Oleh: Endang Widayati
Terpenuhinya kebutuhan gizi merupakan salah satu dari sekian banyak kewajiban negara yang harus diperhatikan dan dijalankan. Pelaksanaan MBG oleh negara Islam tidak akan bertumpu pada aspek teknis saja, melainkan pada aspek sistemis dalam rangka memenuhi segala urusan umat.
CemerlangMedia.Com — Program MBG telah dilaksanakan di beberapa kota dan sekolah. Namun, program yang baru berjalan ini tengah menuai permasalahan, di antaranya adalah pendanaan yang membengkak.
Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun. Badan Gizi Negara (BGN) mengusulkan penambahan anggaran sebesar Rp100 triliun pada September 2025 dan akan terus bertambah menjadi 400T hingga tahun depan (rri.co.id, 27-01-2025). Selain masalah pendanaan, permasalahan yang timbul adalah kasus keracunan yang menimpa 40 siswa di SDN 3 Sukoharjo beberapa waktu lalu setelah menyantap makanan bergizi gratis (tirto.id, 17-01-2025).
Sungguh miris kondisi yang telah menyelimuti rakyat saat ini. Kebutuhan akan makanan yang bernutrisi dan bergizi seakan menjadi barang mahal yang harus dikejar dengan berkeringat darah.
Janji Tinggallah Janji
Program MBG yang menjadi andalan pemerintah sebagai upaya mencegah stunting menghadapi banyak polemik. Semua pihak perlu menyadari bahwa program ini telah cacat sejak awal. Tidak dimungkiri juga bahwa program MBG ini hanyalah menjadi penggugur kewajiban atas janji kampanye pada pilpres lalu. Oleh karenanya, program ini harus direalisasikan agar masyarakat teryakinkan dan bukan isapan jempol belaka.
Begitulah kondisi yang terjadi di setiap pergantian pemimpin. Realisasi program yang dijanjikan dapat melanggengkan kepercayaan dari rakyat. Di saat itulah, rakyat akan terus mendukung dan menaruh harapan kepada pemerintah. Namun, di sisi lain, tidak sedikit rakyat yang telah jengah dan meragukan janji kampanye yang direalisasikan oleh pemerintah.
Terlebih lagi antara janji dan realisasi yang terjadi di lapangan sangat berbeda. Program MBG yang sedang berjalan ini adalah contoh riil dari kondisi yang bertentangan tersebut. MBG yang digadang-gadang akan bisa meningkatkan perekonomian UMKM, nyatanya tidak demikian.
Kebijakan MBG ini pun terlihat populis karena seakan-akan mengedepankan kepentingan rakyat, tetapi sebenarnya hanya mengedepankan kepentingan ekonomi segelintir orang saja. Pihak yang perekonomiannya meningkat justru para pengusaha besar alias mereka yang diuntungkan.
Konsep keuntungan yang ingin diperoleh ini menjadi bukti bahwa negara tidak benar-benar mengurusi kebutuhan rakyatnya. Hal itu wajar terjadi di sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem yang berpijak pada modal akan mengantarkan pada hubungan untung-rugi. Sebuah hubungan yang terjadi antara pengusaha dan konsumen ini diterapkan oleh negara terhadap rakyatnya, padahal negara bukanlah sebuah perusahaan yang berorientasi pada profit.
Negara seharusnya menjadi pelindung, pengayom, dan mampu memenuhi setiap kebutuhan rakyatnya dengan baik. Negara harus benar-benar memperhatikan kondisi setiap rakyatnya kapan pun. Namun, hal ini tidak akan terjadi pada negara yang menerapkan sistem kapitalisme.
Janji tinggallah janji. Pemenuhan gizi rakyat berada pada ambang ketidakpastian, menunggu keseriusan pemerintah dalam menyediakannya dengan optimal.
Islam Menjamin Kebutuhan Gizi
Terpenuhinya kebutuhan gizi merupakan salah satu dari sekian banyak kewajiban negara yang harus diperhatikan dan dijalankan. Pelaksanaan MBG oleh negara Islam tidak akan bertumpu pada aspek teknis saja, melainkan pada aspek sistemis dalam rangka memenuhi segala urusan umat.
Negara Islam wajib memenuhi kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, dan papan. Negara Islam akan menempuh berbagai cara agar distribusi harta kepada rakyat dapat terlaksana merata secara orang per orang, termasuk upaya negara dalam pemenuhan gizi rakyatnya.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam menyatakan bahwa dalam rangka terwujudnya kesejahteraan umum, negara akan fokus pada aspek distribusi harta kepada individu rakyat dengan cara menyediakan lapangan kerja, mengelola harta milik umum (berupa pertambangan, air, hutan dan lainnya). Seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk kepentingan umum.
Dalam hal pencegahan stunting, negara Islam akan menjamin bahan dan produk pangan yang ada adalah yang halal, tayib, serta berkualitas terbaik. Para pakar akan dilibatkan dalam pembuatan kebijakan, baik terkait pemenuhan gizi, pencegahan stunting, serta dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan negara.
Negara Islam pun memiliki sumber pemasukan dana yang besar dari berbagai sumber. Dana itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat seluruhnya tanpa ada yang tertinggal. Negara juga sangat memperhatikan asupan gizi rakyatnya.
Hal ini terbukti dengan adanya penemuan-penemuan dari ilmuwan muslim tentang makanan bergizi. Bahkan, penemuan ilmuwan muslim di bidang makanan ini menjadi rujukan bagi bangsa-bangsa lain. Salah satu ilmuwan tersebut adalah Ibnu Zuhr dalam kitabnya yang berjudul al-Aghdia wa al-adwya (Nutrisi dan Pengobatan). Kitab ini menjelaskan tentang beragam jenis makanan bergizi, obat-obatan, serta dampaknya bagi kesehatan. Wallahualam. [CM/NA]