CemerlangMedia.Com — Salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi masyarakat adalah pemenuhan atas gula. Apa lagi di saat bulan puasa, maka kehadiran gula sangatlah dibutuhkan sebagai pemanis dalam setiap masakan.
Sebagai negara agraris tentu Indonesia memiliki begitu banyak perkebunan tebu yang mampu mensuplai pabrik gula demi mencukupi kebutuhan akan gula nasional.
Namun, kebutuhan gula ini dikatakan oleh Kepala Badan Pangan Arief Prasetyo Adi masih mengalami devisit. Stok gula yang ada saat ini tidak mencukupi kebutuhan konsumsi gula nasional. Itulah sebabnya Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) memutuskan untuk melakukan impor Gula Kristal sebanyak 215.000 ton tahun ini.
Penugasan impor ini, menurut Arief, sesuai dengan kesepakatan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) dan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat Menteri pada Januari lalu, hal ini dalam rangka menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan 2023 dan penguatan Cadangan Pangan Pemerintah. (26/03/2023)
Kurangnya stok gula dalam negeri mengindikasikan bahwa penguasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gula bagi rakyat. Sementara tingginya impor gula menunjukkan bahwa penguasa telah gagal dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, yang notabene memiliki lahan perkebunan yang sangat luas dan banyak.
Aktivitas impor sepertinya sudah merupakan sebuah tradisi bagi pemerintah. Hal ini sungguh sangat disayangkan, selain mengancam kedaulatan pangan dalam negeri, aktivitas impor juga membuat para petani gula merugi.
Ini semua terjadi akibat negara yang memiliki paradigma neoliberal, di mana negara sebagai pedagang dan rakyat sebagai konsumen. Prinsip ini sangat bertentangan dengan Islam yang memandang bahwa pemerintah merupakan pelayan bagi rakyat. Pemerintah harusnya mengurus segala sesuatu yang merupakan hajat hidup orang banyak, mengelola SDA sedemikian rupa, dan hasil dari pengelolaan itu mestinya kembali kepada rakyat sehingga kehidupan rakyat menjadi terjamin.
Tidak seperti kondisi saat ini di mana kepengurusan hajat hidup rakyat justru diserahkan kepada korporasi yang berfokus hanya kepada keuntungan belaka. Akibatnya yang menguasai seluruh mata rantai pangan mulai dari produksi hingga distribusi, aktor utamanya adalah korporasi. Tak heran apabila harga-harga kebutuhan pokok saat ini terus merangkak naik.
Stabilitas pangan yang berdaulat hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam yang menerapkan hukum syariah. Satu-satunya model negara yang menerapkan sistem Islam adalah khil4f4h dengan khalifah sebagai kepala negaranya.
Dalam Islam, kaum muslimin dilarang keras untuk menggantungkan urusannya dalam hal pangan atupun yang lainnya, kepada bangsa lain (kafir). Umat Islam dituntut memiliki kemandirian dalam mengurus segala sesuatu berdasarkan hukum syariat.
Politik ekonomi dalam Islam menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu rakyat yaitu sandang, pangan, dan papan, melalui pembukaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Selain itu negara juga menjamin kebutuhan dasar kolektif seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, bagi rakyat baik muslim maupun non-muslim.
Politik ekonomi Islam wajib diterapkan oleh negara, karena hanya negaralah yang memiliki kewenangan mengatur urusan umat. Tanggung jawab mengelola dan mengatur sektor pertanian dan pangan ada ditangan negara. Penguasaan atas korporatokrasi adalah dilarang keras.
Negara akan mengurus segala sesuatu terkait sektor pertanian, menyediakan berbagai kebutuhan sarana produk pertanian, dan mempermudah petani dalam hal permodalan tanpa riba. Dengan demikian hasil pertanian dalam negeri menjadi maksimal. Pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri pun menjadi tercukupi. Meskipun tidak ada larangan untuk impor, namun bila hasil produksi pangan nasional berlimpah maka impor tidak akan pernah dibutuhkan lagi. Wallahua’lam bishawab. []
Fatimah Abdul
[CM/NA]