Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Saat ini dunia harus bersiap-siap dengan penjajahan baru ala Cina, termasuk Indonesia. Pasalnya, pemerintahan Xi Jinping sedang menyiapkan strategi baru untuk ‘menjajah’ dunia melalui industri e-commerce. Cina, pada pekan ini berencana mengeluarkan rancangan peraturan guna mendorong pembangunan gudang di luar negeri dan memperluas bisnis e-commerce lintas batas atau kerap diistilahkan ‘cross-border’ (www.cnbcindonesia.com, 12-06-2024).
Menurut kementerian perdagangan negeri tersebut, Cina memang menjadikan industri e-commerce sebagai kekuatan penting bagi sektor perdagangan luar negerinya. Di Indonesia sendiri, e-commerce Cina sudah menjamur, menjadi daya tarik, serta diminati masyarakat. Contohnya saja TikTok Shop yang notabene merupakan anak usaha ByteDance asal Cina. Ada pula aplikasi layanan Temu yang merupakan aplikasi dari PDD Holdings juga dengan cepat mendulang sukses di pasar luar Cina. Sejak 2023 lalu, aplikasi tersebut mulai menjarah pasar tanah sir dan meraup lebih dari 100 juta download di toko aplikasi Google Play Store.
Bahkan, Reuters melaporkan bahwasanya beberapa layanan asal negeri Tirai Bambu, seperti Shein, Temu, dan Aliexpress akan makin kencang mengepakkan sayapnya di kancah internasional. Nyaris, seluruh layanan tersebut menjual produk-produk buatan Cina dengan cara cross-border dan dengan harga sangat murah. Pertumbuhannya diprediksi akan makin besar dalam beberapa tahun ke depan.
Tujuan Cina dengan strategi ‘penjajahan’ barunya tersebut jelas, yaitu untuk mendatangkan sumber pendapatan baru ke perusahaan-perusahaan yang sebelumnya hanya fokus pada konsumsi pasar domestik. Tidak cukup hanya dengan penambahan gudang dan fasilitas di luar negeri, pemerintah Cina juga rencananya akan meningkatkan manajemen data cross-border, sekaligus mengoptimalkan jalur ekspor cross-border.
Tentu saja taktik cross-border yang digencarkan Cina harus diwaspadai oleh pemerintah, sebab bisa mematikan bisnis lokal di dalam negeri. Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan dalam penetapan batas harga barang impor paling murah yang boleh dijual di platform e-commerce. Hal tersebut diputuskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31/2023 terkait perizinan berusaha, pembinaan, periklanan, dan pengawasan pelaku usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Permendag tersebut diundangkan dan berlaku sejak (26-9-2023). Sayangnya, hingga saat ini, Permendag tersebut belum mampu menahan laju masuknya barang-barang dari luar, terutama Cina. Entah hal apa yang membuat sikap pemerintah terkesan lemah jika berhadapan dengan Cina dan negara-negara luar lainnya?
Sepatutnya pemerintah selalu waspada karena dengan makin dipermudahnya produk luar masuk, otomatis akan mengancam pangsa pasar produk dalam negeri. Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam, wajar jika banyak negara-negara luar ingin melakukan kerja sama, meski pada akhirnya, di balik itu semua, mereka berusaha kuat menancapkan hegemoninya.
Indonesia sejatinya adalah bangsa yang besar, seharusnya mampu secara mandiri mengelola berbagai macam kekayaan alamnya tanpa bergantung kepada pihak asing, apalagi Cina dan AS. Sejauh ini, kedua negara tersebut terlalu banyak ikut campur dalam urusan politik Indonesia.
Tidak Ada Kerja Sama dengan Negara yang Memusuhi Umat Islam
Dalam surah Al-Baqarah ayat 51, Allah berfirman yang artinya,
”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setiamu, mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Ayat di atas adalah bentuk peringatan dari Allah Swt. kepada kaum muslim agar selalu waspada jika berteman dengan orang-orang kafir dan melarang kaum muslim berada dalam kekuasaan orang-orang kafir. Sebagai negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia wajib bersegera melepaskan diri dari hegemoni negara-negara barat, seperti Cina, Amerika, Inggris, dan lainnya.
Negara wajib tampil dalam percaturan politik internasional dengan penuh kewibawaan dan kemandirian. Islam begitu memperhatikan status negara asing dalam menjalin hubungan luar negeri, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan lainnya.
Dalam Islam, negara juga wajib memiliki peta pengaruh dan kekuatan terhadap negara-negara di dunia dan menjadikan akidah Islam sebagai landasan dalam membangun hubungan dengan negara asing. Negara wajib mengemban dan mendakwahkan Islam ke penjuru dunia hingga Islam tersebar ke seantero dunia.
Dalam negara Islam (Daulah Khil4f4h) bentuk kerja sama sangat ditentukan oleh posisi tersebut. Maksudnya adalah bagi negara yang secara nyata memerangi dan memusuhi Islam dikategorikan sebagai negara muhariban fi’lan.
Oleh karenanya, haram melakukan kerja sama dalam bentuk apa pun dengan negara yang kedudukannya sebagai kafir fi’lan. Seperti kita ketahui bersama, Cina, Amerika, Isra3l, dan beberapa negara luar lainnya sangat memusuhi Islam. Ada pun negara kafir muahid, yaitu negara-negara yang terikat perjanjian dengan negara, maka diperbolehkan untuk menjalin kerja sama dengan mereka, dengan syarat tidak menimbulkan kerugian dan mengancam kedaulatan.
Begitulah Islam menetapkan syarat atau mekanisme dalam melakukan hubungan kerja sama dengan negara lain. Seperti yang sudah kita ketahui pula dari sejarah bahwa Daulah Khil4f4h mampu menjadi negara adidaya dunia selama 13 abad karena industri yang dibangunnya diletakkan sebagai industri perang dan alat berat.
Hal tersebut mampu menggentarkan negara penjajah. Negara memang telah terbukti mampu menjaga dan melindungi umat dari bahaya neoimperalisme yang bersembunyi di balik tawaran kerja sama atau investasi dengan seperangkat aturan yang komprehensif.
Melalui seperangkat aturan tersebut, negara tidak akan membiarkan ada celah bagi negara-negara asing untuk mengeruk kekayaan alam milik kaum muslimin seperti halnya yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Kerja sama yang dilakukan juga harus bersifat menguntungkan kedua belah pihak karena kerja sama bersumber dari syariat Islam, bukan sebaliknya. Rakyat pun terlindungi dari berbagai bahaya yang akan mengancam negara dan kehidupan serta menyelamatkan kekayaan umat karena negara hadir sebagai perisai dan junnah bagi rakyatnya. Wallahu a’lam [CM/NA]