Matinya Naluri Ibu dalam Sistem Sekularisme Kapitalisme

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Baik buruknya atau mulia tidaknya generasi dipengaruhi oleh peran seorang ibu. Oleh karenanya, peran madrasatul ula harus disadari dan dijaga oleh semua pihak agar semua memahami peran strategis perempuan atau ibu.

CemerlangMedia.Com — Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Tampaknya peribahasa ini tidak berlaku bagi seorang ibu berinisial E yang dengan ikhlas mengantarkan anaknya untuk dirudapaksa. Kisah pilu ini ini dialami seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep.

Ibu kandung korban tega melakukan perbuatan keji tersebut dengan alasan untuk ritual menyucikan diri. Belakangan diketahui bahwa J merupakan selingkuhan ibu korban. Alasan ritual diri yang lakukan hanya sebagai dalih untuk menutupi perselingkuhan mereka (01-09-2024).

Kejadian seorang ibu secara sadar mengantar anaknya untuk dirudapaksa sungguh di luar nalar. Seorang ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama justru melakukan kekejaman yang luar biasa. Kejadian ini menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya. Hal ini makin menambah panjang deretan potret buram dan rusaknya pribadi seorang ibu.

Tidak hanya itu, kejadian nista ini juga menunjukkan betapa rusaknya moral masyarakat. Kerusakan ini tidak bisa dipandang sebagai keburukan pribadi jika tata kehidupan individu dan masyarakat rusak. Jelas, hal itu merupakan cerminan sistem kehidupan yang ada saat ini.

Kehidupan yang dipengaruhi oleh akidah sekularisme membuat manusia beramal mengikuti hawa nafsunya karena agama dipisahkan dari kehidupan. Masifnya perselingkuhan hingga menjadikan anak sebagai pemuas nafsu menjadi bukti bahwa syariat tidak menjadi standar dalam beramal, baik dalam ranah individu maupun masyarakat

Dampak akidah sekularisme merusak sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang seharusnya mencetak manusia berkepribadian Islam, justru menjadi pribadi yang sekadar mengetahui ilmu, tetapi tidak untuk diamalkan, seperti kejadian ini. Pelaku yang berasal dari tenaga pendidik seharusnya peduli dengan nasib generasi. Sayangnya, perbuatan mereka merusak generasi, bahkan anak kandungnya sendiri.

Selain itu, sistem sanksi dalam sekularisme tidak meimbulkan efek jera sama sekali. Hal ini wajar karena sistem sanksi berasal dari kesepakatan antara manusia yang notabene tidak mengetahui hakikat kebaikan untuk diri mereka sendiri. Alhasil, banyak yang mendapatkan sanksi atas rudapaksa, pencabulan, dan lain-lainnya, tetapi tidak membuat mereka jera, bahkan memunculkan banyak pelaku baru.

Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistem dan bukti gagalnya sistem yang diterapkan, khususnya sistem pendidikan juga sistem sanksi yang diberikan. Cara pandang tersebut sangat berbeda dengan cara pandang Islam.

Dalam Islam kehidupan tidak boleh dipisahkan dengan syariat Allah. Segala sesuatu harus terikat dengan hukum-hukum Allah, termasuk memandang sosok ibu.

Islam menetapkan fungsi ibu sebagai pendidik yang pertama dan utama. Peran ibu sangat mulia karena di tangan ibu, nasib generasi ditentukan. Baik buruknya atau mulia tidaknya generasi dipengaruhi oleh peran seorang ibu. Oleh karenanya, peran madrasatul ula harus disadari dan dijaga oleh semua pihak agar semua memahami peran strategis perempuan atau ibu.

Islam mempunyai sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam pada diri setiap individu. Pendidikan ini sangat realistis, mengingat sekolah maupun kampus disediakan gratis oleh negara yang menerapkan sistem Islam.

Di sekolah atau kampus, setiap individu dibentuk agar memiliki kepribadian Islam, akliah dan nafsiah mereka Islam. Strategi pendidikan yang demikian akan membuat atmosfer ketakwaan di mana-mana sehingga siapa pun akan mampu mengemban amanah besar, termasuk optimal menjadi seorang ibu.

Islam juga mempunyai sistem sanksi yang ketika diterapkan oleh negara bisa menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan, dan keberkahan Allah. Sistem sanksi dalam Islam membawa dua efek yang efektif dan efisien, yakni jawabir (sebagai penebus dosa kelak di akhirat) dan zawajir (mencegah masyarakat berbuat hal yang sama karena ngeri pada hukum yang dilakukan). Mereka yang berzina akan dirajam, termasuk pezina muhson atau sudah menikah.

Begitupun pelaku rudapaksa, dihukum rajam karena telah melakukan perzinaan. Hukum rajam ini harus dilakukan di hadapan masyarakat. Tujuannya agar masyarakat terjaga dari perbuatan nista dan para pelaku kemaksiatan akan jera. Dengan penerapan sistem sanksi tersebut, peran ibu sebagai madrasah ula akan terjaga dan anak-anak akan mendapatkan jaminan keamanan.
Wallahu a’lam bisshawwab.

Umi Hafizha [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *