Oleh: Nunik Umma Fayha
“Umat Islam sebagai pemegang syariat tidak boleh lengah sedikit pun. Jangan terperdaya dengan stigma agama kuno dan tidak lagi relevan. Sebab, sesungguhnya Allah memberikan Al-Qur’an sebagai huddallinnas, yaitu petunjuk bagi manusia.”
CemerlangMedia.Com — Beberapa waktu lalu ramai, lima orang pemuda yang mengaku bukan demonstran, tetapi filsuf agamawan dengan penuh kebanggaan menghadiri undangan ke negeri Zionis Isra3l, bertemu presiden pembantai umat Palestina di istananya (cordovamediaid, 15-07-2024). Lima tokoh pemuda berafiliasi NU, diwakili akun Instagram yang kini sudah dikunci di @zenmaarif, menyebut, “Alih-alih demonstrasi di jalanan dan melakukan boikot, kami lebih suka berdiskusi dan mengungkap gagasan.”
Unggahan kegiatan para pemuda NU ini wajar membuat gerah PBNU dan warga Nahdliyin. Sebab, apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan sikap organisasi yang berdiri bersama Palestina dan mengecam agresi militer di Palestina (ketik.co.id, 15-07-2024).
Savic Ali, Ketua PBNU, menyesalkan bertandangnya kelima pemuda tersebut menemui Herzog, Presiden Isra3l. Senada dengan PBNU, Presidium Nasional BEM PTNU se-Nusantara Achmad Baha’ur Rifqi dalam keterangannya, Senin (15-7-2024) menyampaikan kepada news.detik.com bahwa kunjungan ini memalukan dan mencederai muka umat Islam.
Proyek Lama
Bukan mau menyematkan julukan, tetapi apa yang terjadi dengan pertemuan di Tel Aviv itu pasti ada sebabnya. Kelima pemuda itu tidak akan ‘bangga’ menjadi bagian tamu undangan apabila mereka tidak melihat sejarah. Bahkan, hal ini jelas disampaikan dalam speech Zainul Maarif seperti dirilis di akun Ig @zenmaarif dengan menyebut tokoh pendahulunya yang berhubungan baik dengan Shimon Peres, Presiden ke-9 Isra3l.
Ternyata undangan berkunjung bagi WNI ke Isra3l sudah lama terjadi. Mereka mengundang jurnalis, tokoh NGO, politisi, dan para opinion leader, baik lewat jalur pemerintah maupun lembaga think tank pendukung. Mereka membuat propaganda perang informasi untuk menegakkan kedaulatan Isra3l.
Di sana mereka diajak melakukan perjalanan yang sejatinya propaganda trip ke Westbank dan wilayah yang berbatasan dengan Gaza untuk menunjukkan bekas-bekas ‘serangan Hamas’ yang dijadikan dalih mereka menyerang Gaza sampai saat ini (deduktif.id, 25-04-2024). Mereka menyempitkan masalah bahwa perang yang terjadi adalah konflik antara Hamas dengan Isra3l.
Ghazwul Fikr
Perang pemikiran atau disebut juga ghazwul fikr, adalah proyek yang dimulai sejak masa kekhalifahan. Dalam kitab Ad Dawlah karya Syekh Taqiyuddin disebutkan, lemahnya pemikiran Islam dimulai sejak pintu ijtihad ditutup oleh sebagian ulama mulai abad ke-5 Hijriyah.
Menurut Dr. drh. Adian Husaini, Ph.D. Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), ghazwul fikr atau invasi pemikiran sudah lama ada, hanya modusnya yang berubah. Saking halusnya modus invasi, para cendekiawan muslim banyak yang tidak menyadari dan malah menjadi pendukungnya. Banyak yang terjebak pemahaman bahwa pemikiran ala Barat adalah terbaik (republika.co.id, 19-09-2014).
Parahnya, sampai pada titik menyalahkan dan menganggap syariat Islam tidak relevan lagi. Rekontekstualisasi digaungkan dengan gagah. Segala yang tidak sesuai pemahaman Barat adalah out of date bagi mereka sehingga harus mendapat representasi ulang.
Mereka dijejali perasaan inferior dan menganggap semua paham Barat baik dan benar, sebab telah membawa kemajuan di tempat asalnya. Salah satu cirinya, suka menggunakan istilah-istilah asing sebagai penanda posisi diri tinggi.
Syekh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimîn rahimahullah dalam almanhaj.or.id membahas ghazwul fikr ini dan menyebut bahwa Islam bisa terhapus dari kalbu mereka secara keseluruhan. Sungguh musibah besar.
Melawan Ghazwul Fikri
Ghazwul Fikri lebih berbahaya dibanding perang fisik. Modalnya sedikit, tetapi daya rusaknya masif. Sebab, yang dirusak adalah pemikiran. Saking halusnya, korbannya pun tidak sadar, bahkan sampai keluar dari agama demi mempertahankan prinsip. Nauzubillahi minzalik.
Syekh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimîn rahimahullah menyampaikan bahwa menuntut ilmu adalah jihad fii sabilillah. Sebab, ilmu akan mampu membungkam musuh agama, mematahkan kebatilan dengan al haq, yakni Al-Qur’an dan as-Sunah.
Perang pemikiran harus dilawan dengan pemikiran. Umat harus senantiasa dikuatkan menghadapi gempuran pemahaman kufur. Sebab, mereka menyampaikan pemikiran tanpa henti dan bisa membuat kita terlena sehingga sedikit demi sedikit terbawa arus.
Inferioritas yang dihembuskan harus dilawan. Umat harus memiliki keyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya kebenaran dan satu-satunya agama yang membawa keberkahan.
Selama ini umat sudah dihinakan dengan anggapan rendah diri. Untuk itu, dengan terus menggali ilmu dari sumber tersahih akan mampu menempatkan diri sebagai umat yang bersiap kembali menjadi khairu ummah.
Allah telah memberikan peringatan dalam QS Ash-Shaffat 32-33 berikut,
“Maka kami telah menyesatkan kamu, sesungguhnya kami sendiri, orang-orang yang sesat. Maka sesungguhnya mereka pada hari itu bersama-sama merasakan azab.”
Umat Islam sebagai pemegang syariat tidak boleh lengah sedikit pun. Jangan terperdaya dengan stigma agama kuno dan tidak lagi relevan. Sebab, sesungguhnya Allah memberikan Al-Qur’an sebagai huddallinnas, yaitu petunjuk bagi manusia.
Jadi, apabila petunjuknya belum ketemu, bukan berarti tidak ada petunjuk, tetapi kita yang belum menemukannya karena keterbatasan ilmu. Jadi, teruslah kita mencari ilmu al haq agar bisa menjawab dan menemukan solusi dari setiap permasalahan umat.
Wallahu a’lam [CM/NA]