CemerlangMedia.Com — Beberapa hari yang lalu kita dihebohkan dengan berita pemerk*saan dan pembvnvhan yang dilakukan oleh seorang residivis (D) di Minahasa. Sebelumnya, pelaku sudah pernah mendekam di penjara lantaran kasus pembvnvhan, tetapi ternyata hukuman penjara tidak membuatnya jera.
Tidak hanya D yang mengulang kejahatannya setelah sebelumnya mendekam di penjara, tetapi juga seorang pria di Wonogiri baru-baru ini ketahuan membvnvh kekasihnya setelah terjadi cekcok di antara mereka. Dua kasus pembvnvhan yang dilakukan para pelaku yang notabene residivis dalam kasus yang sama menimbulkan tanda tanya atas rasa jera yang tampaknya tidak ada dalam pikiran mereka.
Ini baru kasus yang terjadi pada Maret dan April 2024. Kasus-kasus serupa sebelumnya juga sudah sangat banyak terjadi dan dilakukan oleh para residivis. Lalu mengapa hal ini terjadi berulang?
Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia seharusnya mampu menganalisis, mengapa tindak pidana dilakukan berulang kali oleh orang yang sama yang sudah pernah merasakan jeruji tahanan?
Hal ini menunjukkan bahwa sanksi dan hukuman yang diberlakukan di Indonesia tidak mampu memberikan efek jera terhadap para pelaku dan masyarakat luas. Alih-alih “kapok”, pelaku malah merasa lebih “aman” untuk mengulangi kesalahan. Toh hanya di penjara sekian tahun dan diberi fasilitas makan setiap harinya. Keluar dari penjara, label residivis membuat pelaku cenderung makin ditakuti masyarakat sekitarnya, apalagi jika memang sikap dan perilakunya tidak menggambarkan perbaikan.
Hal ini jauh berbeda dengan sistem sanksi dan hukuman dalam Islam. Pelaku pidana akan dikenai sanksi yang berefek jera. Dalam hal ini pelaku pembvnvhan akan dikenakan hukuman qisas atau nyawa dibayar dengan, nyawa yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak berwenang, bukan main hakim sendiri yang dilakukan oleh perorangan.
Dengan sistem sanksi dan hukuman dalam Islam, nyawa manusia akan lebih terjaga. Meskipun sampai terjadi pembvnvhan, tetapi hal itu tidak akan dilakukan berulang oleh orang yang sama karena pelaku pembvnvhan akan dihukum mati.
Selain itu, masyarakat yang menyaksikan hukuman tersebut juga akan merasakan efek psikologisnya, yaitu takut melakukan kesalahan yang sama. Dengan begitu, kasus pembvnvhan bisa terbilang sangat minim atau bahkan tidak terjadi lagi sehingga masyarakat merasa aman dan terjaga jiwanya.
Hal tersebut hanya bisa dicapai jika sebuah negara menerapkan sistem sanksi dan hukuman berdasarkan syariat Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَ لَـكُمْ فِى الْقِصَا صِ حَيٰوةٌ يّٰۤـاُولِى الْاَ لْبَا بِ لَعَلَّکُمْ تَتَّقُوْنَ
wa lakum fil-qishooshi hayaatuy yaaa ulil-albaabi la’allakum tattaquun
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 179).
Imaniar Daud
Sleman, DIY [CM/NA)