Gencatan Senjata: Perdamaian Palsu di Tengah Tragedi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Umat Islam wajib bangkit dari kelemahan dan berhenti menyerahkan urusan mereka kepada musuh-musuh Allah. Dengan keimanan yang kuat dan perjuangan sesuai syariat, kemenangan sejati bukanlah sesuatu yang mustahil. Para mujahid Palestina telah membuktikan bahwa keberanian dan keyakinan mampu mengguncang lawan yang tampak lebih kuat secara militer.

CemerlangMedia.Com — Kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Zi*nis kembali mencuri perhatian dunia. Pada Rabu malam (15-2025), perjanjian ini tercapai melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat. Gencatan senjata tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada Ahad (19-1-2025), pukul 08.30 waktu setempat. Harapan akan perdamaian kembali muncul di tengah puing-puing Gaza, di mana agresi brutal telah merenggut nyawa 47.000 jiwa, mayoritas di antaranya perempuan dan anak-anak. Namun, benarkah ini merupakan langkah menuju perdamaian atau sekadar strategi untuk menunda kekalahan Zi*nis? (16-01-2025).

Sejarah membuktikan, kesepakatan seperti ini bukanlah hal baru. Berulang kali gencatan senjata diumumkan, hanya untuk dilanggar beberapa saat kemudian. Zi*nis kerap menggunakan perjanjian semacam ini sebagai cara untuk mengulur waktu, memperbaiki strategi, dan memperkuat kekuatan militer mereka. Di sisi lain, rakyat Palestina terus menghadapi penderitaan tanpa akhir: kelaparan, serangan udara, hingga pengusiran dari tanah kelahiran mereka. Apakah perdamaian yang dijanjikan benar-benar nyata atau hanya ilusi yang dipertahankan untuk kepentingan pihak tertentu?

Langkah ini dianggap sebagai upaya awal untuk menghentikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Namun, realitasnya tidak sesederhana itu. Zi*nis mengambil langkah ini bukan karena dorongan diplomasi, melainkan karena ketidakmampuan mereka menundukkan Gaza sepenuhnya. Dalam beberapa pekan terakhir, perlawanan dari para mujahid Palestina kian menguat. Meski dikepung oleh blokade ekonomi dan militer, mereka tetap mampu meluncurkan serangan balasan yang membuat Zi*nis kewalahan.

Amerika Serikat, sebagai sekutu terkuat Zi*nis telah memberikan dukungan penuh dalam bentuk dana, teknologi militer canggih, seperti sistem pertahanan Iron Dome hingga perlindungan politik di forum internasional. Namun, semua keunggulan tersebut tidak mampu memberikan kemenangan mutlak bagi Zi*nis. Gaza tetap menjadi benteng perlawanan yang tak tergoyahkan, bahkan dengan segala keterbatasan sumber daya.

Lebih dari itu, keberanian dan semangat juang para mujahid Palestina menjadi ancaman moral yang jauh lebih besar daripada sekadar serangan fisik. Zi*nis tahu bahwa mereka berhadapan dengan lawan yang tidak takut mati, sebuah kekuatan yang tidak dapat diukur dengan senjata modern. Oleh karena itu, gencatan senjata ini lebih tampak seperti strategi untuk membeli waktu, bukan langkah nyata menuju perdamaian.

Yang lebih menyakitkan, penderitaan Palestina tidak hanya berasal dari serangan Zi*nis. Sebagian pemimpin negeri-negeri muslim justru ikut memperburuk keadaan dengan sikap pasif mereka. Bukannya memanfaatkan kekuasaan dan pengaruh untuk melindungi umat Islam, mereka malah membuka jalan bagi musuh untuk terus menindas.

Dalam banyak kasus, para pemimpin ini lebih memilih mempertahankan hubungan diplomatik dengan Zi*nis demi kepentingan politik atau ekonomi dibandingkan membela saudara-saudara mereka di Gaza. Padahal, sebagai pemimpin umat, mereka memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi kaum muslimin dari penindasan.

Dengan kekuatan militer dan sumber daya yang mereka miliki, seharusnya para pemimpin ini mampu memberikan dukungan nyata untuk membebaskan Palestina. Namun, kenyataannya, mereka lebih memilih diam dan membiarkan tragedi ini terus berlangsung.

Sejarah dan realitas yang ada membuktikan bahwa langkah-langkah pragmatis, seperti gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, atau boikot ekonomi tidak pernah menjadi solusi hakiki bagi Palestina. Zi*nis berkali-kali melanggar perjanjian damai tanpa rasa bersalah, bahkan hanya beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan.

Satu-satunya solusi hakiki untuk membebaskan Palestina adalah melalui jihad dan berdirinya Daulah Islam yang kokoh. Hanya negara Islam yang kuat dan berdaulat yang mampu melindungi umat Islam serta menghentikan penjajahan di tanah Palestina. Allah Swt. telah berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS Al-Fath: 1).

Umat Islam wajib bangkit dari kelemahan dan berhenti menyerahkan urusan mereka kepada musuh-musuh Allah. Dengan keimanan yang kuat dan perjuangan sesuai syariat, kemenangan sejati bukanlah sesuatu yang mustahil. Para mujahid Palestina telah membuktikan bahwa keberanian dan keyakinan mampu mengguncang lawan yang tampak lebih kuat secara militer. Semoga Allah Swt. segera mempercepat kemenangan bagi umat Islam, mengakhiri penderitaan di Palestina, dan memuliakan mereka yang berjuang di jalan-Nya.

Widhy Lutfiah Marha
Pendidik Generasi [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *