Kampus Kelola Tambang, Gak Bahaya?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Raodah Fitriah, S.P.

Tambang merupakan harta milik umum (milkiyah ammah) yang mampu memenuhi hajat hidup umat. Oleh karena itu, pengelolaannya dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh dikelola oleh individu, kelompok, atau ormas tertentu.

CemerlangMedia.Com — Usulan kampus untuk mengelola tambang kembali mencuat pada Kamis (23-01-2025), setelah usulan pertama pada 2016 tidak membuahkan hasil. Namun kali ini, banyak pihak yang mendukung, bahkan masuk dalam rapat inisiatif DPR melalui rapat paripurna yang termaktub dalam revisi UU Mineral dan Batubara. Ketua Umum Asosiasi Petinggi Swasta (APTISI) selaku pelopor yang memberikan usulan tersebut mengemukakan alasan kenapa kampus harus mengelola tambang, yakni untuk membantu permasalahan pendidikan (Kompas.com, 25-01-2025).

Efektifkah?

Wacana pengelolaan tambang selalu menjadi topik hangat di negeri ini. Beberapa bulan lalu, ormas mendapatkan jatah mengurus tambang. Baru-baru ini kampus pun disebut-sebut akan mendapatkan hak yang sama, yakni turut andil dalam mengelola tambang.

Bahkan, Kemendikti Saintek dan forum rektor yang disampaikan oleh wakil forum rektor Indonesia, Didin Muhafiddin menilai, hal tersebut sangat positif. Ia bahkan menegaskan, perguruan tinggi yang layak mengelola tambang adalah yang telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri. Diharapkan hal ini akan mampu mengurangi beban mahasiswa dan menekan biaya SPP atau biaya operasional (Kompas.com, 25-01-2025).

Tidak dimungkiri, potensi tambang memang sangat besar hasilnya dan mampu membiayai sektor pendidikan, juga sektor lainnya. Munculnya pihak-pihak yang ingin mengelola tambang berarti mereka mulai sadar akan keuntungannya. Ketika pihak asing yang mengelola tambang, tidak memberi keuntungan yang banyak untuk negara.

Wacana ini seperti angin segar bagi perguruan tinggi yang selama ini memiliki beban biaya yang cukup tinggi. Namun, izin pengelolaan tambang ini mengharuskan kampus mandiri dalam mencari dana yang akhirnya akan kontradiktif dengan orientasi riil kampus.

Semestinya kampus disibukkan dan fokus melakukan pencerdasan generasi, bukan mengurusi tambang. Disorientasi pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan (PT PTN BH) sehingga menyebabkan kampus kental dengan kapitalisasi, yakni membebankan mahasiswa dengan UKT tinggi.

Jika kampus berambisi mengelola tambang, akan menimbulkan dampak buruk yang besar, yakni menurunkan kredibilitas kampus. Bahkan akan abai pada tugas utamanya, yakni sebagai institusi yang membentuk intelektual yang akan menjadi generasi unggulan dengan karya terbaik dan kontribusi terbaik pada umat. Bukan hanya itu, kepercayaan masyarakat pada kampus sebagai pencetak generasi intelektual akan menurun, bahkan menganggap kuliah tidak penting.

Meskipun pada akhirnya kampus mengelola pertambangan, hal itu tidak akan mengurangi beban orang tua. Sebab fakta saat ini, pembiayaan pendidikan justru diserahkan kepada orang tua atau personal saja.

Kebijakan ala Kapitalisme

Seandainya pengelolaan tambang diserahkan kepada ormas maupun kampus, sungguh tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang ada. Walaupun kampus memiliki tenaga ahli, yang ada hanya akan memperluas liberalisasi tambang sehingga mustahil hasilnya akan menyejahterakan rakyat. Bahkan, tidak menutup kemungkinan hasilnya akan masuk ke kantong oknum tertentu saja.

Selain itu, hal ini juga menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya menjamin pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan, yakni mengembalikan dan membebankannya kepada rakyat (dalam konteks ini pihak kampus). Ditambah dengan menyerahkan tambang untuk dikelola pihak yang tidak diberi kewenangan oleh Allah, justru akan menambah daftar panjang kesulitan hidup rakyat.

Regulasi seperti ini lahir dari ide kapitalisme yang menganggap tambang bebas dikelola oleh siapa pun. Sistem ini sengaja mendesain manusia hanya berfokus pada materi tanpa memperhatikan halal dan haram.

Sistem kapitalisme membuat negara lepas tanggung jawab dalam sektor pendidikan, baik dalam pembiayaan maupun kebijakan yang dikeluarkan, padahal pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi rakyat. Namun, ketika pengelolaannya mengadopsi paradigma kapitalisme, maka tidak akan memberikan keuntungan bagi masyarakat.

Pengelolaan Tambang dalam Islam

Tambang merupakan harta milik umum (milkiyah ammah) yang mampu memenuhi hajat hidup umat. Oleh karena itu, pengelolaannya dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh dikelola oleh individu, kelompok, atau ormas tertentu, seperti dalam hadis Rasulullah saw. yang dituturkan oleh Abiyadh bin Hammal ra.,

“Sungguh ia Abiyadh bin Hammal pernah datang kepada Rasulullah saw.. Ia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abiyadh. Namun, tatkala Abiyadh telah berjalan, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., ‘Tahukah Anda apa yang telah anda berikan kepada Abiyadh? Sungguh, Anda telah memberinya harta yang jumlahnya seperti air mengalir (sangat melimpah).’ Mendengar itu Rasulullah saw. menarik kembali pemberian konsensi atas tambang garam itu kepada Abiyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Secara lafaz, hadis tersebut membahas tentang tambang garam. Akan tetapi, secara makna memiliki arti umum yang berlaku untuk semua jenis tambang yang memiliki jumlah berlimpah.

Sesuai dengan kaidah usul dalam kitab Al-Mahsul Fii’ilm usul fiqih 3/125 Fakhruddin ar-Razi yakni, “Patokan hukum itu tergantung pada keumuman redaksi (nash), bukan tergantung pada latar belakang. Jadi, tambang apa pun yang menguasai hidup orang banyak, haram dimiliki oleh individu maupun kelompok dan diklaim sebagai milik negara.”

Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, dalam air, padang rumput gembala dan api.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah).

Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzamul Iqthisadiy dan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-Amwal, negara wajib berperan penuh atas pengelolaan tambang dalam mengeksplor, mengeksploitasi, hingga mengelola hasil. Semua itu diperuntukkan untuk kesejahteraan umat.

Ada dua mekanisme distribusi tambang untuk rakyat yaitu:
Pertama, distribusi langsung. Rakyat mendapatkan subsidi energi, seperti BBM, migas, listrik, dan sejenisnya yang diberikan gratis atau negara menjualnya sesuai dengan harga produksi. Dengan cara ini kebutuhan energi masyarakat tercukupi.

Kedua, distribusi tidak langsung. Rakyat berhak mendapatkan fasilitas kebutuhan umum publik, seperti di sektor pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Biaya penyediaannya berasal dari hasil tambang yang masuk melalui pos kepemilikan umum.

Itulah mekanisme pengelolaan tambang dan pendistribusiannya dalam Islam. Institusi pendidikan tidak akan dibiarkan mengurusi yang bukan urusannya. Pengelolaan di sistem Islam merupakan kewajiban negara, bukan dikelola secara mandiri oleh pihak kampus. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *