“Negara dalam sistem Islam memberikan berbagai kemudahan dan infrastruktur yang mendukung bagi industri dalam negeri. Selain itu, jaminan kesejahteraan rakyat oleh negara akan membuat daya beli masyarakat tinggi.”
CemerlangMedia.Com — Banjirnya produk dari China mulai berdampak pada industri dalam negeri. Ekonom Universitas Brawijaya Wildan Syafitri menyatakan, Cina mampu beradaptasi dengan perubahan selera dan potensi pasar.
Selain itu, dukungan infrastruktur dan kemudahan investasi pun dimiliki Cina. Industri dalam negeri perlu beradaptasi dengan tren permintaan pasar dan regulasi dari pemerintah. Tindakan ini diperlukan agar industri dalam negeri tidak mati dalam bersaing dengan produk impor (26-07-2024).
Beberapa faktor yang memengaruhi matinya industri dalam negeri, yaitu masifnya serbuan produk murah dari Cina, lemahnya regulasi terhadap produk dalam negeri, hingga pola konsumsi masyarakat. Murahnya barang impor dari Cina membuat masyarakat lebih tertarik daripada barang buatan dalam negeri yang lebih mahal. Ini terjadi akibat rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga daya belinya pun rendah.
Sementara itu, industri Cina mampu memberikan harga murah disebabkan memiliki infrastruktur yang baik dan kemudahan investasi. Selain itu, adanya perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) makin memudahkan masuknya barang impor. ACFTA merupakan kesepakatan antara Cina dengan negara-negara ASEAN untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan.
Adanya ACFTA nyatanya lebih banyak mendatangkan kerugian bagi Indonesia. Produk Indonesia yang diekspor ke Cina justru lebih sedikit daripada masuknya barang impor dari Cina. Ini mengakibatkan industri dalam negeri terguncang dan membuka celah maraknya PHK. Sebab, hasil industri dalam negeri lebih sedikit yang diekspor, sementara di dalam negeri pun kalah bersaing dengan produk impor.
Industri dalam negeri yang terguncang saat ini adalah akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang menjadikan materi sebagai tujuan utama membuat negara adidaya mampu mengalahkan ekonomi negara berkembang. Melalui berbagai kesepakatan, Cina berusaha menjadikan negara-negara berkembang sebagai pasar dari melimpahnya produk mereka.
Berbeda dengan sistem Islam yang melindungi industri dalam negeri. Dalam Islam, produk impor hanya diperbolehkan untuk barang yang tidak tersedia di dalam negeri. Alhasil, produk dalam negeri bisa terserap, tanpa harus bersaing dengan produk impor.
Negara dalam sistem Islam pun memberikan berbagai kemudahan dan infrastruktur yang mendukung bagi industri dalam negeri. Selain itu, jaminan kesejahteraan rakyat oleh negara akan membuat daya beli masyarakat tinggi.
Negara pun akan selektif dalam memilih kerja sama dan perdagangan luar negeri agar industri dalam negeri, rakyat, dan negara tetap terlindungi. Alhasil, negara mampu menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.,
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, sudah saatnya kita menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah) agar serbuan barang impor tidak akan membanjiri dan membuat mati industri dalam negeri. Wallahu a’lam bisshawwab.
Neni Nurlaelasari
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]