Oleh: Anita Ummu Taqillah
(Komunitas Menulis Setajam Pena)
“Dalam sistem Islam, negara wajib menjamin kebutuhan seluruh warganya, mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta keamanan. Perlindungan terhadap anak merupakan bagian dalam pemberian jaminan keamanan.”
CemerlangMedia.Com — Anak adalah amanah yang harus dijaga, dibina, dan dilindungi. Sebab, anak masih lemah secara fisik maupun akalnya sehingga belum mampu menjaga dirinya sendiri. Butuh peran penting orang tua, masyarakat, dan negara untuk mampu secara maksimal mewujudkan itu semua.
Namun sayang, di zaman seperti sekarang, justru muncul berbagai permasalahan yang menimpa anak-anak, mulai dari perundungan, penganiayaan, hingga pel*cehan pun dialami banyak anak di luar sana. Bahkan, tidak sedikit kasus pembvnvhan terhadap anak juga kian marak.
Sistem Kapitalisme Gagal Melindungi Generasi
Dilansir kabar24.bisnis.com (23-6-2024), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang membeberkan kronologi dugaan kasus penganiayaan AM (13) oleh oknum polisi hingga tewas di Kuranji, Sumatra Barat. Direktur LBH Padang, Indira Suryani menyampaikan bahwa berdasarkan hasil investigasi dan penemuan jasadnya, korban AM ditemukan dengan kondisi luka lebam di bagian pinggang sebelah kiri, punggung, pergelangan tangan dan siku, pipi kiri membiru, dan luka yang mengeluarkan darah di kepala bagian belakang dekat telinga.
Hasil outopsi dari Rumah Sakit Bhayangkara menyimpulkan bahwa AM meninggal akibat 6 tulang rusuk patah dan robek di paru-paru. LBH Padang juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah temuan bahwa AM dan korban lainnya dituduh melakukan tawuran menurut dugaan Tim Sabhara Polda Sumbar. Dugaan penganiayaan dilakukan terhadap lima orang anak dan dua orang dewasa berumur 18 tahun.
Di tempat lain, Polisi mengeklaim tersangka dalam kasus penc4bulan siswi sekolah dasar (SD) berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilakukan oleh 26 orang rata-rata anak masih di bawah umur dan berstatus pelajar. Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk masih belum mau mengungkapkan identitas para tersangka (cnnindonesia.com, 23-6-2024).
Dari dua kasus di atas menunjukkan bahwa sistem kapitalisme yang diemban negeri ini telah gagal melindungi generasi. Ini bukan kali pertama, tetapi sebelumnya, kasus-kasus serupa juga banyak terjadi. Bahkan, para pelakunya banyak dari orang-orang di sekitar anak-anak itu sendiri, seperti anggota keluarganya, tetangga, guru, teman, bahkan aparat keamanan yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Hal tersebut menjadi cambuk bagi sistem pendidikan yang gagal membentuk manusia yang berakhlak mulia. Di sisi lain, aturan yang ada seolah memberi celah dan terus-menerus memicu kasus serupa. Maraknya video, tayangan, game, maupun media-media lain yang menampilkan ketelanjangan serta kekerasan, akan terus memantik naluri manusia.
Selain itu, dari sistem sanksi hukum yang diterapkan di negeri telah nyata tidak memberi efek jera sehingga kasus demi kasus terus berulang dan seolah tiada hentinya. Keberadaan kementerian khusus dengan berbagai program pun belum mampu membuktikan keberhasilannya.
Islam Menjamin Perlindungan terhadap Anak
Dalam sistem Islam, negara wajib menjamin kebutuhan seluruh warganya, mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta keamanan. Perlindungan terhadap anak merupakan bagian dalam pemberian jaminan keamanan. Untuk itu, negara tidak boleh abai dan harus memperhatikan betul tatanan syariat agar semua bisa terwujud dengan optimal.
Negara Islam akan mengondisikan tiga pilar.
Pertama, negara akan menerapkan kurikulum pendidikan sesuai syariat agar mampu membentuk kepribadian Islam dan akhlak mulia pada setiap individu. Akidah yang kuat harus dibentuk sejak dini sehingga mengantarkan individu kepada ketundukan menyeluruh terhadap syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua, negara akan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berdakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar sehingga nuansa saling peduli, saling mengingatkan, dan kasih sayang dalam kebaikan terus tumbuh dan tercipta di tengah masyarakat.
Ketiga, negara juga wajib menerapkan sistem sanksi atau hukuman sesuai dengan syariat. Ketika kasus masuk kategori zina, maka akan dicambuk atau dirajam, sebagaimana firman-Nya,
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS An-Nur: 2).
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam juga bersabda,
“Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit).
Sementara untuk kasus pembvnvhan, maka hukuman baginya adalah dengan qisas (dibunuh). Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah: 178).
Demikianlah, betapa berat sistem sanksi hukum dalam Islam. Jika ini diterapkan, tentu akan mampu memberi efek jera sehingga tidak akan terjadi kasus serupa. Sebab sejatinya, hukuman dalam Islam itu bersifat jawabir (penghapus dosa bagi pelakunya) dan zawajir (memberi efek jera bagi yang lainnya). Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]