Memuliakan guru adalah salah satu bentuk menghormati dan mengagungkan ilmu yang mereka ajarkan serta sebagai bentuk upaya mendapatkan kemuliaan ilmu. Sikap tersebut menjadi sarana untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga mulia akhlaknya dan dekat dengan Allah.
CemerlangMedia.Com — Ulama Az Zarnuji mengatakan, “Ketahuilah, seorang murid tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat ilmu yang bermanfaat, kecuali ia mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati keagungan guru.”
Sesungguhnya kemuliaan ilmu akan didapatkan dengan memuliakan ilmu dan pemberinya. Sebab, melalui keduanya, syafaat dan keberkahan dari Allah Swt. pun menghiasi kehidupan para penuntut ilmu.
Namun saat ini, sang guru yang dikenal pahlawan tanpa tanda jasa mengalami diskriminasi dan kezaliman, sebagaimana yang dialami guru honorer Supriyani. Ia dituduh memukul paha anak seorang polisi di sebuah SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Guru tersebut dipidanakan dan diminta uang ganti rugi oleh orang tua siswa yang keberatan dengan pendidikan yang diberikan oleh gurunya. Namun, pembelaan dari berbagai pihak pada akhirnya membuat sang guru dibebaskan (01-11-2024).
Begitu pula yang terjadi di Lampung dan Bantaeng, Sulawesi Selatan. Seorang guru BK masuk penjara gara-gara mencubit siswinya. Selanjutnya, seorang guru honorer juga masuk penjara gara-gara memotong rambut siswa yang menurutnya sudah gondrong. Tidak hanya itu, seorang guru diketapel orang tua siswa lantaran menegurnya karena merokok di lingkungan sekolah pada saat jam pelajaran (25-11-2024).
Perlakuan siswa terhadap gurunya pun sudah melampaui batas, berucap dan bertingkah laku seolah tidak ada lagi rambu-rambu yang membatasi. Adab sebelum berilmu sudah tidak dipedulikan lagi. Akibatnya, generasi miskin karakter dan keberkahan ilmu tentu tidak bisa lagi didapatkan. Akankah umat diam dengan kondisi generasi seperti ini?
Adapun pendidikan dalam Islam, ilmu dan guru memiliki kedudukan yang sangat mulia. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan pentingnya ilmu dengan menyebutnya sebagai sumber cahaya yang membimbing umat manusia, sebagaimana dalam surah Al-Alaq ayat 1—5 yang memerintahkan umat untuk membaca dan menuntut ilmu karena ilmu adalah salah satu jalan untuk memahami kebesaran Allah dan menjalani kehidupan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Memuliakan guru dalam Islam tidak hanya sekadar bentuk penghormatan kepada seorang pengajar, tetapi juga merupakan penghormatan terhadap ilmu yang diajarkan. Dalam hadis Nabi Muhammad saw., guru dianggap sebagai pewaris para nabi karena mereka menyampaikan ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR Muslim).
Sebagai seorang guru, Islam mengajarkan bahwa guru memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik dengan ikhlas, adil, dan penuh kasih sayang. Sebagai orang yang menyalurkan ilmu, guru tidak hanya bertugas mengajarkan pengetahuan akademik, tetapi juga membimbing siswa dalam hal moral, akhlak, dan spiritual. Oleh karena itu, memuliakan guru bukan hanya soal menghormati mereka secara fisik atau sosial, tetapi juga menghargai peran mereka dalam menyebarkan ilmu yang bermanfaat bagi umat.
Di sisi lain, memuliakan guru dalam Islam juga mencakup sikap tawadu (rendah hati) dari para murid. Murid diajarkan untuk menghormati guru, mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan menghargai setiap pengajaran yang diberikan karena ilmu yang diterima dari guru adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam konteks ini, hubungan antara guru dan murid bukan hanya hubungan profesional, tetapi juga hubungan yang penuh berkah dan saling menghormati dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Memuliakan guru juga sebagai salah satu bentuk menghormati dan mengagungkan ilmu yang mereka ajarkan serta sebagai bentuk upaya mendapatkan kemuliaan ilmu yang pada akhirnya menjadi sarana untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga mulia akhlaknya dan dekat dengan Allah. Walhasil, dengan kesadaran dan ketakwaan kepada Allah Swt. akan terwujud manusia sebagai khalifatu fil ardi. Wallahu a’lam.
Syamsam, S.S., M.Si. [CM/NA]