Oleh. Aisyah Ummu Rasyid
CemerlangMedia.Com — Sudah menjadi persoalan klasik, tawuran antar pelajar tidak pernah terselesaikan dan sering muncul di pemberitaan berbagai media. Seperti beberapa waktu lalu pada Senin (17-7-2023) terjadi tawuran di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dalam video yang sempat viral di media sosial memperlihatkan beberapa di antara dua kelompok pelajar berseragam abu-abu membawa senjata tajam dalam aksi tawuran tersebut (jogja.tribunnews.com, 18- 7- 2023).
Kasus serupa terjadi di Jakarta Utara. Polsek Metro Penjaringan Kompol Harry Gasgari mengungkapkan bahwa motif tawuran yang dilakukan kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara hanyalah sekadar ingin mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial (antaranews.com, 18-7-2023).
Sebagaimana di kabupaten Purworejo, aksi tawuran bukan lagi menggunakan tangan kosong atau keterampilan bela diri, tetapi biasa membawa dan memakai senjata tajam, begitu pula yang terjadi di Kabupaten Tangerang, tawuran dua kelompok pelajar menyebabkan seorang pelajar terluka parah usai terkena sabetan senjata tajam (tangerangnews, 23-7-2023).
Ada Apa dengan Generasi?
Maraknya kasus tawuran di berbagai daerah justru terjadi di awal tahun ajaran baru. Alih-alih bersemangat untuk kembali belajar di sekolah, para pelajar menyambut tahun ajaran baru dengan melakukan aksi tawuran di jalanan yang membahayakan diri bahkan bertaruh nyawa. Hal ini tak lepas dari kesalahan para pelajar dalam memahami kehidupan dan ketidakpahaman terhadap jati diri. Mereka menganggap bahwa hidup di dunia untuk mendapatkan kepuasan materi sebanyak-banyaknya sehingga apa pun perbuatan dilakukan demi semata-mata mendapatkan kepuasan itu.
Media yang menyuguhkan konten-konten yang mengandung unsur kekerasan dan ide- ide yang bertentangan dengam Islam juga menjadi pemicu aksi tawuran yang dilakukan para pelajar. Tidak hanya itu, adanya paradigma di tengah masyarakat bahwa kemuliaan laki-laki terletak pada kekuatannya mendorong mereka membentuk geng-geng yang bersifat arogan dalam melampiaskan emosi.
Aksi tawuran yang dilakukan oleh para pelajar hari ini juga tak lepas dari sistem pendidikan yang basisnya sekuler atau pemisahan agama dari kehidupan. Porsi pelajaran agama yang diberikan sangat sedikit dan hanya perkara ibadah ritual dari SD, SMP, SMA bahkan di perguruan tinggi. Hal Ini meniscayakan pendidikan sekarang tidak akan bisa mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Alhasil, individu mengalami krisis jati diri dan hobi tawuran. Maka wajarlah terbentuk generasi-generasi yang membawa kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Kembali Kepada Islam
Pandangan hidup kapitalis sekulerisme telah menyuburkan ‘budaya’ tawuran yang terjadi hari ini, maka solusi untuk menghilangkan tawuran ini hanyalah dengan mengubah pandangan hidup yang salah menjadi pandangan hidup yang benar. Pandangan hidup yang benar tentu yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, apalagi kalau bukan Islam.
Islam bukan hanya teori yang ada di kitab-kitab, lebih dari itu Islam adalah pedoman hidup yang seharusnya dijalankan jika manusia menginginkan kehidupannya benar dan berkah. Islam punya aturan yang lengkap termasuk bagaimana seharusnya mendidik generasi dengan sistem pendidikan Islam.
Seluruh aturan Islam wajib diterapkan dalam sebuah negara atau disebut dengan Daulah Khil4f4h termasuk penerapan sisem pendidikan Islam yang kebijakannya dijalankan oleh khalifah. Dikutip dari kitab usul at ta’lim fiddaulah Khilafah karya Syekh Atha bin Kholil tujuan utama pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian dan mencetak ulama yang ahli dalam setiap aspek kehidupan, baik itu ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu terapan.
Jika sistem pendidikan Islam diterapkan, tidak akan lahir generasi-generasi yang krisis jati diri, yang ada adalah generasi yang sangat memahami bahwa mereka dihidupkan di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah sehingga aktivitasnya akan selalu terikat dengan hukum syarak. Mereka akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Mereka memahami bahwa tawuran adalah aktivitas tercela dan menjauhi aktivitas tawuran yang berbahaya dan tidak berfaedah itu. Mereka akan mencurahkan waktu dan tenaga untuk aktivitas yang berpahala. Generasi akan lebih menyibukkan diri untuk belajar dan berkontribusi dengan dorongan akidah.
Di masa kekhilafahan kita mengenal banyak pemuda yang di masa mudanya sudah memberikan sumbangan yang luar biasa untuk peradaban Islam. Misalnya saja Muhammad Al-Fatih di usia 21 tahun telah membebaskan kota Konstatinopel, Imam Syafi’i di usia 7 tahun sudah menghafal Al-Qur’an, Alkhawarizmi sang penemu angka nol, Ibnu Firnas penemu cikal bakal pesawat terbang, Ibnu Haitam penemu cikal bakal optik dan lain-lain.
Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan dan ulama besar yang dihasilkan di masa penerapan Islam. Mereka adalah generasi bertakwa sekaligus mempersembahkan yang terbaik untuk peradaban Islam. Hanya dengan Islam generasi akan bangkit sebagaimana generasi terdahulu. [CM/NA]