Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)
CemerlangMedia.Com — Kasus-kasus perundungan dan kekerasan merupakan mata rantai yang tak henti-hentinya. Tidak hanya di tingkat pendidikan dasar, kasus pembunuhan juga marak terjadi di jenjang pendidikan menengah hingga perguruan tinggi. Di samping itu, gaya hidup bebas yang makin mengkhawatirkan telah merambah ke kalangan anak-anak usia dini, makin memperumit persoalan pendidikan sekaligus telah mengundang keprihatinan di Indonesia.
Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengungkap bahwa dari 16 kasus perundungan tersebut, mayoritas terjadi di tingkat SD (25%), SMP (25%), SMA (18,75%), SMK (18,75%), MTs (6,25%), dan pesantren (6,25%). Korban tercatat berjumlah 43 orang, dengan 41 di antaranya adalah peserta didik (95,4%) dan 2 guru (4,6%). Sementara itu, pelaku perundungan didominasi oleh peserta didik, dengan jumlah 87 siswa (92,5%), 5 pendidik (5,3%), 1 orang tua siswa (1,1%), dan 1 kepala madrasah (1,1%). Dengan kata lain, mayoritas pelaku dan korban berasal dari kalangan peserta didik (Kadata.co.id, 07-08-2023).
Doni Koesoema, seorang pengamat pendidikan menyoroti eskalasi kasus perundungan yang terasa seperti kondisi darurat dalam lingkungan pendidikan Indonesia. Kekerasan yang tidak masuk akal makin meluas dan menurut Doni reaksi terhadap masalah ini seharusnya lebih terdengar nyaring daripada upaya reformasi pendidikan atau perubahan kurikulum. Sebab, dampak dari tindakan kekerasan tersebut langsung memengaruhi jiwa dan nyawa para generasi muda.
Doni mengemukakan bahwa fenomena perundungan ini memerlukan pendekatan sistemik, mulai dari langkah-langkah pencegahan, penanganan, hingga pelaksanaannya di lapangan. Bahkan riset khusus mengenai masalah ini perlu dilakukan. Namun, fakta menunjukkan bahwa upaya tersebut belum terlaksana hingga saat ini. Sebaliknya, kekerasan terus berulang tanpa tindakan yang sistematis dan komprehensif untuk menghadapinya (liputan6.com, 03-08-2023).
Akar Masalah
Banyak cerita tentang perundungan sebenarnya berkaitan dengan sekularisme yang menjadi dasar sistem pendidikan di negara ini. Pendidikan sekuler membuat generasi muda menjauh dari nilai-nilai agama. Standar perilaku menjadi kabur dan mereka kesulitan membedakan antara yang benar dan salah. Akibatnya, dorongan hawa nafsu mengarahkan tindakan mereka. Oleh karena itu, tak mengherankan jika banyak generasi muda muslim terjerumus dalam dosa.
Kurikulum yang berfokus pada sekularisme, jauh dari mencetak individu-individu yang saleh dan berpengetahuan, justru menghasilkan generasi yang kekurangan iman dan cenderung memecahkan masalah dengan kekerasan, bahkan menganggap cara apa pun dibenarkan. Tidak mengherankan jika generasi yang dihasilkan justru menjadi penyebab masalah, bukan solusi.
Selain itu, aturan yang berasal dari pandangan sekuler tampak tidak mampu menyelesaikan masalah generasi. Sebagai contoh, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan yang seharusnya mencegah kekerasan dan perundungan terhadap anak-anak, ternyata tidak efektif mengatasi masalah perundungan yang makin marak. Malah, fakta menunjukkan bahwa tindakan kekerasan dan perundungan terus berlanjut.
Mengatasi masalah perundungan makin sulit karena rendahnya kontrol sosial akibat munculnya individualisme di masyarakat. Pemikiran ini mengaburkan sensitivitas terhadap masalah generasi sehingga generasi muda cenderung menjadi terlalu toleran terhadap perilaku buruk. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika generasi muda sekarang lebih berani melakukan tindakan kekerasan dan perundungan di depan umum.
Negara yang seharusnya melindungi generasi muda, faktanya gagal menjalankan perannya. Paradigma sekuler membatasi peran negara hanya sebagai regulator belaka. Sebagai hasilnya, kebijakan-kebijakan yang ada seringkali bertentangan satu sama lain, bahkan membuka peluang bagi liberalisasi pendidikan.
Pendidikan Islam: Solusi Krisis Moral Generasi
Itulah gambaran suram tentang pendidikan dalam konteks sekularisme. Alih-alih membantu menyelesaikan beragam masalah generasi, sekularisme justru menjadi akar kerusakan generasi saat ini. Ini membuktikan bahwa sistem yang didasarkan pada pemikiran manusia yang terbatas tidak mungkin menghasilkan generasi terbaik yang menjadi pilar peradaban manusia. Oleh karena itu, bagaimana mungkin kita tetap mempertahankan sistem yang jelas-jelas cacat dan merusak?
Maka dari itu, generasi terbaik yang mampu menyelesaikan masalah umat manusia akan muncul dari landasan yang kuat, yaitu Islam. Islam sebagai agama membawa seperangkat aturan yang sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia. Jika diaplikasikan dengan baik dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-lain, Islam pasti akan membawa manfaat bagi seluruh umat manusia.
Dalam upaya menjaga generasi, Islam memiliki pendekatan yang efektif, baik dalam upaya pencegahan maupun penanganan. Dalam hal pencegahan, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan pendidikan berbasis Islam yang bertujuan untuk mencetak individu yang taat beragama. Generasi yang tumbuh dalam lingkungan pendidikan Islam akan memahami tujuan hidupnya, yaitu beribadah dan patuh pada perintah Allah Swt.. Dengan begitu, akan lahir generasi yang beriman, berintelektual, dan siap menghadapi masa depan.
Selain itu, menjaga generasi juga memerlukan kerja sama dari keluarga, masyarakat, dan negara. Semua pihak memiliki peran penting dalam membentuk generasi yang kuat. Keluarga memiliki peran besar dalam membentuk karakter generasi muda, sedangkan masyarakat harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang baik dan menolak perilaku negatif. Negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap pendidikan generasi.
Terbukti sejarah peradaban Islam memiliki contoh yang kuat tentang bagaimana menciptakan generasi unggul. Dalam sejarah, peradaban Islam telah melahirkan banyak ilmuwan dan cendekiawan ulung di berbagai bidang. Misalnya, Al-Khawarizmi yang menciptakan aljabar, Jabir Ibnu Hayyan sebagai tokoh kimia, dan banyak lagi yang lainnya. Mereka tidak hanya mahir dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu pengetahuan umum, sains, dan teknologi.
Keberhasilan peradaban Islam pada masa Islam berjaya pada masa lalu pun diakui Barat keunggulannya. Hal ini disebabkan oleh kombinasi antara iman dan ilmu yang dimiliki oleh generasi tersebut. Sistem pendidikan berbasis Islam tidak hanya memprioritaskan pengajaran agama, tetapi juga mengajarkan ilmu pengetahuan umum, sains, serta teknologi. Melalui pendidikan yang mengakar pada prinsip-prinsip agama, masyarakat merasakan manfaat dari sistem ekonomi Islam yang berkeadilan dan merata, serta kebijakan-kebijakan yang terinspirasi dari ajaran Islam.
Selama lebih dari satu milenium, sistem pendidikan Islam mampu mencetak generasi yang beriman, berilmu, dan memiliki kepribadian yang baik. Pada masa Islam berjaya, muncul tokoh-tokoh ulama, cendekiawan, dan ilmuwan yang mengabdikan ilmunya untuk kepentingan umat dan masyarakat. Ini adalah bukti nyata bahwa sistem pendidikan berbasis Islam mampu membentuk generasi yang memiliki nilai moral yang tinggi dan berkontribusi nyata pada peradaban.
Apakah kita merasa rindu dengan zaman di mana generasi seperti ini dapat terbentuk? Saatnya untuk menyelamatkan generasi masa kini dan masa depan. Teladan telah diberikan, contoh peradaban Islam yang gemilang telah tercatat dalam sejarah. Kunci kesuksesan peradaban masa lalu adalah menjadikan Islam sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ketika Islam menjadi landasan utama dalam pendidikan, bukan hanya keunggulan akademik yang akan tercipta, tetapi juga karakter yang kuat, moralitas yang tinggi, dan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia. Dalam hal ini, UU Sisdiknas 20/2013 sejalan dengan tujuan yang dicita-citakan, tetapi hal tersebut hanya bisa diwujudkan apabila pendidikan didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Masa depan pendidikan dapat lebih baik dengan kembali mengambil hikmah dari peradaban Islam yang telah sukses mencetak generasi cemerlang. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pendidikan, generasi muda akan tumbuh menjadi individu yang berkualitas, beriman, bertakwa, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]
One thought on “Menyelamatkan Generasi dari Perundungan dan Krisis Moral”
Krisis moral generasi Indonesia tak kunjung berhenti, hanya islam solusi pasti.