Oleh: Deny Rahma
(Komunitas Setajam Pena)
“Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya, termasuk mewujudkan kesejahteraan hidup serta pendidikan dan berkomitmen dalam mengemban seluruh aturan, termasuk pendidikan.”
CemerlangMedia.Com — Pinjaman online atau lebih masyhur disebut pinjol adalah fasilitas yang disediakan oleh suatu platform badan jasa yang dilakukan secara daring. Pinjaman ini sangatlah mudah untuk didapatkan karena tidak membutuhkan jaminan sama sekali. Tidak heran jika banyak masyarakat yang tergiur karena pinjaman online ini sangat mudah didapatkan, padahal ada beberapa fakta yang kurang baik terhadap pinjaman online ini.
Inovasi Membuat Rugi
Terciptanya inovasi baru terhadap peminjaman uang, membuat sebagian masyarakat yang memiliki modal besar ikut terjun di dalamnya. Tidak jarang, banyak pinjol yang merugikan masyakarat karena suku bunga yang diberikan terbilang tinggi melebihi batas yang ditetapkan oleh undang-undang.
Pemberian syarat, peraturan, serta ketentuannya yang kurang transparan, mengakibatkan kesalahpahaman dan berujung penipuan bagi peminjam. Begitu pula cara penagihannya, dilakukan secara agresif, intimidasi, hingga menyebarkan data pribadi peminjam.
Namun, pemerintah malah menyarankan mahasiswa untuk melakukan pinjaman online guna membayar biaya kuliah mereka, padahal dari fakta tersebut terlihat jelas bahwa pinjaman online sangatlah merugikan nasabahnya. Muhadjir Effendi selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PKM) menerangkang bahwa sistem pinjol yang dilakukan melalui perusahaan lending adalah bentuk dari inovasi teknologi dan menjadi peluang bagus meski ada konotasi negatif (Tirto.id, 03-07-2024).
Pinjol Bukan Solusi
Terlepas dari beberapa fakta buruk pinjol, tidak seharusnya pemerintah memberikan solusi kepada masyarakatnya untuk berutang. Apalagi pendidikan adalah tanggung jawab negara, yang seharusnya diurus, diayomi, serta dipermudah dalam setiap prosesnya. Bahkan, tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar alinea 4 yang seharusnya diwujudkan.
Dari pernyataan menteri tersebut menegaskan bahwa sikapnya menujukkan rusaknya paradigma. Sikap menteri juga menujukkan bahwa negara telah abai terhadap kesejahteraan rakyatnya. Bagaimana tidak, biaya pendidikan yang seharusnya diringankan oleh negara, tetapi nyatanya malah menjerumuskan ke dalam lubang hitam. Biaya UKT yang mahal tidak serta merta menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam menangani masalah pendidikan sehingga pernyataan-pernyataan yang kurang relevan terlontar begitu saja, seolah tanpa ilmu.
Dari hari ke hari dijumpai fakta bahwa pemerintah tidak dapat mengambil solusi dalam menuntaskan setiap masalah. Sebaliknya, masalah demi masalah banyak timbul akhir-akhir ini dan solusi yang mereka tawarkan terbilang lucu dan di luar nalar.
Hal ini karena negara mengadaptasi sistem sekularisme kapitalisme, hanya keuntungan yang mereka incar, tanpa memandang kerugian yang ditimbulkan. Tidak heran jika pemerintah mendukung pengusaha pinjol yang jelas menghantarkan kerusakan bagi masyarakat.
Negara juga terkesan lepas tanggung jawab dalam mencapai tujuan pendidikan. Di sisi lain, juga menggambarkan pragmatisme akibat kemiskinan, kerusakan dalam masyarakat, serta gagalnya negara menyejahterakan rakyat.
Solusi Islam
Sementara Islam mempunyai solusi untuk menuntaskan segala masalah yang timbul di dalam kehidupan. Ini karena Islam memiliki aturan dan cara pandang hidup yang berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta.
Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya, termasuk mewujudkan kesejahteraan hidup serta pendidikan dan berkomitmen dalam mengemban seluruh aturan, termasuk pendidikan. Pentingnya pendidikan dalam Islam juga diterangkan dalam hadis.
Tholabul imli faridhotun ala kulli muslim.
Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR Muslim).
Oleh karenanya, tidak relewan jika pejabat negara yang notabene adalah wakil dari negara menyarankan untuk melakukan pinjol yang sudah jelas diharamkan dalam Islam. Ya, pinjol adalah haram karena memberikan bunga tertentu kepada nasabahnya. Sementara dalam Islam, riba sangat dimurkai dan diperangi Allah Swt. dan Rasul-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah 278-280).
Di dalam Islam, pejabat adalah teladan bagi umat. Ia juga pemimpin yang senantiasa menerapkan dan taat kepada syariat Islam.
Negara dengan mabda Islam juga akan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Negara akan memanfaatkan teknologi sesuai dengan peruntukannya, tanpa melanggar syariat Islam.
Negara akan menjadi pendukung, pengedukasi, dan juga pengawas bagi penerapan teknologi yang akan beredar di masyarakat. Tidak akan terjadi tumpang tindih kepentingan dalam Islam, yang ada hanyalah ketaatan untuk meraih rida Allah Swt.. [CM/NA]