Oleh: Nunik Umma Fayha
Hendaknya, ulama mendatangi penguasa untuk melakukan amar makruf nahi mungkar dan meneguhkan penguasa agar selalu berkhidmat pada amanahnya. Ulama hendaklah tidak berseberangan dengan umat, tetapi menjadi pendukung dan pendamping umat.
CemerlangMedia.Com — Kamis, (22-8-2024) lalu, jajaran PBNU menghadap presiden ke istana. Bukan untuk membahas masalah umat, tetapi membahas konsesi tambang dan investasi di IKN.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf yang biasa dipanggil Gus Yahya menyatakan bahwa PBNU mulai keberatan menopang kegiatan dan program-programnya, seperti mengelola 30 ribu pesantren di bawah pengelolaan komunitas Nahdliyin sehingga PBNU mengajukan izin pengelolaan tambang, sebab butuh pemasukan (cnnindonesia.com, 22-08-2024).
Sungguh, yang membuat tidak elok, tepat hari itu, ribuan mahasiswa di berbagai kota sedang bergerak, berunjuk rasa menuntut DPR yang hendak merevisi UU Pilkada melawan keputusan MK. Upaya DPR ini dianggap hanya menguntungkan keluarga presiden dan kelompoknya. Gerakan masif ini dilakukan setelah sehari sebelumnya, Rabu (21-08-2024), beredar gambar Garuda Pancasila berlatar biru bertulis ‘Peringatan Darurat’ di berbagai platform media sosial (nasional.kompas.com, 22-08-2024).
Tambang untuk Ormas, Memang Boleh?
Apabila PBNU menerima tawaran konsesi tambang karena butuh pemasukan, seperti disampaikan Yahya Cholil Staquf, bahwa NU memiliki 30 ribu pesantren dan madrasah yang semuanya butuh dana untuk mengelolanya, berbeda dengan Muhammadiyah. Keputusan mengajukan izin pengelolaan tambang dilandasi pertimbangan pokok, yaitu ingin mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial untuk orang banyak.
Selain itu, Muhammadiyah juga ingin menjadi role model dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak mengesampingkan aspek lingkungan, sosial, dan keadilan. “Keputusan ini juga bentuk penghargaan atas political will pemerintah dalam usaha untuk kesejahteraan sosial lewat organisasi kemasyarakatan,” tutur Haedar Nasir, Ketua PP Muhammadiyah (muhammadiyah.or.id, 28-07-2024).
Banyak pihak menyayangkan pemberian IUP ini. Kondisi yang membuat ormas keagamaan berada ‘di bawah’ penguasa dengan merendahkan diri mengurus hal yang bukan concern-nya. Bagaimana akan muncul kepedulian masalah bangsa, keberanian menyampaikan kebenaran dan nasihat apabila disibukkan masalah dunia, meskipun ada aturan bahwa pengelolaan tambang harus dilakukan oleh badan usaha di bawah ormas. Hal ini berpotensi menjadikan ormas layaknya calo karena pihak ketiga bisa masuk dalam prosesnya.
Ulama Dokter Umat
Abdullah bin Umar ra. berkata, “Ulama itu dokternya agama, sedang harta itu penyakitnya. Maka apabila seorang ulama yang seharusnya sebagai dokter malah menarik penyakit itu ke dalam dirinya sendiri, lalu bagaimana ia bisa mengobati yang lain?” (Minhajul Muta’allim, Hal. 29).
Sungguh sangat dalam apa yang disampaikan Abdullah bin Umar ra. di atas. Ulama sebagai pemilik ilmu, penerus para Nabi, apabila sampai teralihkan fokusnya pada urusan dunia, sungguh merupakan kerugian besar bagi umat.
Imam Ghazali juga berpesan agar umat tidak mencari bantuan atau menyandarkan kebutuhannya kepada penguasa, kecuali kepada perkara yang tidak bisa lepas dari campur tangan penguasa, seperti perihal pelayanan publik. Inilah cara rakyat menjaga muruah-nya di depan penguasa (hidayatullah.com, 14-03-2022).
Sungguh menyakitkan umat, ketika ulama mendatangi penguasa, tetapi yang dibahas justru kepentingan organisasinya sendiri dan kesempatan mendapatkan sumber pemasukan, bukan memberikan nasihat bagi kebaikan umat. Posisi ulama seharusnya sejajar dengan umara sehingga tidak ada jerih segan ketika hendak menyampaikan nasihat. Hendaknya, ulama mendatangi penguasa untuk melakukan amar makruf nahi mungkar dan meneguhkan penguasa agar selalu berkhidmat pada amanahnya.
Tambang sebagai salah satu barang yang sifatnya milik umat dan pengelolaannya diserahkan pada negara, bukan pihak lain. Negaralah yang berhak mengelola untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat. Jadi, apabila ormas berdalih mengambil IUP untuk menjadi role model pengelolaan tambang, jelas sudah menyalahi aturan syarak.
Belum lagi efek pengelolaan tambang yang banyak memberi dampak buruk, baik bagi lingkungan alam maupun bagi penduduk sekitar. Ditambah lagi kerugian moral apabila terjadi ‘miss controll’ pelaksanaan karena sangat dimungkinkan terjadi kerja sama pengelolaan dengan pihak ketiga. Ormas bisa kehilangan kepercayaan umat, bahkan umat tidak lagi respek terhadap ormas yang selama ini menjadi rujukan dalam beragama.
Ulama hendaklah tidak berseberangan dengan umat, tetapi menjadi pendukung dan pendamping umat. Sungguh, ujian dunia itu berat, tetapi jangan sampai yang fana ini harus ditukar dengan yang abadi. Harta cukuplah lewat di tangan, jangan sampai dimasukkan ke dalam hati, sebab bisa melemparkannya ke dalam api neraka, sebagaimana disarikan dari Ash–Shahabah: 631-644, Abdullah bin Umar ra. memberikan nasihat, “Temani dunia dengan badanmu dan jangan menemaninya dengan hatimu. Sebab besok saat kiamat, kamu tergantung kepada amalmu.”
Wallahu a’lam