Islam sangat terbuka terhadap perkembangan teknologi, termasuk di bidang kesehatan. Namun, transparansi dan edukasi adalah syarat utama. Negara Islam berkewajiban memastikan vaksin yang digunakan halal, aman, dan sesuai dengan prinsip ilmiah serta medis. Vaksin tidak boleh dijadikan komoditas bisnis.
CemerlangMedia.Com — Pada 7 Mei 2025, Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan pendiri Microsoft bersama perwakilan dari Bill & Melinda Gates Foundation di Ruang Oval, Istana Merdeka, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, diumumkan bahwa Indonesia akan menjadi lokasi uji coba vaksin tuberkulosis (TBC) terbaru yang dinamakan M72 (7-5-2025).
Kementerian Kesehatan mengonfirmasi bahwa uji klinis ini sudah dimulai sejak 3 September 2024 dan kini memasuki tahap ketiga. Selain Indonesia, beberapa negara lain seperti Afrika Selatan, Kenya, Zambia, dan Malawi juga ikut serta dalam proses ini (12-5-2025).
Vaksin M72 telah mengantongi izin uji klinis fase III dari BPOM RI. Uji klinis ini direncanakan berlangsung selama dua tahun. Namun, sejumlah kalangan masyarakat menyuarakan penolakan terhadap program ini karena merasa dijadikan objek eksperimen belaka.
Kekhawatiran ini tidak lepas dari bayang-bayang sistem demokrasi kapitalisme yang selama ini mendominasi. Dalam ekonomi kapitalisme, semua aspek kehidupan dikomersialisasi demi keuntungan maksimal tanpa memperhatikan kepentingan rakyat secara menyeluruh. Tidak heran jika isu-isu miring tentang tokoh, seperti Bill Gates ikut memperkeruh persepsi publik.
Di bawah sistem kapitalisme, manusia sering kali diposisikan bukan sebagai subjek utama, tetapi sebagai alat untuk mencapai profit. Negara-negara berkembang pun kerap dijadikan lahan percobaan karena dianggap lebih mudah dikendalikan dan memiliki daya tawar yang lemah. Rakyat, terutama yang miskin, rawan menjadi korban kebijakan yang hanya menguntungkan para kapital.
Belum lagi permasalahan, seperti distribusi layanan kesehatan yang timpang serta minimnya edukasi di berbagai daerah. Kesalahan prosedur bisa terjadi sewaktu-waktu. Bahkan, banyak pejabat yang duduk di kursi kekuasaan bukan karena kompetensi, tetapi karena kepentingan politik. Sebagai contoh, menteri kesehatan saat ini tidak memiliki latar belakang di bidang medis. Ini menjadi tanda tanya besar terkait pengambilan keputusan penting di sektor kesehatan.
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR Bukhari).
Pesan ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan tidak boleh dijadikan sebagai ambisi pribadi. Terlebih lagi, dalam Islam, uji klinis merupakan bagian dari proses ilmiah yang dibolehkan selama tetap menjunjung nilai etika dan syariat. Uji klinis biasanya dilakukan dalam empat tahap. Tahap ketiga, seperti yang tengah dilakukan terhadap vaksin M72, bertujuan untuk memastikan efektivitas serta menentukan dosis yang tepat.
Namun, Islam juga memberikan batasan. Apabila uji klinis membawa risiko ringan atau sedang, maka hukumnya makruh. Jika sampai menimbulkan bahaya besar, seperti mengganggu kewajiban dalam kehidupan, berdakwah, bekerja, atau bahkan menyebabkan kematian, maka statusnya berubah menjadi haram. Meski begitu, ini bersifat individual. Jika hanya sebagian orang yang berisiko, larangan berlaku khusus, bukan pada uji klinis secara umum.
Islam sangat terbuka terhadap perkembangan teknologi, termasuk di bidang kesehatan. Namun, transparansi dan edukasi adalah syarat utama. Negara Islam berkewajiban memastikan vaksin yang digunakan halal, aman, dan sesuai dengan prinsip ilmiah serta medis. Vaksin tidak boleh dijadikan komoditas bisnis.
Negara juga harus hadir sebagai pelindung rakyat. Negara Islam akan menyediakan fasilitas bagi para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi, termasuk produksi vaksin, sebagaimana yang pernah dilakukan Kekhalifahan Utsmaniyah dengan vaksin cacar.
Dalam sistem Islam, pemimpin bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya. Rasulullah saw, bersabda, “Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam (khalifah) yang akan memelihara dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah.
Dewi Putri Handayani, S.Pd.