Oleh. Sumiyah Umi Hanifah
(Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik)
CemerlangMedia.Com — Ibadah haji adalah salah satu ibadah utama bagi seorang muslim. Tidak heran apabila banyak dari mereka yang rela menabung selama puluhan tahun agar dapat menunaikan rukun Islam yang kelima tersebut. Namun, pengorbanan dan cita-cita mulia itu terkadang harus ditebus dengan mahal. Pasalnya, banyak dari jemaah haji asal Indonesia yang mendapatkan pelayanan yang tidak layak, bahkan cenderung “ala kadarnya.”
Sebagaimana yang dikeluhkan oleh Dhea Arizona (34 tahun), salah seorang jemaah haji Indonesia 2023, asal Batam. Ia menuturkan, jatah makanan bagi jemaah haji Indonesia seringkali terlambat didistribusikan, khususnya ketika mereka sedang melaksanakan ritual puncak haji di Arafah, Muzdalifah. Keluhan lainnya adalah menu makanan yang seadanya, padahal sebelum berangkat mereka dijanjikan akan mendapatkan menu makan bercita rasa Indonesia. Namun, faktanya mereka kadang mendapatkan lauk makanan berupa daging yang sudah liat atau bahkan daging yang tidak berbumbu. Kekecewaan mereka tidak berhenti sampai disitu, mereka juga sempat terlantar selama tujuh jam tanpa diberi makan dan minum disebabkan karena armada bus yang dijadwalkan akan membawa mereka tidak kunjung datang (bbc.comindonesia, 1-7-2023).
Peristiwa miris ini sontak menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak pengguna Twitter yang sengaja memosting foto-foto makanan yang mereka dapatkan saat menjalani ritual haji di Tanah Suci. Hal ini menuai reaksi warganet yang menilai kondisi makanan para jemaah haji Indonesia tersebut sangat memprihatinkan. Mereka berujar bahwa makanan seperti itu layaknya seperti makanan anak kost atau seperti makanan untuk kucing peliharaan.
Kondisi ini membuat salah seorang Anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais angkat bicara. Beliau menyebutkan bahwa pelayanan untuk jemaah haji Indonesia sangat kacau dan berantakan. Mulai dari pendaftaran, keberangkatan, dan pelaksanaan ibadah haji itu sendiri. Belum lagi dengan permasalahan banyaknya Kelompok Terbang (Kloter) asal Indonesia yang “terpecah” dari rombongannya. Hal ini lantaran pesawat Saudi Airline yang mengangkut jemaah haji hanya berkapasitas 405 orang, sedangkan jumlah penumpang semua ada 480 orang. Dengan adanya kejadian ini, berbagai kalangan meminta pemerintah Indonesia untuk segera mengevaluasi proses pelaksanaan ibadah haji dan umrah agar peristiwa buruk ini tidak terulang kembali.
Ketua Komite Nasional (Komnas) Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengklaim bahwa terlambatnya pendistribusian makanan dan transportasi di Muzdalifah itu akibat berubahnya kebijakan pemerintah Arab Saudi. Yakni yang pada mulanya urusan haji ditangani government to government menjadi business to bussines.
Beliau mengaku, pihaknya telah melayangkan protes keras terhadap “Motawif Pilgrima for South Asean Countries Co” atau “Mashtaiq”, yaitu perusahaan penyedia layanan konsumsi, akomodasi, dan transportasi bagi jemaah haji asal Asia Tenggara, yang mana perusahaan besar ini bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi.
Permasalahan seputar haji di Indonesia dari tahun ke tahun seperti tidak pernah selesai. Mulai dari ongkos naik haji yang terus melonjak naik, sulitnya mendapatkan kuota haji, hingga batas waktu antrian untuk pelaksanaan ibadah haji yang semakin lama. Hal ini layak dipertanyakan, mengingat rakyat Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim.
