Pinjol Merugikan, Negara Malah Memberi Jalan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Novianti

“Peliknya persoalan dana pendidikan tinggi saat ini seharusnya mendorong umat agar mulai berpikir untuk menerapkan sistem Islam. Inilah satu-satunya alternatif yang memiliki solusi secara menyeluruh dan terintegrasi bagi persoalan pendidikan.”


CemerlangMedia.Com — Miris! Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy memberikan usulan kepada mahasiswa untuk mencari dana lewat pinjaman online (pinjol) dalam bentuk student loan. Hal ini ia ungkapkan saat merespons desakan DPR agar menggaet BUMN untuk memberikan bantuan biaya kuliah bagi mahasiswa yang membutuhkan (cnnindonesia.com, 03-07-2024).

Pernyataan Menko PMK ini sangat disayangkan karena jelas kedudukan pinjol adalah haram. Meski legal dan proses pencairan dananya yang mudah, tidak lantas mengubah status pinjol. Tingkat gagal bayar pinjaman bayarnya juga tinggi.

Berdasarkan data yang dirilis katadataco.id (24-10-2023), kelompok mahasiswa memiliki nilai akumulasi gagal bayar tertinggi, selain para pekerja. Jumlahnya mencapai Rp602,69 miliar dan berkontribusi sekitar 39,38% dari total kredit macet pinjol nasional.

Anggaran Pendidikan

Jika dilihat dari jumlah, alokasi anggaran pendidikan cukup besar, yaitu 20% sejak 2009. Meski lebih kecil dibandingkan negara lain, seperti Malaysia atau Vietnam, tetapi termasuk negara dengan belanja publik untuk pendidikan terbesar di Asia.

Bahkan, pada 2024 ini meningkat cukup besar dari 2023, yakni Rp503,8 trilliun menjadi Rp665,02 trilliun. Lalu, mengapa anggaran tersebut tidak bisa dialokasikan untuk membantu mahasiswa?

Ternyata tidak semua anggaran pendidikan dikelola Kemendikbudristek. Sebagian besar ditransfer ke daerah dan dana desa, yaitu sekitar Rp346 trilliun.

Sementara yang lainnya adalah untuk pengeluaran pembiayaan Rp77 triliun, Kemenag Rp62 trilliun, Kementerian atau lembaga lain Rp12 triliun, dan anggaran pendidikan pada belanja non kementerian/lembaga Rp47 triliun. Kemendikbudristek hanya mengelola Rp98.9 trilliun dari anggaran pendidikan yang dialokasikan negara.

Pendidikan tinggi memperoleh Rp38 triliun, termasuk di dalamnya diperuntukkan bagi tunjangan dosen, Kartu Indonesia Pintar (KIP), penelitian, dan pengembangan sarana prasarana. Tentu jumlah tersebut terbilang sangat minim dan jauh dari cukup untuk membiayai kebutuhan.

Di sisi lain, perguruan tinggi terus didorong memberikan layanan pendidikan berkualitas dunia. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Permendikbudristek No. 2/2024 yang di dalamnya memberikan kewenangan kepada setiap PTN untuk menentukan tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT) masing-masing dengan nominal yang ditetapkan setiap program studi. Alhasil, banyak calon mahasiswa terpaksa harus mengubur mimpi karena tidak sanggup membayar UKT.

Liberalisasi Pendidikan

Pejabat Kemebdikbudristek Ir. Suharti, M.A., Ph.D. saat rapat dengan DPR pada (21-5-2024) menyampaikan bahwa setiap tahun, jumlah bantuan pemerintah bagi beasiswa perguruan tinggi makin meningkat dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Pada 2023, jumlah anggaran mencapai Rp11,7 triliun untuk 893.005 mahasiswa.

Sementara pada 2024 mencapai Rp13,9 triliun untuk 985.577 mahasiswa. Suharti menegaskan, dari sisi pengelolaan pun lebih baik karena dilakukan dengan pendekatan majemuk, menyesuaikan dengan tempat tinggal mahasiswa, dan akreditasi PTN.

Jumlah mahasiswa yang masuk dalam kelompok UKT 8-9 sangat kecil dibandingkan dengan yang mahasiswa yang menempati kelompok menengah ke bawah. Jika dihitung berdasarkan persentase, hanya 3,7% dari keseluruhan populasi mahasiswa baru yang masuk dalam kelompok UKT tinggi (kelompok 8-12) dan proporsi ini menurun dari 2023 yang mencapai 5,9%. Sebagian besar, yakni 67,1% berada pada kelompok menengah (kelompok 3-7), 29,2% berada dalam kelompok 1-2 dan KIP. Jumlah kelompok 1-2 meningkat dari 2023 yang hanya sebesar 24,4%.

