CemerlangMedia.Com — Demokrasi telah lama menjadi pilar utama dalam sistem pemerintahan Indonesia. Akan tetapi, meski sudah bertahun-tahun kita merayakan pesta demokrasi, masih ada pertanyaan besar yang menggantung. Apakah demokrasi telah benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat?
Pesta demokrasi di Indonesia sering kali dianggap sebagai ajang perayaan kebebasan berpendapat dan berpartisipasi dalam proses politik. Akan tetapi, di balik pesta meriah ini, ada kenyataan pahit yang harus kita hadapi. Meski dalam teorinya, demokrasi memberikan hak bagi setiap warga untuk memilih pemimpinnya, tetapi tidak jarang pilihan tersebut diwarnai oleh isu-isu yang seharusnya tidak relevan dalam politik, seperti agama, ras, dan suku. Pada kenyataan di lapangan, demokrasi hanyalah tabir untuk penguasa mengacuhkan aturan Allah yang sudah tertuang dalam Al-Qur’an dan as-Sunah.
Selain itu, meski dalam teori prinsip, demokrasi memberi ruang bagi partisipasi politik, tetapi tidak jarang pilihan rakyat dipengaruhi oleh ‘uang politik’ dan tradisi mutualisme antar partai maupun antar anggota parlemen. Fenomena ini menunjukkan bahwa demokrasi tidak memberikan hak bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang mampu mengelola dann menata negara dengan sistem terbaik yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, sampai kapan pun, pesta ini akan selalu dihiasi oleh propaganda yang telah menyebar di dunia maya maupun dunia nyata dan masyarakat hanya akan melihat cover terbaik yang telah dirancang oleh skenario partai.
Di negeri ini, yang memiliki label demokrasi pancasila, agenda 5 tahun sekali ini adalah peluang para petinggi untuk berlomba-lomba mencari relasi agar menguasai pangggung debat argumen di tengah masyarakat. Banyak janji-janji yang dirancang, banyak harapan yang dibangun, dan banyak program yang menjadi busi untuk memanaskan podium pemilihan presiden. Akan tetapi, semua itu hanyalah kaset usang yang terus diputar pada setiap pesta demokrasi. Dapat dipastikan, kita akan melihat pemimpin yang terpilih justru tidak mampu memenuhi janji-janjinya saat kampanye. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan dalam pesta demokrasi.
Tidak dapat dimungkiri, bahwa hanya sistem Islam yang mampu menyokong keadilan setinggi-tingginya dengan menggunakan landasa Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai pilar utama segala hukum. Sejarah telah menjadi saksi, bagaimana Islam telah memberikan kesejahteraan kepada setiap pelosok kekuasaannya. Tidak ada janji manis, tidak ada harapan palsu, dan tidak ada program-program yang dirancang untuk menunjang kekayaan korporat.
Sebagai manusia yang dapat berpikir jernih dan logis, seharusnya, dengan adanya fakta yang meliputi pemilihan presiden yang telah terlaksana beberapa kali dalam sejarah Indonesia, kita sudah dapat mengidentifikasi tidak adanya akurasi dan efisiensi di dalamnya. Dengan banyaknya dana yang dikeluarkan, banyaknya masyarakat yang terlibat, bahkan ulama-ulama besar dan terpandang sampai mengeluarkan fatwa, justru membuat demokrasi makin tampak jelas kerusakannya. Tidak ada lagi prinsip ‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Semua keutungan hanya berputar pada para petinggi, pemegang kekuasaan, korporat, hingga konglomerat. Masyarakat hanyalah alat suara untuk memenangkan panggung yang sudah ditentukan pemenangnya.
Seharusnya, harapan hanya bisa digantungkan pada sistem Islam. Tidak ada lagi sistem yang dapat menerapkan aturan yang kompleks selain Islam. Bukan lagi soal agama yang dibereskan, tetapi seluruh aspek kehidupan menjadi sasaran pengaturan dalam sistem Islam. Rasulullah bahkan telah menujukkan eksistensi Islam yang luar biasa jika dimasukkan dalam dunia politik. Jangan menjadikan fatwa ulama di atas segalanya, dibandingkan dengan jalan yang ditempuh Rasulullah. Ketika Rasulullah telah mencontohkan sistem Islam dalam negara Madinah, secara tidak langsung Rasulullah telah memberikan penerapan yang jelas tentang jalan dan solusi yang telah Allah atur dalam panduan kehidupan, yakni Al-Qur’an.
Tidak ada gunanya berharap pada demokrasi karena demokrasi hanya berpihak pada korporasi dan pemilik tahta tertinggi. Percayalah, hanya Islam solusi hakiki dan Rasulullah sebagai uswatun yang diteladani. Wallaahu a’lam bisshawwab.
Lailin Nurul Hidayati
(Aktivis Mahasiswa) [CM/NA]