Oleh: Ummu Al-Fatih
CemerlangMedia.Com — Mengingat kebaikan adalah salah satu cara agar mudah memaafkan. Entah terhadap pasangan, saudara, kerabat, ataupun sahabat. Akan tetapi, hal ini terkadang sulit untuk dilakukan karena gharizah baqa yang sulit dikendalikan.
Ya, gharizah baqa atau naluri mempertahankan diri seringkali tidak terkendali sehingga kesalahan kecil mampu menutupi ribuan kebaikan yang diberikan orang lain terhadap diri. Ibarat kata pepatah, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”.
Manusia memang tempatnya lupa. Lupa dengan kebaikan orang lain, tetapi tidak dengan kesalahannya. Yang diingat hanya keburukan dan lupa dengan kebaikan yang orang lain berikan sehingga ketika seseorang melakukan kesalahan terhadap dirinya, hanya kesalahan saja yang diingat. Meskipun kebaikannya lebih banyak dibandingkan kesalahan tersebut.
Mungkin kita lupa bahwa manusia hanyalah hamba biasa yang tidak luput dari salah dan dosa. Hanya saja, Allah sedang menutup aib-aib kita sehingga tampak sempurna di mata manusia. Padahal hanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam saja yang maksum dari salah dan dosa.
Sebagian dari kita merasa dirinya paling sempurna sehingga lupa melihat diri sendiri, introspeksi diri, dan melongok ke lubuk hati. Yang tampak hanya kebaikan diri dan lupa jika dirinya pun pernah melakukan kesalahan terhadap orang lain.
Padahal setiap orang yang saling berinteraksi, tentunya pernah berbuat baik terhadap diri masing-masing. Begitu pula dengan pasangan, kerabat, orang terdekat kita. Maka, sudah sepatutnya saling menebar kebaikan dan saling memaafkan. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pun mengajarkan umatnya untuk membalas kebaikan dengan kebaikan pula.
Dari Jabir bin Abdillah Al-Ansahary, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut karena jika dia memujinya, maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya.” (Takhrijut Targhib (2/55), Ash Shahihah (617): (Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr wash Shilah, 87-Bab Maa Jaa-a fii Man Tasyabba’a bimaa Lam Yu’thihi)).
Maka, sudah selayaknya kita mencontoh perilaku Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bukankah kita menginginkan syafaat beliau? Maka ikutilah jalan beliau, menjadikannya teladan dalam setiap tindakan kita. Saling memaafkan dan senantiasa berbuat kebaikan. Lemah lembut terhadap orang mukmin, tetapi tegas terhadap orang kafir. [CM/NA]