Faktanya, banyak kelompok masyarakat yang tidak dikategorikan sebagai kelompok miskin, tetapi kesanggupannya di UKT kelompok 1-2. Mereka pun tidak bisa mengajukan banding UKT, sebagai contoh anak dari orang tua yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.

Makin mahalnya biaya pendidikan tinggi memang menjadi konsekuensi ketika pada 2000 ada empat PTN berubah status menjadi berbentuk BHMN (Badan Hukum Milik Negara), yaitu UI, UGM, IPB, dan ITB. Dengan status PTN BHMN, pendidikan tinggi memiliki otonomi penuh dalam mengelola anggaran rumah tangga dan keuangan.

Sempat dibatalkan melalui PP No. 66/2010 yang mengembalikan status perguruan tinggi BHMN menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Akan tetapi, begitu UU No. 12/2012 tentang pendidikan tinggi diterbitkan dan berlaku, seluruh perguruan tinggi eks BHMN, termasuk yang telah berubah menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah, ditetapkan sebagai perguruan tinggi negeri badan hukum atau PTN-BH.

Dengan pemberlakuan UU PTN-BH, negara makin memangkas anggaran biaya pendidikan tinggi. PTN harus mencari sumber dana sendiri untuk menutupi kekurangan biaya. PTN menjadi dilema, UKT naik, masyarakat resah, tidak naik, perguruan tinggi makin susah. PTN sebagai lembaga pendidikan murni, berganti merangkap sebagai lembaga bisnis.

PTN menerapkan tawaran konsep sistem kapitalisme triple helix, yaitu sinergitas unsur pemerintah, pendidikan, dan industri dalam memberikan layanan pendidikan. Di antara ketiga unsur, industri akan dominan di tengah makin tergerusnya peranan negara. Perguruan tinggi kehilangan idealisme dan berubah menjadi lembaga komersial untuk melayani kebutuhan industri.

Ini karena perguruan tinggi mati gaya menghadapi pemerintah yang makin berlepas tangan terhadap tanggung jawab pendidikan. Bukan memberi solusi, malah pejabatnya menganjurkan mahasiswanya mencari pinjaman lewat pinjo jika kesulitan membayar biaya kuliah, padahal sudah jelas dalam surah Al-Baqarah ayat 275,

”Allah menghalalkan jual beli dan dan mengharamkan riba.”

Dalam sistem kapitalisme, pejabat sudah kehilangan welas asih dan empati pada nasib dan masa depan rakyatnya. Mereka tidak pernah memosisikan dirinya sebagai pelayan rakyat. Mereka yang masih memiliki nurani pun tergilas karena simbiosis yang kuat antara penguasa dan pengusaha kapitalis oligarki.

Pendidikan dalam Islam

Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan dasar kolektif yang menjadi kewajiban negara dalam penyelenggaraannya. Negara harus mengusahakan agar semua lapisan masyarakat dapat mengakses pendidikan tanpa ada diskriminasi, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Pendidikan membutuhkan sumber dana yang besar. Ini bisa dipenuhi karena pemasukan negara yang tersimpan di kas baitulmal. Dana ini berasal dari banyak sumber, yakni dari jizyah, kharaj, fai, ghanimah, pengelolaan SDM, dan lainnya.

Sekiranya pada suatu kondisi baitulmal tidak cukup, negara mendorong kaum muslim menginfakkan hartanya. Jika upaya ini pun belum cukup, barulah kewajiban beralih ke pundak orang-orang kaya di antara kaum muslimin. Ini pun tidak permanen. Ketika sudah mampu, negara akan mengambil alih kembali seluruh tanggung jawabnya.

Peliknya persoalan dana pendidikan tinggi saat ini seharusnya mendorong umat Islam mulai berpikir untuk menerapkan sistem Islam. Inilah satu-satunya alternatif yang memiliki solusi secara menyeluruh dan terintegrasi bagi persoalan pendidikan.

Dengan penerapan sistem Islam, perguruan tinggi tidak akan was-was, melainkan fokus pada fungsi utamanya, yaitu mencerdaskan kehidupan rakyat agar fitrahnya terjaga dan mengembangkan potensi untuk meluaskan manfaat. Wallahu a’lam [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *