Oleh: Setiawati
Islam memiliki konsep yang luhur dalam mewujudkan perlindungan terhadap anak. Allah Swt. telah mewajibkan orang tua untuk bertanggung jawab dalam menjaga, melindungi, dan mendidik anak-anaknya. Konsekuensi dari tanggung jawab ini erat kaitannya dengan pahala dan dosa.
CemerlangMedia.Com — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauji mengutuk keras pembvnvhan dan pemerk*saan terhadap anak berinisial DGN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Ia memastikan, PPPA melanjutkan kasus tersebut sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban. Sementara itu, kasus pemerk*saan dan pelecehan s3ksual juga terjadi di Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara (Kompas.com, 17-11-2024).
Akhir-akhir ini, masyarakat sering dikejutkan oleh kabar mengenai anak-anak yang mendapatkan kekerasan, baik kekerasan fisik, seksual, bahkan di antara mereka ada yang meregang nyawa. Orang dewasa yang seharusnya menjadi sosok pelindung anak-anak, justru menjadi predator bagi anak-anak.
Akar Masalah Banyaknya Predator Anak
Kekerasan terhadap anak-anak menjadi problematika besar dan paling banyak terjadi, bahkan meluas ke berbagai belahan dunia. PBB dan negara-negara di dunia mencoba melakukan langkah perlindungan melalui undang-undang dan hukum, seperti KPAI yang dibentuk oleh pemerintah untuk melindungi anak-anak Indonesia.
Sayangnya, payung hukum tersebut tidak mampu untuk melindungi anak-anak, masih banyak anak-anak Indonesia yang mengalami kekerasan. Terlebih lagi, fakta kekerasan terhadap anak justru berasal dari orang tua, saudara, pengasuh, dan tetangga terdekat korban.
Tindakan kejahatan tidak hanya terjadi di lingkungan rumah dan sekolah, tetapi juga di tempat pengajian atau tempat menuntut ilmu agama. Komnas anak mencatat, hampir 62 persen kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan keluarga dan sekolah, selebihnya terjadi di lingkungan luar, seperti tempat belanja dan tempat bermain anak.
Adapun faktor terjadinya kekerasan terhadap anak adalah karena ketidakmampuan si pelaku untuk menahan emosi. Bahkan, kekerasan menjadi sarana untuk mengekspresikan emosi, seperti marah, frustasi, atau sedih. Penyebab lain adalah konsumsi alkohol sehingga kehilangan kesadaran dan melakukan perbuatan di luar nalar.
Tampaknya pengaruh gaya hidup sekularisme telah mendominasi pemikiran masyarakat sehingga merasa bebas sekehendak diri sendiri tanpa ada larangan. Perilaku hidup yang menjunjung tinggi kebebasan inilah yang paling mengakar kuat pada kepribadian seseorang.
Lebih lanjut, negara dalam kungkungan undang-undang buatan manusia akan memperlemah perlindungan terhadap anak. Sebab, sanksi/hukuman bagi pelaku kejahatan/pelecehan terhadap anak dan perempuan sama sekali tidak membuat jera. Di sini jelas bahwa negara dalam sekularisme tidak pernah berhasil melindungi anak.
Islam Paling Kuat Melindungi Anak
Oleh karena itu, perlu perubahan sistem, yaitu melaksanakan hukum dari Sang Pencipta alam ini, yakni sistem Islam. Di dalam ajaran Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah, tetapi juga kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk solusi bagi predator anak.
Negara akan menerapkan sistem pergaulan Islam dan perintah menutup aurat untuk menjaga pandangan yang akan membangkitkan syahwat. Bukan hanya itu, negara juga akan memberantas tayangan pornografi.
Peran orang tua juga sangat penting dalam mencegah kekerasan terhadap anak, yaitu dengan memberikan perlindungan dimulai dari lingkungan keluarga. Sebab, hubungan yang baik dalam keluarga dapat membangun kepercayaan diri anak, membantu perkembangan sosial dan emosional pada anak. Orang tua pun harus selalu meng-update pengetahuan terkait dampak kekerasan terhadap anak, memperbaiki ekonomi keluarga, dan selalu berkomunikasi dengan anak-anak tentang kegiatannya sehari-hari.
Selain peran orang tua, negara pun memiliki peran penting untuk mencegah kekerasan terhadap anak-anak, yakni dengan menerapkan sanksi kepada para pelaku. Hal tersebut diikuti dengan beberapa langkah strategis lainnya, seperti mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran rakyat.
Lebih lanjut, masyarakat sejatinya berfungsi sebagai kontrol individu di lingkungan. Masyarakat harus segera melaporkan kasus kekerasan terhadap anak kepada pihak yang berwenang agar segera ada tindakan hukum untuk si pelaku.
Masyarakat juga memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang. Untuk itu, penting adanya amar makruf nahi mungkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah terjadinya kemaksiatan sehingga tercipta suasana ketakwaan di lingkungan, sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (TQS Ali Imran: 110).
Islam memiliki konsep yang luhur dalam mewujudkan perlindungan terhadap anak. Allah Swt. telah mewajibkan orang tua untuk bertanggung jawab dalam menjaga, melindungi, dan mendidik anak-anaknya. Konsekuensi dari tanggung jawab ini erat kaitannya dengan pahala dan dosa.
Firman Allah Swt., “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu menjaga apa yang diperintahkan.” (TQS At-Tahrim: 6).
Kepala negara akan mengambil peran utama dalam menciptakan suasana yang kondusif sehingga terwujud keamanan hakiki. Penguasa menjalankan perannya berlandaskan hukum syarak, melindungi umatnya dari bahya yang datang dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian, hanya sistem Islam, yakni Khil4f4h yang mampu melindungi anak secara sempurna karena negara sebagai perisai umat. Wallaahu a’lam bisshawwab.