Oleh: Safwatera Weny
Ibu Rumah Tangga
Toleransi Islam akan menjaga kemurnian akidah umat dari ide-ide Barat, seperti pluralisme (paham yang menganggap semua agama sama atau benar), moderasi beragama (Islam dipahami sesuai dengan Barat), dan sinkretisme (mencampuradukkan semua ajaran agama), dan sejenisnya.
CemerlangMedia.Com — Pemerintah telah menetapkan 26 Desember 2024 sebagai hari cuti bersama Natal. Untuk memperkuat toleransi dan kerukunan umat beragama, Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar mengajak seluruh masyarakat dengan menjaga keharmonisan antar umat beragama menjelang Nataru 2024/2025. Nasaruddin juga menyampaikan bahwa pentingnya memelihara hubungan yang baik serta menjaga toleransi sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia yang hidup dalam keberagaman (RadarSampit, 15-12-2024).
Selain itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengajak seluruh warga Surabaya untuk terus menjaga keharmonisan yang penuh dengan toleransi. Ia berharap semangat toleransi di Surabaya dapat menjadi teladan bagi kota yang lainnya di Indonesia. Masyarakat diimbau untuk bersikap toleran dan menjaga kerukunan antar umat beragama. Kerja sama antara pemerintah, aparat keamanan, dan warga diharapkan mampu menciptakan suasana yang aman dan damai selama perayaan Nataru di kota Pahlawan (JawaPos.com, 13-12-2024).
Toleransi Kebablasan
Seruan kerukunan dan toleransi dari menteri agama, wali kota, dan pejabat lainnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan solusi masalah keberagaman di tengah masyarakat. Umat Islam dianggap toleran ketika mereka berpartisipasi dalam perayaan. Sebaliknya jika ada umat Islam yang tidak menghadiri atau mengucapkan selamat dianggap intoleran. Lantas, bagaimana toleransi yang sebenarnya dalam Islam?
Sejatinya, praktik toleransi dalam arti ikut berpartisipasi serta mengamalkan ajaran agama lain, adalah sikap yang bertentangan dengan akidah dan ajaran Islam. Praktik toleransi seperti itu ditolak tegas oleh Rasulullah saw..
Ketika Rasulullah saw. masih di Makkah, beberapa tokoh kafir Quraisy menemui Rasulullah, salah satunya adalah Walid bin Mughirah. Mereka menawarkan toleransi dalam segala permasalahan agama. Walid bin Mughirah mengatakan, “Muhammad, bagaimana jika ada sebagian dari ajaran agama kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau harus amalkan. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik dari tuntunan agama kami, kami juga harus amalkan itu.”
Namun, tawaran toleransi ini ditolak tegas oleh Allah dan Rasul-Nya melalui turunnya surah Al-Kafirun. Hari ini, seruan toleransi yang bertentangan dengan ajaran Islam kembali berulang. Hal ini terjadi karena tidak ada penjagaan dari negara atas akidah umat. Negara sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan tidak menjadikan segala sesuatu yang sudah Rasulullah saw. contohkan sebagai sumber aturan.
Negara sekuler kapitalisme mengusung ide-ide Barat dengan prinsip kebebasan tanpa diikat dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, padahal prinsip demikian bertentangan dengan akidah umat Islam. Alhasil, masyarakat, terutama umat Islam tidak memahami syariat toleransi dengan benar. Hak asasi manusia (HAM) yang dijadikan sebagai pijakan, ditambah masifnya kampanye moderasi beragama saat ini, membuat umat Islam makin jauh dari pemahaman toleransi yang benar.
Negara sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan serta hanya mengejar keuntungan materi semata tidak menjaga akidah umat Islam. Oleh karena itu, umat Islam membutuhkan adanya reminder (pengingat), sebab kecenderungan masyarakat makin longgar. Umat Islam jangan sampai terkecoh dengan ide pemikiran Barat yang dengan sengaja diaruskan kepada umat Islam, termasuk pada momen Nataru setiap akhir tahun.
Toleransi dalam Islam
Umat Islam harus waspada dan menjaga diri dalam ketaatan kepada Allah Swt.. Islam memiliki definisi yang jelas soal toleransi dan konsep dalam interaksi dengan agama lain. Praktik toleransi yang diajarkan Rasulullah ialah umat Islam membiarkan umat non muslim melakukan peribadatannya tanpa perlu ikut berpartisipasi, sebagaimana dalam QS Al-Kafirun.
Toleransi dengan umat non muslim tidak boleh mengurangi keyakinan bahwa Islam sebagai satu-satunya agama yang benar (yang lain salah) dan satu-satunya jalan keselamatan di akhirat (yang lain tidak), sebagaimana dalam QS Ali Imran: 19.
اِنَّ الدِّيۡنَ عِنۡدَ اللّٰهِ الۡاِسۡلَامُ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.”
Toleransi dilakukan dengan tidak memaksa non muslim untuk meyakini Islam. Mereka cukup didakwahi atau diajak masuk Islam. Jika menolak, mereka dibiarkan memeluk agama yang mereka yakini. Ini berdasarkan QS Al-Baqarah: 256.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّين
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”
Toleransi tidak boleh mengurangi keyakinan bahwa penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) akan memberikan rahmat bagi seluruh umat manusia (muslim dan non muslim). Ini berdasarkan QS Al-Anbiya’: 107.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِين
“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Meski demikian, Islam membolehkan umat Islam bermuamalah dengan non muslim, seperti jual beli, sewa menyewa, ajar mengajar dalam saintek, dan lain-lain. Islam memerintahkan agar umat Islam berbuat baik dan berperilaku adil terhadap non muslim, sebagaimana dalam QS Al-Mumtahanah: 8.
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْن
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama.”
Inilah makna toleransi syar’i yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Toleransi seperti ini akan menjaga kemurnian akidah umat Islam dari ide-ide Barat, seperti pluralisme (paham yang menganggap semua agama sama atau benar), moderasi beragama (Islam dipahami sesuai dengan Barat), dan sinkretisme (mencampuradukkan semua ajaran agama), dan sejenisnya.
Selain itu, praktik toleransi syar’i akan menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat. Namun, perlu dipahami, toleransi syar’i bukan sekadar amalan individu dan masyarakat, tetapi amalan yang harus dilakukan oleh negara, dan hanya negara yang menerapkan Islam secara kafah yang bisa melakukannya. Hal itu dibuktikan selama 1300 tahun, pada saat Daulah Khil4f4h berdiri, kerukunan antar umat beragama saling terjaga tanpa mencederai akidah umat Islam. Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]