Para calon jemaah haji adalah tamu Allah Swt. yang harus dihormati dan layak mendapatkan pelayanan terbaik. Oleh karenanya, persoalan pelayanan publik terkait penyelenggaraan ibadah haji seharusnya mampu ditangani dengan baik oleh pemerintah. Kedepannya perlu adanya mitigasi agar peristiwa kelam yang dialami sebagian jemaah haji Indonesia tidak terulang lagi.
Bagaimanapun, pihak penyelenggara haji nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan manusia dan di hadapan Allah Azza wa Jalla. Dalam hal ini, seorang pemimpin negara sebagai pucuk kepemimpinan tertinggi turut bertanggung jawab atas segala persoalan umat (rakyat). Ajaran Islam menjelaskan bahwa seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya.
Sabda Rasulullah saw.,
“Seorang pemimpin (imam) adalah pengurus rakyatnya dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari)
Bagaimanapun, pemerintah tidak boleh berlepas tangan dan menyerahkan urusan haji kepada pihak swasta. Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, hampir semua urusan umat diserahkan kepada pihak swasta. Sedangkan pihak swasta bekerja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, bukan mewujudkan kemaslahatan bagi umat. Urusan penyelenggaraan ibadah haji seharusnya ditangani langsung oleh negara. Inilah bukti bahwa sistem kapitalisme hanya melahirkan manusia-manusia individualis, hedonis, yang sekuler. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya, tidak peduli dengan nasib para jemaah haji yang terlantar di negeri orang. Seseorang yang diamanahi menjadi pemimpin suatu umat memiliki kewajiban mengawasi dan mengawal jalannya proses penyelenggaraan haji. Yang mana pelaksanaannya sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. dan para sahabat, termasuk oleh para khalifah.
Pada masa tahun pertama kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau mengutus Abdurrahman bin Auf yang menjadi “Amiruhaj” atau pemimpin rombongan haji. Baru setelah sepuluh tahun menjadi khalifah, Sang Amirul Mukminin (sebutan bagi Khalifah Umar bin Khattab) yang memimpin jemaah haji sendiri. Setiap khalifah pada masa penerapan sistem Islam selalu berusaha untuk memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi warga negaranya termasuk dalam urusan pelaksanaan ibadah haji.
Hal dibuktikan dengan adanya proyek pembangunan jalur kereta api Hejaz yang melintas dari Damaskus melalui Amman dan sampai ke Madinah. Proyek besar ini dibangun pada masa kekhalifahan Turki Usmani yaitu oleh Sultan Abdul Hamid 2 pada 1840 M. Namun, baru terealisasi pembangunannya secara real pada 1908 M. Tujuan pembangunan jalur kereta api ini sebagai bagian dari program Pan Islamisme sekaligus untuk memudahkan dan meningkatkan pelayanan kepada para calon jemaah haji.
Bukti lainnya yaitu pada masa kekhalifahan Al-Mahdi. Beliau membangun penginapan-penginapan di sepanjang rute perjalanan ke Makkah. Beliau juga memerintahkan untuk menggali sumur-sumur, membangun tempat pemandian umum di setiap mata air yang ada, membangun bak-bak yang kemudian diisi dengan air untuk kebutuhan para kafilah yang melewati rute tersebut. Semua disediakan oleh khalifah secara gratis, yang dananya diambil dari baitulmal.
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Seluruh aturannya bersumber dari Allah Swt., yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak ada hukum atau peraturan lain yang lebih baik daripada aturan Islam. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya memerintah dengan mengadopsi sistem Islam, bukan sistem yang lain. Sistem kapitalisme yang sekuler ini sudah terbukti gagal menjadi pengayom umat. Terbukti tidak mampu mengatasi berbagai persoalan umat, termasuk urusan penyelenggaraan ibadah haji. Dengan kata lain, kapitalisme adalah biang keladi semrawutnya ibadah haji di Tanah Suci. Sudah saatnya kembali kepada aturan Illahi, agar negeri ini menjadi negeri yang diberkahi. Wallahu a’lam bissawab [CM/NA]