CemerlangMedia.Com — Harta memang salah satu godaan yang menyilaukan manusia. Allah memberikan nikmat berserta ujian di dalamnya. Sering kali harta ini menjadikan seseorang lupa bahwa sang pemberi rezeki adalah Allah. Kadang manusia hanya berpikir bagaimana dirinya dan keluarganya bisa mempunyai harta, hidup serba kecukupan, tapi tidak berpikir jauh bagaimana cara mendapatkannya. Apakah itu halal atau haram.
Seperti 12 orang korban yang meninggal dunia ulah seorang dukun yang menjanjikan bisa menggandakan uang. Aksi sadis ini dilakukan oleh dukun pengganda uang, Slamet Tohari alias Mbah Slamet (45), di Banjarnegara. Fakta itu terungkap setelah aparat Polres Banjarnegara dibantu sejumlah sukarelawan menemukan 12 jenazah korban Mbah Slamet dalam dua hari terakhir, Senin-Selasa (3-4/4/2023). Pada Senin kemarin, polisi menemukan jenazah 10 korban. Sedangkan, pada hari Selasa, polisi menemukan 2 jenazah lagi yang diduga korban kebengisan dukun pengganda uang itu (Solopos.com 04/04/23).
Menurut sosiolog dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Fulia Aji Gustaman. Faktor pemicu mereka terjerumus dalam penipuan penggandaan uang karena desakan kebutuhan, dan gaya hidup masyarakat di zaman yang sudah maju. Hal itu membuat sebagian orang berpikir irasional dalam upaya meraih rezeki. Kebutuhan hidup menjadi faktor utama munculnya korban dukun pengganda uang seperti yang terjadi di Banjarnegara. Semakin kompleksnya kebutuhan, dan terbatasnya lapangan kerja, mendorong masyarakat untuk mencari sesuatu yang instan.
Saat ini, media sosial turut menstimulasi masyarakat akan kesenangan duniawi dan hedonisme. Banyak publik figur dengan gaya memamerkan kekayaan menjadi godaan bagi generasi muslim. Sementara itu, sistem kehidupan menjadikan semuanya dinilai dari materi.
Kondisi ini memaksa banyak keluarga kalangan kecil untuk fokus berjuang demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Mereka harus menghadapi kekurangan, dan kemiskinan yang sebenarnya bisa diatasi jika ada kepedulian dari negara. Sayang, negara saat ini mengalami disfungsi akibat aturan kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai pembuat hukum yang hanya memuluskan kepentingan para kapitalis.
Penganut kapitalisme akan selalu mengejar materi, karena kecukupan dan keberlimpahan materi adalah indikator kebahagiaan menurut mereka. Dalam pandangan mereka betapa bahagianya jika bisa hidup mewah bergelimang harta.
Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam, di mana kebahagiaan yang hakiki bagi setiap muslim adalah ketika aktivitas yang dilakukan di ridai Allah, dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga Allah tanamkan di dalam hatinya ketenangan, keberkahan hidup, dan kebahagiaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu.” (QS. Muhammad: 36).
Sungguh sangat merugi, jika mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, dan materi hanya untuk mengejar kepuasan dunia. Tidak usah khawatir jika saat ini kebahagiaan, kenyaman, dan kemewahan tak dimiliki di dunia. Selayaknya, nikmat akhiratlah yang harus dikejar dan diidam-idamkan, karena tak kan ada kenikmatan hakiki yang sebanding dengannya. Coba lihat, berapa banyak konglomerat, yang mengakhiri kehidupannya dengan bunuh diri, apakah itu bentuk dari kebahagiaan? Tentu tidak, sebab kebahagian hakiki hanyalah didapatkan, ketika diri taat pada syariat-Nya.
Agustina Ajeng
[CM/NA]