Oleh: Sari Chanifatun
CemerlangMedia.Com — Layaknya sebuah keluarga dan Indonesia menjadi bagiannya berharap memiliki kehidupan yang damai dan sejahtera. Falsafah ‘dunia menjadi satu keluarga’ untuk mencapai sebuah tujuan bersama dalam sistem rusak kapitalisme ibarat pepesan kosong. KTT G20 sejatinya merupakan alat politik guna mencengkeram ekonomi negara-negara lemah dan jembatan investasi pada negara-negara berkembang. Apalagi harapan terciptanya keamanan, justru fakta menunjukan banyak muncul masalah dunia yang membuat rakyat menjadi tidak aman, terjadi krisis kemiskinan, dan kesengsaraan. Konsekuensi penerapan sistem kapitalisme yang dipakai negara-negara anggotanya adalah kepentingan atas negara lain.
Dikutip dari media Republika.co.id, pada sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di India (9-9-2023, Presiden Joko Widodo menyatakan ‘dunia adalah satu keluarga’. Falsafah tersebut disampaikan dengan harapan menjadi support system. Keluarga yang dimaksud adalah anggota yang memiliki tujuan sama, saling membangun, saling peduli sehingga menciptakan dunia yang aman dan sejahtera. Sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia terus memberi support pada ASEAN sebagai jangkar stabilitas kawasan dan memprakarsai habit of dialogue dan habit of cooperation di Indo-Pasifik, sebab dunia butuh penetral dan safe house (10-9-2023).
Hipokrit Kapitalisme
G20 (Group of Twenty) merupakan forum kerja sama ekonomi internasional dan isu internasional. Anggotanya terdiri dari 19 negara-negara yang memiliki perekonomian besar di dunia, seperti Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Arab Saudi, Australia, Brasil, Cina, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Turki, India, dan satu kawasan ekonomi Uni Eropa (EU).
Dilansir dari laman CNN Indonesia, Group of Twenty (G20) lahir pada 1999 dan pencetusnya adalah G7. Setelah G7 mengalami kegagalan dalam mencari solusi permasalahan krisis ekonomi 1998 dan krisis keuangan global yang menimbulkan kekecewaan masyarakat internasional. G7 (Group of Seven) sendiri terdiri dari tujuh negara-negara maju penganut sistem ekonomi kapitalisme yang beranggotakan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang, Jerman, Kanada, dan Italia (12-1-2022)
Kapitalisme yang diadopsi negara-negara kelompok G7 dan G20 merupakan sistem yang bertolak belakang dengan akidah Islam dan tolok ukurnya adalah kepuasan materi semata. Ciri utama sistem ekonomi kapitalisme, yakni ekonomi berada di tangan pemilik modal guna mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Lemahnya Ikatan Kepentingan
Sejak dibentuk, G20 rutin menyelenggarakan KTT sepanjang tahun. Pada 2022, Indonesia didaulat sebagai pemegang Presidensi G20 dan menggelar konferensi di Bali. Namun, hal itu tidak mampu mengubah posisi politik Indonesia secara menyeluruh. Oleh karenanya, KTT G20 pada 2023 di New Delhi, India, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan harapannya bahwa dunia bisa menjadi satu keluarga besar. Keluarga yang mampu menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera dari masing-masing anggota yang memiliki tujuan sama, saling membangun, dan saling peduli.
Sejatinya G20 adalah tempat mengikat dan memperdaya ekonomi negara lemah, sebagaimana Indonesia telah dijadikan negara tujuan bagi negara besar di dalamnya. Masuknya beberapa proyek mercusuar seperti kereta cepat dan IKN adalah bukti cengkeraman atas kepentingan mereka.
Menurut Sekjen Aliansi Buruh Indonesia (ABI) Imam Ghazali, di kanal YouTube Khilafah News (14-11-2022), fakta yang terjadi pada krisis global di dunia seperti krisis ekonomi akibat perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan disebabkan adanya kepentingan anggota G20 yang ikut memasok senjata ke Ukraina membuat perang berkepanjangan. Begitu pula di sisi keadilan, krisis Timur Tengah misalnya, diskriminasi dari anggota G20 yang terlibat pada perang Irak, Suriah, Afghanistan
Dalam mencapai sebuah tujuan, manusia membentuk kelompok-kelompok yang menjadikan beragam ikatan. Ada ikatan kepentingan, ikatan nasionalisme, ikatan spiritual dan keyakinan, yang kerap menjadi dasar bersatunya manusia. Semua ikatan tersebut tidaklah layak dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya karena ikatan tersebut bersifat lemah. Lantas, masihkah Indonesia berharap kedamaian dan kesejahteraan dari sistem kapitalisme? Sistem yang menjadikan kepentingan sebagai tujuan utama.
