Oleh. Novida Sari, S.Kom.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Bima Yudho Saputro, pemuda Tiktoker asal Lampung sedang viral. Pasalnya, Bima dipolisikan oleh Pengacara Gubernur Lampung, Gindha Ansori ke Polda dengan tudingan menyebar hoaks gegara mengkritik pembangunan di Lampung yang tidak maju-maju. Bahkan, Bima sendiri mengaku mendapat tekanan dan ancaman. Mulai dari didatangi polisi, diancam bupati sampai-sampai dilaporkan ke Polda Lampung atas dugaan pelanggaran ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE).
Mendapati dirinya terancam, Bima yang tengah kuliah di Perguruan Tinggi Intelijen Bisnis, jurusan program Diploma Pemasaran Digital, Komunikasi Digital dan Media/Multimedia, Australia ini, lantas berencana untuk mengajukan protection visa agar mendapatkan perlindungan dari negara tempat ia kuliah, Australia (acehtribunnews.com, 17 april 2023).
Menarik Perhatian Berbagai Kalangan
Kasus yang menimpa Bima ini ternyata menimbulkan atensi yang besar dari berbagai kalangan. Menko Polhukam Mahfud MD sendiri berencana untuk mendalami kasus, dan menyatakan tidak akan tinggal diam jika penegak hukum ikut-ikutan. Di tempat lain nih sob, pengacara kondang Hotman Paris juga menyatakan siap membantu apabila dibutuhkan.
Tidak ketinggalan dukungan mengalir deras dari warganet, mereka mendorong agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) turun tangan memeriksa para pejabat Lampung. Tidak aneh, karena warganet mulai geram atas reaksi para pejabat yang berbau anti kritik, padahal kritik adalah sesuatu yang mesti ada dalam kapitalisme.
Kebebasan Berpendapat yang Terbatas
Secara teori, kebebasan dengan demokrasi itu berdampingan, tidak dapat dipisahkan. Ada 4 (empat) pilar kebebasan yang diagung-agungkan demokrasi, mulai dari kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan berpendapat dan kebebasan berkumpul. Keempat pilar ini merupakan hak asasi warga negara yang dijamin langsung oleh negara.
Namun sejak munculnya UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), demokrasi di negeri ini kian mengarah menjadi demokrasi yang paradoks. Saat warga negara menyampaikan aspirasi yang katanya terjamin tadi, malah dituding sebagai pihak yang ‘mencitra-burukkan’ kinerja pemerintah atas nama ujaran kebencian, penyebar hoaks. Dari sini, keliatan bahwa elit pejabat tidak siap untuk dikritik. Tidak siap untuk mengakui pilar kebebasan ala demokrasi, meskipun yang dikritisi itu nyata apa adanya, chuaks banget kan?
Demokrasi yang mengusung kekuasaan di tangan rakyat nampaknya sudah bergeser dari tempat berdirinya. Karena ternyata, berbagai bukti cacatnya demokrasi telah terpampang di depan mata. Kasus Bima ini hanya satu dari banyaknya pelanggaran HAM dalam kebebasan ala demokrasi. Kasus hilangnya Munir, penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, tragedi Trisakti termasuk pembubaran berbagai ormas, hanyalah segelintir kasus yang ditemui dalam perjalanan demokrasi, tatkala berseberangan dengan kepentingan pihak tertentu.
Islam Meniscayakan Kritik
Berbeda dengan demokrasi, Islam sudah terbiasa dengan amar makruf nahi mungkar. Kritik dipandang sebagai bagian dari perbaikan yang dilakukan umat agar aturan Islam berjalan di bumi Allah Swt. dengan sempurna.
Ada 3 (tiga) pilar yang mesti dijalankan sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan amanah, yakni adanya individu yang bertakwa, kontrol masyarakat dan keberadaan negara yang menjalankan sanksi di tengah masyarakat. Ketika para pemimpin mendapat kritik, maka para pemimpin akan menyikapi dengan bijak dan lapang dada. Mereka tidak akan marah, tersinggung, dan melakukan tindakan yang mengancam rakyatnya baik secara verbal ataupun tindakan.
Dahulu Khalifah Umar bin Khattab pernah menentukan membatasi jumlah mahar karena aduan kritis dari sebagian pemuda yang kesulitan untuk menikah akibat tingginya mahar yang ditentukan oleh pihak perempuan. Lantas kebijakannya ini dikritisi oleh seorang perempuan yang membacakan firman Allah Swt. Surat An-Nisa ayat ke 20,
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا، أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain,sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali denga njalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”
Mendengar hal ini, lantas Umar pun mengakui kekeliruannya dalam mengambil kebijakan. Dengan lapang dada ia membenarkan kritik dari rakyatnya dan membatalkan kebijakannya.
Kritik kepada penguasa juga memiliki peranan yang sangat penting di dalam Islam. Tak tanggung-tanggung, tatkala bertemu dengan pemimpin yang zalim, pahala yang didapat seperti halnya pahala jihad. Seperti hadits yang diceritakan oleh Abu Sa’id Al Khudri,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Artinya: “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Dawud)
Bahkan Rasulullah saw. juga menyebutkan bagaimana perjuangan dalam beramar makruf kepada penguasa yang zalim.
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
Artinya: “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh.” (HR Ath Thabrani)
Khatimah
Pemimpin dan penanggung jawab rakyat sejatinya bukanlah sosok yang anti kritik, bahkan sampai melakukan tindakan yang mengancam. Karena posisi pemimpin dalam Islam adalah amanah dalam menerapkan seluruh aturan Allah Swt. secara totalitas sehingga terwujud Islam rahmatan lil ‘alamin di muka bumi. Sejarah telah membuktikan para pemimpin dalam negara Islam sangat memperhatikan rakyatnya. Bahkan ketika mereka tengah dalam kondisi kelelahan mengurusi rakyatnya, mereka siap dikritik.
Namun sosok pemimpin seperti ini hanya ditemui dalam sistem Islam yang dalam kitab fikih disebut dengan Khil4f4h. Khil4f4h tidak akan ada dalam sistem kapitalis demokrasi. Karena Khil4f4h akan menerapkan kalam Ilahi di muka bumi. Meskipun keberadaannya telah hilang dari tangan kaum muslim sejak runtuhnya kekhilafahan yang terakhir di Turki pada tahun 1924, namun Khil4f4h akan kembali seperti halnya yang dijanjikan oleh Rasulullah saw. Sudah saatnya pemuda Islam memperjuangkannya. [CM/NA]