang tidak dapat didaur ulang. Jika sampah makanan membusuk, ia akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang tidak bisa disepelekan begitu saja ketika jumlahnya mencapai puluhan ton (Unnes.ac.id).
Dilansir dari antaranews.com (12-10-2021), hasil penelitian Food Loss and Waste Study Waste4Change mengungkapkan, sejumlah penyebab terjadinya food loss atau jumlah bahan pangan yang berkurang karena proses produksi serta food waste atau makanan konsumsi yang terbuang di Indonesia dikarenakan penanganan proses produksi yang kurang baik dan perilaku konsumsi masyarakat. Namun, apabila dicermati lebih mendalam, ada hal-hal mendasar yang akhirnya memicu banyaknya timbunan sampah makanan.
Pertama, gaya hidup masyarakat. Perilaku masyarakat yang tidak bertanggung jawab terhadap makanan sangat sering dijumpai pada saat ini. Sebagai contoh sederhana, lumrah ditemui saat jamuan makan di pesta-pesta, biasanya banyak yang mengambil makanan secara berlebihan dan tidak menghabiskannya. Contoh lain, ketika menyimpan bahan makanan yang berlebihan dan akhirnya tidak termasak. Semua perilaku ini menyumbang penumpukan sampah makanan.
Kedua, abainya pemerintah dalam membina rakyatnya agar menghargai makanan dan tidak membuang begitu saja. Seperti diketahui saat ini, sistem pendidikan hanya fokus dengan hal-hal yang bersifat akademis sehingga lalai membentuk manusia berkepribadian Islam dan berakhlak mulia yang salah satu wujudnya adalah menghargai makanan sebagai rezeki dari Allah Swt..
Ketiga, kesalahan negara dalam mengawasi industri dan mengatur pola distribusi harta sehingga mengakibatkan kemiskinan dan problem lain, seperti kasus beras Bulog, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, dan masih banyak lagi.
Semua ini terjadi karena sekularisme kapitalisme yang diadopsi oleh masyarakat. Sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan telah memunculkan masyarakat konsumtif dan berlebih-lebihan dalam membelanjakan makanan. Parahnya lagi, makanan tersebut banyak terbuang. Ini jelas menunjukkan akhlak yang jauh dari Islam.
Sekularisme kapitalisme juga diadopsi negara dalam membuat landasan hukum maupun aturan. Kebijakan yang lahir dari sistem ini tidak mendukung pengelolaan makanan yang baik, mulai dari aspek produksi, distribusi, penyimpanan, sampai dengan pengelolaan terakhir di tangan konsumen.
Lebih menyedihkan, terbuangnya berton-ton makanan terjadi di tengah kemiskinan dan kelaparan akut yang melanda negeri ini. Ini adalah bukti yang nyata bahwa negara gagal dalam mengelola pangan.
Solusi Islam Menangani Sampah Makanan
Gerakan daur ulang dan aksi sejenisnya, bukanlah menjadi solusi tuntas yang menyelesaikan problem hingga ke akarnya. Masalah membuang sampah makanan, berkaitan juga dengan persepsi terhadap makanan, gaya hidup, sistem ekonomi, dan peran pemerintah.
Dengan kata lain, menumpuknya sampah makanan adalah masalah sistemis yang membutuhkan solusi fundamental untuk menyelesaikan permasalahan secara paripurna. Solusi itu adalah mengubah sistem sekularisme kapitalisme menuju sistem Islam. Lantas, apa saja kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah yang menerapkan sistem Islam untuk mengatasi masalah ini?
Pertama, membina masyarakat agar menghargai makanan. Islam memandang, makanan sebagai rezeki dari Allah Swt. bagi manusia. Makanan dibutuhkan untuk tumbuh kembang manusia dan mendukung aktivitas sehari-hari. Oleh karenanya, Allah Swt. memerintahkan manusia untuk menghargai makanan dan tidak mencelanya.
Islam mengajarkan pada umatnya agar tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan. Allah Swt. berfirman,
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A’raf [7]: 31).
Islam juga mengajarkan agar tidak boros terhadap makanan. Allah Swt. berfirman,
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS Al-Isra [17]: 26—27).
Proses pembinaan ini akan berjalan melalui sistem pendidikan Islam yang akan membentuk persepsi masyarakat agar menghargai makanan. Masyarakat juga akan terpola untuk makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan, dan menyia-nyiakan makanan karena sejatinya, makanan yang diperoleh akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt..
Kedua, memberikan pembinaan kepada petani, pabrik-pabrik pengolahan makanan, dan toko-toko untuk melakukan penanganan bahan makanan yang baik dan benar. Hal ini dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi, penyimpanan, sampai dengan penjualan akhir ke konsumen untuk menekan jumlah makanan yang rusak karena buruknya penanganan ataupun terbuang karena kedaluwarsa.
Ketiga, negara mengontrol industri agar tidak ada praktik membuang-buang makanan. Di dalam negara yang menerapkan Islam, makanan diproduksi secukupnya, sesuai dengan kebutuhan pasar yang dihitung secara cermat. Jika ada industri atau pelaku usaha yang terbukti membuang-buang makanan, negara akan memberikan sanksi tegas.
Keempat, negara akan mendistribusikan bahan makanan pada warga yang membutuhkan hingga tidak ada lagi rakyat yang miskin dan tidak bisa makan. Pada saat yang sama, negara menyediakan dana yang besar dari baitulmal untuk memastikan setiap individu rakyat bisa mengakses dan mengonsumsi makanan secara layak. Dengan begitu, tidak ada lagi orang yang kelaparan, juga mencegah pangan yang menumpuk dan terbuang sia-sia.
Kelima, mendorong dan memfasilitasi warga yang memiliki kelebihan makanan untuk menyedekahkannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Praktik ini pernah terjadi pada masa Khilafah Utsmaniyah. Saat itu, khalifah mencontohkan kepada rakyatnya dengan tidak berlebih-lebihan dalam jamuan kenegaraan.
Inilah kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan sampah makanan. Dengan semua mekanisme syar’i ini, persoalan sampah makanan akan terselesaikan secara tuntas. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]