CemerlangMedia.Com — Kepolisian Resor Penakam Pasar Utara (PPU) Kalimantan Timur mengungkapkan telah terjadi kasus pembvnvhan di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu yang dilakukan oleh seorang remaja J (16 tahun) terhadap satu keluarga yang berjumlah lima orang. Motif pembvnvhan tersebut karena persoalan asmara dan dendam terhadap korban. Antara pelaku dan korban juga bertetangga (8-2-2024).
Terjadi lagi dan lagi, generasi bangsa melakukan tindakan kriminal dengan berbagai motif yang berbeda. Kali ini, pembvnvhan terjadi karena motif asmara dan dendam. Beberapa waktu lalu pun telah terjadi pembvnvhan dengan motif meminta tebusan uang, menjual organ tubuh korban, bahkan ada yang melakukan pembvnvhan dan disiarkan secara langsung (live) di akun sosial media. Apa yang telah memengaruhi generasi kita sehingga mereka berani melakukan tindakan anarkis tersebut?
Bicara tentang generasi, pastilah tidak akan jauh dari pembahasan sistem pendidikan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa sistem pendidikan di negeri ini yang notabene mengekor pada ideologi kapitalisme dan sekularisme, melahirkan generasi yang tidak memahami tujuan hidup sebenarnya sehingga tindakan anarkis dan kriminal terus terjadi.
Selain itu, penerapan dan pelaksanaan sistem sanksi tidak efektif dalam menjaga masyarakat, hukum yang ada tidak mampu memberikan efek jera pada pelaku kriminalitas. Hal ini merupakan kewajaran karena sistem sanksi yang diterapkan dan dijadikan sumber hukum adalah sistem yang dihasilkan oleh kesepakatan manusia tanpa melibatkan Allah Swt..
Lain halnya dalam sistem Islam yang telah menetapkan dan menjelaskan dengan detail terkait pencegahan dan penyelesaian tindak kriminalitas. Dari segi hukum, Islam menerapkan dan melaksanakan hukum bersumber dari Allah Swt., yakni menyandarkannya pada hukum syariat. Sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-An‘am ayat 57,
… ۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗ يَقُصُّ الْحَـقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفٰصِلِيْنَالْفٰصِلِيْن
Artinya: “… Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”
Tindakan kriminal yang dilakukan oleh J (16 tahun) yang merupakan mukalaf (orang yang berakal atau telah akil baligh), meminum khamr, melakukan pembvnvhan berencana tanpa ada paksaan, memerkosa, dan mencuri harta korban, dalam hukum Islam akan menerima sederet sanksi (uqubat). Sebagaimana dijelaskan dalam kitab “Sistem Sanksi Islam” karya Syekh Abdurrahman Al Maliki.
Serentetan sanksi tersebut antara lain. Pertama, uqubat berupa sanksi hudud (dicambuk 80 kali di tempat umum), hal ini terkait perbuatannya yang meminum khamr. Kedua, mengenai tindakan pembvnvhan, dia mendapat beberapa pilihan sanksi, yaitu hukuman mati (qisas), membayar tebusan atau uang darah (diyat) berupa 100 ekor unta, 40 di antaranya dalam keadaan hamil dan bisa juga berupa 1000 dinar (12.000 dirham), serta pilihan terakhir adalah memaafkan (al ‘afwu) apabila keluarga korban tidak menuntut qisas maupun diyat. Ketiga, terkait tindakan pemerkosaan, pelaku belum menikah diberi sanksi cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Keempat, untuk tindak pencurian akan diberi sanksi hudud mencuri jika harta curian mencapai nisab dan sanksi ta’zir jika harta curian di bawah nisab.
Dari segi pendidikan, Islam menerapkan sistem pendidikan yang bertujuan mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Generasi lebih menyibukkan diri pada hal-hal yang lebih produktif dan bersifat positif sehingga mereka terhindar dari kerusakan generasi yang berlarut-larut sebagaimana yang terjadi dalam sistem sekularisme kapitalisme saat ini. Dengan demikian, uqubat akan memberikan efek penebus dosa (jawabir) dan efek pencegahan (zawajir) agar masyarakat tidak melakukan tindakan yang sama.
Suyatminingsih, S.Sos.I.
Surabaya, Jawa Timur [CM/NA]