Kuatnya Ikatan karena Akidah
Ikatan yang benar dan kuat adalah ikatan yang mampu mengikat perbuatan manusia dalam kehidupan, yakni ikatan karena akidah. Ikatan akidah atau ikatan ideologis terbentuk melalui proses berpikir (akidah aqliyah) bahwa Islam adalah satu-satunya ideologi yang benar dan mampu mengikat manusia sehingga melahirkan peraturan hidup yang menyeluruh. Dengan aturan itulah, manusia mengembalikan segala persoalan dan mengikat dirinya dengan orang lain untuk menyelesaikan seluruh problem kehidupannya.
Rasulullah saw. melarang kaum muslimin mengikatkan dirinya pada ikatan selain ikatan ideologis (mabda’), sebagaimana dalam sabdanya,
“Bukan dari golongan kami orang-orang yang mengajak pada ashabiyah, dan bukan dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.” (HR Abu Daud).
Sejarah Islam menorehkan tinta emasnya dengan sistem Islamnya yang mampu mengurusi (ri’ayah) masyarakatnya dengan gemilang. Sejak turunnya empat belas abad lalu, Islam mampu memberi solusi yang menyeluruh bagi semua masalah manusia. Pedoman hukumnya langsung dibuat oleh Allah sebagai pencipta alam. Allah Swt. telah menjelaskan kesempurnaan Islam sebagai agama, sebagaimana dalam firman-Nya,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu….” (QS Al-Maidah [5]: 3).
Sistem Islam adalah kesatuan di mana pemerintahannya terpusat (centralization) dengan sistem administrasinya bersifat tidak terpusat (decentralization). Jadi sistem pemerintahan Islam hanya dipimpin oleh seorang khalifah yang diberi kekuasaan menjalankan hukum-hukum Islam dalam pemerintahan. Kekuasaan pembuat hukum (kedaulatan) adalah dari Allah, bukan rakyat. Sistem Islam ini disebut Khil4f4h.
Di antara struktur dari pemerintahan Islam, yakni adanya pejabat yang mengurusi urusan kemaslahatan umat (setingkat pimpinan kabinet) yang disebut jihaz idari. Jihaz membawahi beberapa urusan kemaslahatan di antaranya menyangkut ekonomi. Pelaksanaan sistem ekonomi dalam Islam berarti membahas tentang distribusi kekayaan, kepemilikan, dan pengelolaannya yang disusun atas tiga asas, di antaranya:
Pertama, kepemilikan (al milkiyah), baik itu perorangan, kelompok, atau negara dengan izin didapat dari pembuat hukum, yakni Allah. Kepemilikan ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, kepemilikan individu, yakni kepemilikan yang izinnya diberikan oleh Allah sebagai pembuat hukum kepada individu untuk memanfaatkan suatu barang.
Barang-barang yang boleh dimiliki adalah barang yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak dan jumlahnya tidak banyak, contoh: rumah, tanah (dengan luas tertentu), uang, kendaraan. Kedua, kepemilikan umum, yakni kepemilikan atas izin Allah yang diberikan kemanfaatannya kepada orang banyak (umum), negara hanya boleh mengelola dan mengatur kemanfaatannya. Hasil pengelolaannya akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat terhadap tiga hal, yaitu: air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud). Ketiga, kepemilikan negara, yakni harta yang merupakan hak dari seluruh kaum muslimin, pengaturan distribusi dari harta kekayaannya diserahkan pada kepala negara. Contoh, zakat, pembayaran jizyah, kharaj atas tanah, ghanimah, dan harta orang-orang murtad, serta harta orang yang tidak mempunyai ahli waris.
Kedua, pengelolaan dan pemanfaatan hak milik (tasharruf al milkiyah). Hal ini berarti pengembangan kepemilikan yang memiliki makna berbeda dengan mendapatkan kepemilikan atau sebab kepemilikan. Sebab kepemilikan merupakan hasil dari usaha seseorang sebelum mempunyai (mendapatkan) harta. Pengembangan kepemilikan/kekayaan adalah usaha yang dilakukan seseorang dalam mengembangkan harta miliknya. Contoh, jual-beli barang halal, sewa-menyewa, syirkah (kerja sama), usaha pertanian, atau mendirikan industri. Islam melarang pengembangan dengan cara riba, judi, dan penipuan.
Ketiga, distribusi kekayaan (tauzi’al amwal baina an-nas). Islam lengkap dengan pengaturan distribusi kekayaan dalam masyarakat. Islam telah mengatur untuk wajib berzakat pada delapan golongan orang yang berhak menerimanya, memberi hak kepada seluruh masyarakat untuk memanfaatkan milik umum, pemberian kepada seseorang dari harta negara dan pembagian waris, dilarang menimbun barang, uang, dan emas.
Demikianlah Islam mampu memberi aturan yang sempurna sehingga dapat memberi kesejahteraan masyarakat. Sistem Islam dengan paket hukum Islamnya mampu menjamin kekayaan individunya dan menjaga hukum Islam sehingga kesejahteraan dan keamanan rakyat terjamin. Sistem pengaturan ini hanya mampu dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang taat kepada Allah Ta’ala, yakni pemimpin yang menerapkan aturan Islam secara kafah.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]