Petani Menjerit Kala Pupuk Makin Sulit

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

CemerlangMedia.Com — Siapa tidak kenal dengan petani, orang paling berjasa di sektor pertanian setelah menteri pertanian. Tanpa keberadaan mereka, kita sebagai warga Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi akan kesulitan mendapatkannya. Dari tangan-tangan para petanilah padi ditanam di sawah kemudian diproses menjadi beras hingga sampai ke tangan kita.

Ada kisah pilu yang dialami petani masa kini. Sebagai pihak yang paling berjasa, seharusnya mereka mendapat income yang paling besar dari proses produksi beras. Namun faktanya, tidak demikian adanya. Begitu pula ketika harga beras kemarin sempat tinggi, petani tidak lantas dapat untung besar. Ini karena proses panjang dan adanya oknum tengkulak sehingga terjadi permainan harga yang justru membuat petani merugi.

Ditambah lagi ketika mereka terhambat mendapatkan pupuk bersubsidi seperti sekarang ini. Otomatis petani pun menjerit saat akses terhadap pupuk makin sulit, seperti yang dialami oleh petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer (km) hanya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi (23-06-2024).

Usut punya usut, ternyata pemerintah sebagai pihak penyedia pupuk bersubsidi justru berutang hingga 12,5 triliun kepada kepada PT Pupuk Indonesia (Persero). Itu jumlah dengan angka yang sangat besar, sebab akumulasi tagihan pupuk bersubsidi dari 2020, 2022, 2023 hingga berjalan 2024 (20-06-2024).

Pada dasarnya, ada banyak persoalan dalam akses pupuk bersubsidi bagi petani, di antaranya kendala penempatan kios pupuk bersubsidi dengan para petani yang lumayan jauh sehingga butuh usaha lebih besar guna memperolehnya. Kemudian juga permainan harga pupuk bersubsidi yang dengan sengaja dinaikkan harganya oleh oknum tertentu.

Itu semua mustahil terjadi jika hanya terkendala teknis semata. Sebab, persoalan teknis dapat diselesaikan dengan mudah jika memang hanya terjadi di beberapa titik lokasi. Namun faktanya, tidak demikian. Bisa dikatakan bahwa ini semua adalah buah dari pengaturan dan pengelolaan pupuk menggunakan sistem kapitalisme.

Adanya kapitalisasi pupuk membuat petani makin menjerit. Tampak lepas tangannya negara dalam memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani saat utang kian bertambah dari tahun ke tahun kepada PT Pupuk Indonesia.

Perusahaanlah yang memegang kendali dalam pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi saat ini sehingga membuat petani kesulitan mendapatkannya. Sesuai dengan prinsip kapitalisme bahwa dengan modal kecil bisa meraih untung besar, berlaku pula pada pupuk bersubsidi.

Realita negara memiliki utang pada perusahaan yang notabene adalah BUMN menjadi hal yang lucu sehingga membuat akses pupuk kepada petani pun makin jauh. Sementara pupuk adalah kebutuhan terbesar pertanian setelah benih dan lainnya. Jika kondisi ini dibiarkan tentu akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar, yakni berdampak pada kestabilan pangan negara.

Islam menjadikan sektor pertanian sebagai bidang strategis. Sebab, ketika sebuah negara belum mampu berdaulat dalam hal pangan, maka akan dengan mudah digoyahkan oleh negara-negara lain karena tidak ada yang bisa mengontrol emosi manusia ketika perutnya kosong. Begitu pentingnya sektor pertanian Indonesia yang bahan makanan pokoknya adalah nasi sehingga perlu renovasi dalam sistem pengelolaannya.

Atas dasar pentingnya sektor pertanian bagi sebuah negara, maka negara akan mendukung penuh para petani, bukan hanya dalam penyediaan benih, tetapi juga mudah dalam mengakses saprotan. Negara akan memberikan fasilitas berupa alat pertanian sebagai pendukung utama produksi padi.

Sebab, terpenuhinya kebutuhan akan beras di sebuah negeri menjadi penentu apakah rakyatnya sejahtera dari sisi konsumsi. Dengan demikian, cita-cita kedaulatan pangan dan ketahanan pangan dalam suatu negara pun akan terwujud.

Di sisi lain, negara dalam Islam juga memiliki mekanisme dalam memberikan bantuan kepada petani dan keluarga yang tidak mempunyai modal agar tetap menjadi petani yang sejahtera. Hal itu merupakan bagian dari perhatian pemerintah terhadap petani dan bentuk penghargaan kepada mereka atas jasanya kepada negeri ini. Hal demikian tentu tidak akan didapat dari penerapan sistem kapitalisme.
Wallahu a’lam bisshawwab

Hany Handayani Primantara, S.P.
(Aktivis Muslimah) [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *