Oleh. Eli Ermawati
(Pembelajar)
CemerlangMedia.Com — Banyak orang yang nekat menjual ginjalnya demi mendapatkan sejumlah uang, nyatanya bukan hanya cerita mengerikan yang mengiang di telinga.
Beberapa waktu lalu terungkap kasus sindikat perdagangan ginjal lintas negara di Kecamatan Tarumajaya Bekasi, 12 orang ditetapkan menjadi tersangka. Dua di antaranya adalah petugas imigrasi dan oknum polisi, sembilan orang lainnya merupakan mantan pendonor. Sementara satu tersangka lainnya bagian dari sindikat luar negeri yang menghubungkan dengan salah satu rumah sakit di Kamboja (suarajakarta.id, 20-7-23).
Kasus serupa pernah terjadi di daerah Makassar, Sulawesi Selatan. Dua remaja berusia 17 tahun dan 14 tahun tega membunuh seorang anak berusia 11 tahun. Usut punya usut pelaku mengajak korban untuk membersihkan rumahnya dengan memberi imbalan uang. Namun, setelahnya korban tak kunjung kembali hingga ditemukan dalam kondisi tewas. Fakta yang cukup mencengangkan adalah pelaku tega membunuh korban dengan tujuan menjual organ tubuhnya seharga miliaran rupiah di situs jual beli organ manusia. Polisi mengungkapkan adanya keterlibatan pihak lain (cnnindonesia, 10-01-23).
Sekularisme Kapitalis Sebagai Pemicu
Dalam sistem sekularisme kapitalis yang diterapkan saat ini membuat kehidupan kacau balau. Sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan membuat keimanan penganutnya melemah. Mereka memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya tidak berdasarkan hukum agama, tidak lagi mementingkan halal dan haram, bahkan mereka tidak takut dosa. Selain itu faktor ekonomi juga menjadi pemicu munculnya jalan pintas untuk menjual organ tubuh (ginjal) demi mendapatkan sejumlah uang karena sulitnya mencari pekerjaan tak seimbang dengan biaya hidup yang serba mahal. Hidup pun jauh dari kata sejahtera.
Hal ini membuktikan bahwa negara yang seharusnya menjamin kesejahteraan dan mengurusi urusan rakyatnya telah abai dari fungsinya. Membiarkan rakyatnya berjuang sendiri untuk melangsungkan kehidupannya. Bahkan oknum yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyat justru malah memuluskan tindak kejahatan. Hal ini juga bisa terjadi karena hukuman yang berlaku tidak membuat jera para pelaku, buktinya banyak kasus serupa yang terulang.
Bagaimana Islam Memandang?
Islam melarang adanya praktik perdagangan organ tubuh manusia. Menurut sebagian ulama, haram hukumnya. Syekh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri adalah salah satu ulama yang mengharamkan penjualan organ manusia. Dalam kitab Mausu’ah Al Fiqh Al Islami disebutkan tidak boleh menjual organ tubuh manusia baik yang masih hidup atau wafat. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan dapat melalaikannya dari kewajiban agamanya.
Seseorang tidak boleh menjual, meng-hibah, atau akad lainnya milik orang lain tanpa ada izin pemiliknya. Bila tidak ada unsur terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Akan tetapi ia diharamkan menerima uangnya. Jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat karena suatu kepentingan mendesak dan ia menerima sebuah imbalan saat ia hidup atas hibahnya, maka ia boleh menerima imbalannya.
Dari penjelasan tersebut, bisa dipahami betapa mulianya diri manusia, baik ruh maupun jasadnya yang masih hidup atau setelah meninggal dunia.
Hal ini tertuang dalam QS Al-Isra: 70,
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa Allah Swt. menciptakan manusia dengan banyak kelebihan dibanding makhluk Allah lainnya sehingga wajib disyukuri dan menjaganya dengan baik.
Solusi Alternatif dengan Sistem Islam
Dari banyaknya kasus yang ada, merupakan sebuah alarm bahwa kondisi umat hari ini sedang tidak baik-baik. Selain faktor ekonomi atau secara terpaksa, menjual organ tubuhnya sebagian besar adalah pelaku kejahatan yang patut diwaspadai.
Tentu berbeda hal dengan kehidupan yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam naungan Daulah Islam, negara menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga negaranya. Negara mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk mengokohkan keimanan dan ketakwaan setiap individu masyarakat. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, menyediakan lapangan pekerjaan dengan gaji yang mencukupi kebutuhan hidup. Menjamin pendidikan dan kesehatan secara gratis dan tetap berkualitas. Dengan kuatnya keimanan dan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat oleh negara, maka hal ini akan memperkecil terjadinya tindak kejahatan seperti kasus di atas dan rakyat tidak akan berpikir untuk menjual organ tubuhnya demi mendapatkan uang.
Demikianlah, negara menentukan apakah masyarakatnya bisa hidup sejahtera, terhindar dari kejahatan, mendapat perlindungan, dan terjamin keamanan harta dan darahnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya syariat Islam menjadi aturan dan sumber penyelesaian masalah baik dalam keluarga, masyarakat, ataupun negara. Sebagaimana firman Allah Swt., “Putuskan hukum di antara mereka berdasarkan apa (wahyu) yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka untuk meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS Al-Maidah: 48)
Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]