Cinta Tak Harus Memiliki

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Namanya Fatimah, usianya sekitar 35 tahun. Dia adalah seorang istri yang baik, lembut, sabar, juga penyayang. Dia tinggal di sebuah rumah yang sederhana bersama suaminya Riski. Hampir 10 tahun usia pernikahan mereka, tetapi belum juga dikaruniai momongan. Fatimah senantiasa bersabar dalam penantiannya, ia memasrahkan segalanya kepada Sang Pemilik kehidupan Allah Swt..

Fatimah dan Riski saling mengasihi dan saling menguatkan, apalagi mereka sama-sama dibina dalam sebuah kelompok jemaah yang sama. Itulah yang menjadikan rumah tangga mereka adem ayem tanpa pergolakan yang berarti. Mereka berdua memiliki pemahaman dan cara pandang yang sama, mereka berdua memahami betul tugas masing-masing, jadi tidak pernah ada kendala yang berarti. Satu-satunya keinginan dan harapan mereka yang hingga hari ini belum juga hadir, yaitu seorang anak.

10 tahun tentu bukan waktu yang sebentar untuk sebuah penantian. Belum lagi desakan dari pihak keluarga yang menginginkan kehadiran cucu, ditambah gosip miring tetangga yang selalu membersamai perjalanan rumah tangga mereka. Sejauh ini Fatimah masih bisa bersabar, tetapi pihak keluarganya tak mampu lagi untuk bersabar.

“Kenapa belum juga bisa hamil, mungkinkah di antara kalian berdua ada yang mandul?”
Kata-kata ibu kala itu begitu mengejutkan Fatimah. Keluarganya menyuruh mereka berdua untuk memeriksakan diri ke Dokter. Fatimah selalu mencoba berdalih, tetapi kali ini keluarganya bersikeras menyuruh dia dan suaminya agar pergi ke dokter.

Akhirnya, tak ada cara lain, mereka berdua terpaksa harus pergi ke dokter. Padahal keduanya sudah tau siapa di antara mereka yang tidak bisa memiliki keturunan.

Ya, Fatimah sudah rida atas kondisi suaminya yang dinyatakan mandul dan tidak bisa membuat dirinya merasakan hamil seperti perempuan pada umumnya. Namun, tentu saja tidak demikian halnya dengan keluarganya yang sangat menginginkan keturunan. Apalagi Fatimah hanya terdiri dari dua bersaudara.

Abang Fatimah berada jauh di kota lain dan tidak bisa setiap saat berkunjung ke rumah karena jarak yang terlampau jauh. Jadilah Fatimah menjadi tumpuan untuk dapat menghadirkan keturunan sebagai penerus keluarga ke depannya.

“Bagaimana hasilnya? Apa kalian bisa punya anak? Tidak ada masalah, kan?” Ibu memberondong Fatimah dengan banyak pertanyaan.

Fatimah hanya terduduk lesu, tidak tau harus memulai dari mana. Riski yang melihat hal itu merasa iba dan tak tega membiarkan istrinya menanggung beban sendirian. Dengan segenap jiwanya, akhirnya Riski sampai pada keputusan bahwa ia akan menceraikan Fatimah dan membiarkannya menikah kembali dengan laki-laki yang bisa memberinya keturunan. Sekali pun hatinya begitu sakit.

Namun, ia tak mau egois lagi. Sudah cukup 10 tahun Fatimah bersabar. Ia tidak ingin membuatnya terus berada dalam penantian yang tak pasti. Ia akan merelakan Fatimah untuk orang lain, walaupun dirinya harus rela membiarkan hatinya terluka.

Keputusan yang berat untuk Riski pastinya, tetapi tidak ada cara lain lagi. Ia sudah yakin dengan keputusannya, ia harus mengikhlaskan biduk rumah tangganya karam karena ketidakmampuannya memberikan cucu kepada mertuanya.

“Dek, Abang ikhlas untuk melepasmu, sudah saatnya kamu mencari kebahagiaanmu sendiri yang pastinya bukan bersama Abang. Maafkan Abang, yang belum bisa membahagiakanmu.”

Fatimah terkejut, sungguh bukan jalan seperti ini yang ia harapkan.
“Bang, tetapi Adek udah ikhlas, jika memang kita tidak bisa punya anak, asalkan bersama Abang. Adek gak pa pa. Jangan bicara seperti itu lagi, Adek mohon.” Tak kuasa Fatimah membendung air matanya, akhirnya bulir itu jatuh juga.

“Adek jangan egois, orang tua Adek sangat menginginkan cucu, dan mereka sangat berharap kalau kita bisa memberikannya cucu. Adek tau sendiri, kalau Abang sakit dan memang tidak akan bisa memberikan mereka cucu,” Riski berusaha tegar, walaupun ia tau pasti bukan ini yang ia inginkan.

Hari-hari Fatimah diliputi kegelisahan. Di satu sisi ia tidak menginginkan adanya perpisahan dengan suami tercintanya, tetapi di sisi yang lain, ia pun tidak ingin melukai perasaan orang tuanya.

Fatimah memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dalam menjalani ujian rumah tangganya. Setiap malam Fatimah berdoa dalam sujudnya agar diberikan jalan keluar terbaik untuk permasalahan rumah tangganya. Ia mengadukan semuanya kepada Zat pemilik kehidupan, ia tidak ingin menyakiti siapa pun, terlebih suaminya yang begitu ia sayangi.

Hari-hari Riski pun diisinya dengan berbagai hal yang positif. Ia makin menyibukkan dirinya dalam dakwah dan berusaha tegar menjalani ujian dalam kehidupannya.

Riski dan Fatimah sedang berusaha saling introspeksi diri, mereka hanya tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan karena ini bukanlah keputusan yang sepele. Mereka berdua yakin, jika semua urusan dikembalikan kepada Sang Pembuat urusan pasti akan ada solusi terbaik yang dihadirkan.

“Dek, gimana jadinya, sudahkah kamu mengambil keputusan tentang persoalan kita? Jangan pikirin perasaan Abang, kamu harus pikirin perasaan keluargamu. Abang berharap, walaupun di dunia ini kita tak bisa selamanya bersama, semoga di kehidupan yang lain Allah takdirkan kita bersama.”

Akhirnya mereka telah sampai pada keputusan untuk mengakhiri kisah mereka dengan cara yang baik, Riski menceraikan Fatimah dan mengembalikannya kepada kedua orang tuanya. Riski berharap, setelah ini, Fatimah akan menemukan laki-laki yang bisa memberinya kebahagiaan yang sempurna. Mereka memulainya dengan cara yang baik, maka mengakhirinya pun dengan cara yang baik.

Meski berat untuk mereka, tetapi mereka yakin bahwa keputusan yang mereka ambil adalah baik karena mereka berusaha melibatkan Allah dalam segala hal, termasuk saat mengambil keputusan terberat ini. Akan selalu ada hikmah di balik peristiwa. Terkadang untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan, kita dipaksa terlebih dahulu menghadirkan kebahagiaan untuk orang lain. Itulah yang Riski dan Fatimah lakukan sekarang, mereka berdua paham bahwasanya mencintai tak selalu harus memiliki. Itulah hakikatnya cinta. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *