Oleh: Dian Safitri
CemerlangMedia.Com — Masalah kelangkaan pupuk bukan hal yang baru menimpa para petani. Komisi IV DPR menyoroti perbedaan alokasi dan realisasi kontrak pupuk bersubsidi antara Kementerian Pertanian dan PT pupuk Indonesia. Ia menduga kondisi itu menjadi penyebab kelangkaan pupuk subsidi. Kementan mengalokasikan pupuk subsidi sebanyak 7,85 juta ton pada 2023. Namun, dalam kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan pupuk Indonesia, realisasinya hanya 6,68 juta ton (www.cnnindonesia.com, 30-08-2023).
Dalam mengatasi kelangkaan pupuk, pemerintah mengalokasikan dana subsidi pupuk sekitar 26 triliunan rupiah. Dalam RAPBN 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran ketahanan pangan sekitar 108 triliun rupiah. Jumlah tersebut dialokasikan 14 triliun untuk Kementerian Pertanian, 400 triliunan rupiah untuk badan nasional, dan 26 triliun untuk subsidi pupuk.
Persoalan Sistem
Persoalan pupuk langka tidak bisa dihindari karena penyalurannya tidak bisa dilepaskan dari sistem apa yang mengaturnya. Artinya penyediaan pupuk ini tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan ekonomi negara yang mengemban sistem ekonomi kapitalisme, yakni membuka celah monopoli perusahaan yang pasti memiliki modal besar. Praktik monopoli pendistribusian pupuk bersubsidi adalah sesuatu yang lumrah dilakukan para pemilik modal di sistem fasad ini sehingga para petani kecil harus merasakan kesengsaraan dan kerugian karena ulah mereka. Petani harus membeli pupuk dengan harga mahal, tetapi ketika musim panen tiba, harga panen justru menjadi anjlok. Begitulah watak asli kapitalisme, mencekik rakyat kecil.
Sistem Islam
Sangat berbeda dengan perlakuan negara yang menerapkan sistem Islam dalam kehidupan. Sebagai negara yang menerapkan Islam secara kafah, sudah pasti negara akan mengurus para petani sesuai tuntunan syariat, bukan dengan paradigma monopoli sebagaimana hari ini. Islam memberikan perhatian yang besar di bidang pertanian karena bidang ini sangat dibutuhkan umat manusia dan hewan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Bahkan Islam memberikan dorongan ruhiah besar untuk bertani dan berladang.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Tidaklah seorang muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah.” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad).
Negara wajib menjamin pemenuhan pangan bagi seluruh individu rakyat, negara juga memiliki tanggung jawab mendorong produksi pertanian berjalan maksimal. Dorongan ini direalisasikan dengan memaksimalkan produktivitas lahan pertanian. Selain itu, negara akan memberi bantuan atau berbagai macam sarana produksi pertanian dan membangun infrastruktur pendukung pertanian. Tidak hanya itu, negara juga akan menyediakan dan memberikan subsidi pupuk gratis kepada para petani agar mereka bisa mengelola lahannya dengan maksimal.
Urusan pertanian dalam sistem Islam masuk dalam Departemen Kemaslahatan Ummat Biro Pertanian yang bertugas membantu negara untuk menangani secara teknis kebutuhan-kebutuhan umat. Untuk itu, mereka yang bertugas ini harus amanah dan negara akan memastikan itu sehingga tidak akan ada keculasan dan kecurangan sebagaimana yang marak terjadi di sistem kapitalisme.
Biro pertanian akan mencatat siapa saja yang membutuhkan bantuan agar distribusi pupuk dan saprotan lainnya berjalan sesuai tepat sasaran. Semua upaya ini diberikan sebagai bentuk tanggung jawab penguasa di hadapan Allah kelak, bukan untuk mencari keuntungan. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Imam (Khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Konsep seperti ini bisa direalisasikan oleh negara karena memiliki sumber keuangan yang berbasis baitulmal. Dan untuk kebutuhan pertanian seperti ini, negara akan mengalokasikan dana dari pos kepemilikan negara (baitulmal) yang berasal dari harta kharaj, fai’, usyur, ghanimah, ghulul, dan sebagainya.
Pos tersebut lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pertanian sehingga negara dan warga negaranya tidak akan dikacaukan dengan anggaran yang tidak mencukupi untuk memberi subsidi pupuk seperti yang terjadi hari ini. Adanya peran negara dan masyarakat yang teredukasi dengan benar telah tercatat oleh sejarah bahwa semua daerah pertanian di masa Daulah Islam berproduksi sepanjang tahun dengan jenis tanaman yang bervariasi. Inilah bentuk optimalisasi peran negara dalam menyejahterakan para petani dan itu hanya terjadi pada sistem terbaik Islam, yakni Khil4f4h.
Wallahu a’lam. [CM/NA]