Header_Cemerlang_Media

Pajak dan Utang Melangit, BSOD Kapitalisme

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rini Sarah

“Sistem Islam membolehkan negara berutang sesuai syariat. Negara tidak boleh mengambil utang riba dan yang secara politis membahayakan eksistensi negara. Apalagi kalau utang itu malah menjadikan orang kafir menguasai negeri kaum muslimin.”


CemerlangMedia.Com — Pemerintah Jokowi telah memecahkan rekor target penerimaan pajak. Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 tertulis bahwa target penerimaan pajak sebesar Rp2.189,3 triliun.

Penetapan target pajak yang menembus lebih dari Rp2.000 triliun tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (cnbcindonesia.com, 16-8-2024).

Rupanya, bukan hanya target penerimaan pajak yang meroket, utang negara ini pun melangit. Per Mei 2024, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa jumlah utang Indonesia sebesar Rp8353,02 triliun. Berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan II 2024, rasio utang tersebut terhadap PDB sebesar 38,71%. Hampir 90% utang ini dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).

Meskipun selalu diklaim aman karena masih berada di bawah ambang batas aman rasio utang sebesar 60% sesuai ketentuan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti menilai, hal ini justru tidak baik-baik saja. Menurutnya, rasio utang terhadap PDB hampir menyentuh angka 40% dan ini merupakan warning bagi ekonomi negara (bbc.com, 10-7-2024).

Blue Screen of Death Kapitalisme

Pajak dan utang merupakan primadona pendapatan negara dalam sistem ekonomi kapitalisme. Hal ini tergambar dari ungkapan Benjamin Franklin yang senantiasa dikutip dalam setiap wacana pajak, “In this world, nothing is certain, but death and taxes.” Sebuah narasi menyesatkan yang menyatakan bahwa menarik pajak dalam sistem kapitalisme adalah sebuah kelaziman.

Sebagai tindakan dari pandangan tersebut, maka dipungutlah pajak dari rakyat, baik sebagai badan usaha maupun individu. Dengan itulah roda pemerintahan bisa diselenggarakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam buku Nidzomul Islam bahwa dalam ideologi kapitalisme, rakyat membayar penguasanya untuk memerintah dengan cara iuran yang dilembagakan dalam bentuk pajak ini.

Utang pun senantiasa jadi bumper pendapatan negara. Jika postur APBN dirancang defisit, utanglah pahlawannya. Jika negara menginginkan pembangunan atau proyek apa pun, biasanya si utang ini kembali tampil dengan nama investasi.

Di balik utang, tersembunyi bahaya riba yang menjauhkan negara ini dari rahmat Allah, bahkan akan menghantarkan kepada diperanginya bangsa ini oleh Allah dan Rasul-Nya (QS Al Baqarah: 279). Riba utang juga membuat negara pengutang bangkrut, bahkan ketika hanya sekadar untuk mencicil bunga utang.

Utang juga dapat bertransformasi menjadi alat politik. Negara-negara adidaya biasanya menjadikan utang sebagai jebakan agar negara pengutang tunduk pada kepentingannya, di antaranya lewat lembaga kredit global, yaitu IMF dan Bank Dunia. Berbagai varian utang ditawarkan dua lembaga ini agar negara pasiennya makin tergantung dan selalu manut pada titahnya. Negara ini pernah menjadi pasien IMF pasca terkena krisis moneter pada 1998 sehingga industri pesawat terbang negara menjadi korbannya.

Alhasil, utang dan pajak ibarat double kill bagi rakyat. Untuk membayar utang, senantiasa akan memungut pajak. Jika utang makin membengkak, tentu saja pajak rakyat makin menanjak di tengah beban hidup yang makin berat. Kalau seperti ini, negara bakal mengalami kondisi Blue Screen Of Death (BSOD), layaknya kesalahan sistem kritis pada sistem operasi komputer yang tidak akan bisa dipulihkan.

Kapitalisme memang sebuah sistem rusak yang akan mengarahkan kepada kegagalan dalam mendistribusikan kesejahteraan. Satu pilarnya saja, yaitu freedom of ownership membuat kondisi rakyat jadi sengsara. Jika mau memperbaikinya, tentu saja harus un-install sistem rusak ini. Ketika mau re-install, maka tidak mungkin menginstal kembali sistem yang sudah rusak, tentunya perlu sistem ekonomi baru yang sahih.

Re-Install

Satu-satunya sistem ekonomi yang sahih hanyalah yang disyariatkan oleh Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pendapatan dalam APBN Islam atau baitulmal tidak bertumpu pada utang dan pajak.

Dalam Islam, konsep kepemilikan terbagi dalam tiga kategori. Pertama, harta milik individu. Kedua, harta milik umat. Ketiga, harta milik negara.

Penggolongan kepemilikan tersebut mencegah individu menguasai harta yang seharusnya diperuntukkan bagi hajat hidup masyarakat. Individu tidak boleh menguasai harta milik umat dan negara. Kedua jenis harta harus dalam pengelolaan negara untuk membiayai jalannya pemerintahan dan mengurus kepentingan rakyat.

Sumber pemasukan baitulmal berasal dari tiga sumber utama.
Pertama, pos zakat, sedekah, infak yang berasal dari harta milik individu ketika hartanya sudah melewati nishab dan haul. Pos pembelanjaan zakat telah ditentukan oleh syariat terhadap delapan golongan mustahiknya.

Kedua, pos pengelolaan harta milik umum yang didapatkan dari hasil tambang, hutan, perairan, dan sejenisnya. Pemasukan hasil pengelolaan harta milik umat ini sangat besar dan bisa dipakai untuk membiayai semua urusan umat.

Ketiga, pos pengelolaan harta milik negara, yaitu jizyah (pungutan kepada warga negara non muslim), fai (harta dari penaklukan suatu wilayah dengan damai), ghanimah (harta rampasan perang), kharaj dan usyur (pungutan atas hasil tanah).

Lalu, bagaimana jika baitulmal kosong? Jika kosong, negara bisa menarik pajak atau dalam istilah Islam disebut dharibah. Dharibah atau pajak dalam Islam hanya diambil dari laki-laki dewasa berkecukupan, bukan atas barang. Sifatnya juga tidak permanen alias sementara saja sampai kebutuhan negara terpenuhi.

Sistem Islam membolehkan negara berutang sesuai syariat. Negara tidak boleh mengambil utang riba dan yang secara politis membahayakan eksistensi negara. Apalagi kalau utang itu malah menjadikan orang kafir menguasai negeri kaum muslimin, sebagaimana firman Allah Taala dalam QS An-Nisaa ayat 141.

“Allah tidak akan membuka jalan bagi orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.”

Maknanya adalah Allah memerintahkan kaum muslim untuk tidak membuka jalan bagi orang kafir menguasainya. Jika ada penyalahgunaan wewenang oleh penguasa dalam menarik pajak, ia bisa diadukan kepada sebuah mahkamah, yakni mahkamah madzalim. Mahkamah ini yang akan menyelesaikannya.

Islam adalah satu-satunya sistem hidup andal buatan Pencipta yang tidak akan mengalami crash, apalagi berujung BSOD selama pelaksananya tetap berpegang teguh pada syariat-Nya. Lalu, kenapa kita masih enggan menginstalnya? [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tulisan Terbaru

Badan Wakaf Al Qur'an