Oleh: Ummu Ahtar
(Anggota Komunitas Setajam Pena)
“Negara diposisikan sebagai raa’in dan junnah untuk membangun kebijakan dalam rangka menyiapkan keluarga tangguh guna melahirkan generasi cemerlang pembangun peradaban mulia. Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin jalur penafkahan.”
CemerlangMedia.Com — Keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing, dimulai sejak prenatal (masa sebelum kehamilan), masa kehamilan, dan masa 1000 hari pertama kehidupan manusia. Penekanan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 dengan tema “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas” di Lapangan Simpang Lima Semarang (Kemenkopmk.go.id, 30-06-2024).
Polemik Keluarga Belum Usai
Keluarga yang berkualitas memang menjadi dambaan setiap orang. Namun, faktanya hari ini, fungsi keluarga tidak bisa terwujud dengan baik. Hal ini tampak dengan adanya berbagai problem serius pada keluarga, seperti tingginya kemiskinan, stunting, KDRT, terjerat pinjol, perceraian, dan masalah lainnya.
Upaya yang diambil pemerintah belum dapat menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Kegiatan penunjang stunting, seperti bantuan gizi atau kegiatan makan telur sehari satu kali memang sudah terlaksana, tetapi sayangnya hanya bersifat sementara.
Belum lagi masalah kelangkaan LPG, naiknya beban listrik, harga kebutuhan pokok, serta biaya pendidikan setiap tahun makin meningkat. Susahnya mencari pekerjaan di negeri ini juga menjadi beban mental bagi para orang tua. Para petani pun mengeluhkan harga pupuk yang naik hingga gagal panen.
Kemiskinan inilah yang melatarbelakangi maraknya kriminalitas. Rakyat yang kesulitan mencari uang beralih pada pinjol karena mudah didapatkan, tanpa syarat yang rumit. Namun sayangnya, banyak korban pinjol yang kalap sehingga timbul KDRT atau kriminalitas lainnya akibat bunga pinjol yang tinggi.
Kriminalitas ini, bahkan merebak di segala usia karena tidak adanya filter serta pelindung atau sanksi tegas. Generasi saat ini mudah terpapar dengan tontonan yang tidak mendidik karena tidak dibekali pengetahuan tentang pegangan hidup yang membedakan antara hak dan batil.
Inilah ciri penguasa dalam sistem sekularisme kapitalisme. Mereka tidak mampu menyelesaikan persoalan dari akar masalah. Semua ini akibat kebijakan negara sehingga menimbulkan masalah pada keluarga, contohnya terlihat pada legalisasi Undang-Undang Minerba.
UU ini membuat para korporat terus-menerus menguasai sumber daya alam. Swastanisasi SDA mengakibatkan kemiskinan struktural di masyarakat sehingga banyak keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Anak-anak menjadi stunting karena orang tua tidak mampu memberi gizi terbaik untuk anaknya. Suami istri tidak memahami hak dan kewajiban mereka karena sibuk mencari uang demi bertahan hidup. Hal ini dapat berakhir pada tingkat perceraian yang tinggi.
Keluarga emas yang didambakan pemerintah hanyalah bersifat seremonial karena berbagai hal yang kontradiktif dalam kenyataannya. Definisi keluarga emas yang dimaksud tidak jelas dan hanya berorientasi pada duniawi. Ini membuktikan bahwa keluarga yang ideal tidak akan pernah terbentuk dalam sistem sekularisme kapitalisme.
Gambaran Keluarga Islam
Keluarga ideal hanya akan ditemukan dalam sistem Islam sebagai satu-satunya konsep kehidupan sahih. Konsep kehidupannya akan benar, termasuk konsep berkeluarga.
Islam memiliki gambaran keluarga ideal yang berorientasi pada akhirat, tanpa melupakan dunia. Dalam Islam, pernikahan menjadi awal bagi tumbuhnya sebuah keluarga dan dianggap sebagai penyempurna ibadah. Rasulullah saw. bersabda yang artinya,
“Jika seseorang telah menikah berarti ia telah menyempurnakan agama. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dengan separuh sisanya.” (HR Baihaqi).
Islam mengatakan bahwa akad pernikahan merupakan mitsaaqan ghaliidzan (ikatan yang kuat). Hal ini mendorong setiap pasangan untuk berupaya menjaga keutuhan rumah tangganya semaksimal mungkin. Sebab, akad ini disaksikan oleh keluarga, rekan, kerabat, dan Allah Swt. yang kelak akan meminta pertanggungjawaban atas hal ini.
Kehidupan setelah pernikahan haruslah mampu mewujudkan rasa ketenangan, kenyamanan, serta cinta dan kasih sayang antara pasangan, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Ar-Rum ayat 21,
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang….”
Sementara kewajiban diberikan kepada laki-laki, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 34,
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya….”
Kepemimpinan di sini bukan dalam arti diktator. Namun, kepemimpinan yang membawa kebaikan dan maslahat bagi kedua belah pihak. Makna qawwam juga bisa diartikan dengan “meluruskan”, yakni laki-laki bertugas menjaga seluruh kepentingan istrinya, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini juga ditegaskan dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang artinya adalah,
“Hai orang-orang beriman pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Kewajiban nafkah keluarga pun Allah bebankan kepada laki-laki. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233,
“…Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut….”
Sementara kewajiban seorang istri adalah menjadi al-umm wa rabbatul bayit dan madrasatul ula di keluarga sesuai dengan konsep pendidikan Islam. Inilah konsep-konsep kehidupan suami istri di dalam berumah tangga sebagaimana yang ditetapkan oleh syariat.
Orientasi kehidupan keluarga yang dibangun adalah orientasi akhirat. Ketika tugas masing-masing dari suami istri ini dijalankan, bukan hal mustahil untuk melahirkan generasi saleh dan salihah.
Untuk mewujudkan keluarga demikian, sejatinya membutuhkan support system. Negara diposisikan sebagai raa’in dan junnah untuk membangun kebijakan dalam rangka menyiapkan keluarga tangguh guna melahirkan generasi cemerlang pembangun peradaban mulia. Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin jalur penafkahan.
Selain itu, negara akan memfilter tontonan-tontonan yang merusak dan memberikan tontonan yang bersifat mendidik. Pendidikan serta prasarana dan fasilitasnya dijamin secara gratis. Kebutuhan ini dipenuhi dari baitulmal sehingga tidak akan ada lagi pinjol atau sejenisnya yang diambil oleh rakyat.
Oleh karena itu, adanya penerapan sistem Islam kafah di semua struktur akan meminimalkan kriminalitas serta menjamin kehidupan keluarga. Alhasil, lahirlah generasi emas yang menunjang kemajuan bangsa. Semua itu hanya akan terwujud dalam negara Islam atau Khil4f4h Rasyidah ala minhaj an- nubbuwwah.
Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]