Oleh. Sari Chanifatun
CemerlangMedia.Com — Maraknya aksi begal di Bekasi makin mengkhawatirkan masyarakat. Beritanya kian masif tersebar dan aksi pelakunya sangat barbar. Sasarannya tak pandang bulu, begal dialami seorang ibu saat ingin menjenguk anaknya di rumah sakit. Korban lain yakni seorang karyawan pabrik dengan luka bagian kepala dan tangannya yang diserang dengan sajam.
Geram dengan aksi begal yang makin brutal, seorang Kepala Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, bapak Nemin bin Sain membuat gagasan diadakan sayembara menangkap begal dengan imbalan hadiah uang tunai sebesar 10 juta. Sebab menurut Nemin, kondisi gangguan keamanan dan ketertiban di jalan sudah sangat membuat resah warga (suarabekasi.id, 29-06-2023).
Dalam pernyataannya kepada SuaraBekaci.id, Sosiolog dari Universitas Islam 45 Bekasi, Andi Sopandi berpendapat, fenomena sayembara penangkapan begal ini muncul karena kasusnya terjadi berulang-ulang tanpa dapat diatasi atau ada upaya pencegahan yang baik oleh penegak hukum, negara, maupun masyarakat.
Kondisi inilah yang menginspirasi Kades Burangkeng membuat putusan bersifat non-konformis dengan kata lain ‘hukum alam’ dengan imbalan.
Kekhawatiran yang mendalam begitu dirasakan lapisan masyarakat. Fakta keselamatan saat beraktivitas di jalan tak ada jaminan dari aparat keamanan dengan sering terjadinya kasus begal ini. Rasa kemanusiaan, kasih sayang, dan akal sehat yang dimiliki manusia menjadi makin dangkal bahkan terasa punah saat ini.
Apa yang Menjadi Sumber Masalah Kasus Ini?
Timbul pertanyaan dari kalangan masyarakat di negeri ini, negeri yang mayoritas beragama Islam. Agama yang membawa rahmat untuk seluruh alam jika hukum-hukumnya dipercayai dan dipatuhi seluruh penganutnya.
Pemahaman rusak Barat yakni sekularisme liberalisme telah menggerogoti hati umat, tak menyisakan fitrahnya sebagai seorang hamba. Membuat pemikiran dan perbuatan jauh dari hukum agama dan menumbuhkan manusia-manusia yang irasional. Kebebasan berbuat atas kepentingan individual maupun kelompok mampu menghilangkan rasa sayang pada manusia lainnya.
Bebas berlaku tanpa menilai akan membuat penderitaan bagi orang lain. Jika kebutuhannya tak terpenuhi maka dengan mudah mencari jalanan pintas serta mudah putus asa dan tak punya pegangan dalam mengarungi kehidupan.
Adakah Penyelesaian Terbaik?
Dalam Islam, ada pengajaran bagi manusia sebagai makhluk untuk berpikir dan bersandar pada hukum Allah dengan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukumnya. Fundamen hukum inilah yang disebut syariat Islam. Nilai kepatuhan pada hukum dari Sang Pencipta adalah ukuran bagi manusia dalam menempuh tujuan akhiratnya. Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala dengan tegas berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini agamanya?” (QS Al-Maidah [5]: 50)
Wajib meyakini, tunduk dan patuh pada hukum Allah sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Maidah [5] ayat 44 yang berbunyi,
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“… Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.”
Juga dalam Qur’an surah Al-Maidah [5] ayat 45, Allah berfirman,
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”
Tak ada pilihan bagi umat Islam dalam memilih dan menetapkan hukum di luar hukum Tuhannya. Terbukti hukum buatan manusia tidak menjamin keselamatan dan keamanan seluruh manusia. Sebab, hukum dibuat dengan penuh keterbatasan berpikir yang dimiliki manusia bahkan terlahir dari pemikiran yang memisahkan dari agama, itulah sekularisme.
Irasional dan keluar dari fitrah manusia bisa dihapus dengan membuang sekularisme dan mengganti dengan dasar pemikiran yang sesuai dengan fitrahnya manusia yaitu Islam. Umat hendaknya sadar untuk kembali kepada hukum Tuhannya. Karena keluar dari hukum Allah berarti telah zalim bahkan kafir.
Sistem pemerintahan juga dibangun dengan landasan Islam. Fundamen sistem pemerintahannya disandarkan pada aturan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini akan menjaga kewarasan berpikir dan berbuat, bukan saja bagi rakyatnya, tetapi juga bagi orang-orang yang diamanatkan dalam jabatan dan seluruh aspek penunjangnya seperti aparat.
Penerapan hukum Islam secara menyeluruh membutuhkan waktu dan upaya dalam mewujudkannya. Penerapannya pun mencakup tiga pilar pendukung:
Pertama, individu yang mampu menjalankan Islam secara menyeluruh merupakan fondasi pokok bagi masyarakatnya. Sebab dari individual akan terbentuk masyarakat dengan berpedoman yang sama.
Kedua, masyarakat yang terbangun dari Islam akan saling mengingatkan dalam kebaikkan, penuh rasa sayang dalam meluruskan kebenaran. Tak akan membiarkan kerusakan akhlak terjadi pada keluarga di lingkungannya.
Ketiga, pemimpin/khalifah akan menerapkan hukum-hukum dalam pemerintahan berlandas aturan Islam dan akan menjaga ketakwaan individu dan masyarakatnya.
Maka, kesinambungan dalam menerapkan hukum Islam ini mengembalikan fitrah Islam dan menciptakan kembali Islam sebagai rahmat semesta alam. Janji Allah Swt. bahwa takwa akan membuka keberkahan dari langit dan bumi sebab Allah rida atasnya. Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]