Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — “Saya terima nikah dan kawinnya Naya Kharisma binti Suprapto dengan maskawin seperangkat alat salat dibayar tunai.”
Dengan satu tarikan napas, Prasetio berhasil melafazkan ijab kabul di hadapan orang tua Naya dan para saksi. Resmi sudah Naya menjadi istri Tio. Acara pernikahan hanya digelar dengan sederhana, tetapi tidak mengurangi kesakralannya.
Saat itu Naya masih bekerja di sebuah mall sebagai Sales Promotion Girl di bagian kosmetik. Sementara Tio hanya sebagai tukang fotocopy, itupun usaha milik keluarganya.
Sebenarnya dari segi karakter, Naya dan Tio sangat jauh berbeda. Naya cenderung keras kepala dan selalu ingin menang sendiri, sementara Tio pendiam dan sangat sabar.
Pada awal-awal pernikahan, masih baik-baik saja. Perbedaan usia yang terpaut cukup jauh di antara keduanya, menjadikan Tio selalu mengalah dan berusaha sabar menghadapi segala sifat kekanak-kanakan Naya. Itulah yang membuat Naya makin dominan terhadap Tio. Tio tak pernah membalas perlakuan buruk Naya. Hingga akhirnya Naya positif hamil, sikap buruk Naya makin menjadi-jadi.
“Ceraikan aku, Mas, sekarang juga! Aku capek sama kamu, ternyata kamu gak sesuai dengan harapan aku. Kamu gak bisa bahagiain aku, aku muak hidup miskin,” teriak Naya di dalam kamar.
Rupanya Naya merasa menyesal karena menikah dengan Tio, ditambah kini dirinya sedang hamil. Kondisinya menjadi sangat tak stabil. Namun, lagi-lagi Tio tetap sabar menghadapi Naya, Tio menganggap perangai Naya karena pengaruh kehamilannya.
“Nay, ngucap, Sayang! Gak boleh ngomong kaya gitu, kasian anak kita. Mas janji akan bekerja lebih giat lagi buat kamu dan calon anak kita.” Di dekapnya Naya ke dalam pelukan.
“Kamu yang sabar ya, insyaallah, kehidupan kita akan jauh lebih baik ke depannya.” Dikecupnya kening Naya dengan penuh ketulusan, perlahan Naya pun mulai tenang.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, anak yang begitu dinantikan kehadirannya oleh Tio itu lahir, tepat pukul 09:00 WIB setelah semalaman Naya menahan sakit akibat kontraksi, Tio tetap sabar mendampingi.
Kebahagiaan Tio makin lengkap dengan hadirnya sang buah hati, kini ia sudah menjadi seorang Ayah. Betapa sempurnanya hidup Tio kini, kendati Naya terkadang masih juga memperlakukannya dengan buruk. Tio yakin, kelak Naya akan berubah dan mencintai dirinya apa adanya.
“Mas, sudah 8 tahun kita menikah, tetapi hidup kita masih gini-gini aja. Anak kita udah mau sekolah, tetapi kamu belum juga dapat kerjaan yang layak. Kalau kaya gini terus, aku capek, Mas. Dari dulu hidup kita begini-begini aja, kapan kita kayanya, Mas.”
Pagi-pagi Naya sudah emosi karena meratapi nasibnya selama berumah tangga dengan Tio. Apalagi anak semata wayangnya sudah harus masuk sekolah dasar tahun ini, sementara pekerjaan Tio gak tetap, kadang ada, kadang tidak.
“Yang sabar, Mas, kan sudah berusaha. Alhamdulillah, hingga detik ini kalian kan masih bisa makan, kalau untuk kebutuhan kan sudah Allah jamin, yang tidak Allah jamin itu untuk gaya hidup.”
“Ah, gak usah ceramah kamu, Mas. Sono, kalau mau ceramah pergi ke masjid!” timpal Naya sembari ngeloyor masuk ke dapur.
Tio hanya geleng-geleng kepala dengan keluhan istrinya itu. Hampir setiap hari Naya ngomel-ngomel. Naya tidak pernah bersyukur dengan apa pun yang sudah Allah hadirkan, terkadang membuat Tio begitu sedih. Namun, Tio sangat yakin bahwa kelak istrinya akan berubah menjadi istri salihah seperti harapannya.
Hari ini Tio pulang agak kemalaman, tadi di gudang, pekerjaannya lumayan banyak. Terkadang demi menghemat, Tio rela pulang kerja dengan berjalan kaki. Seperti malam ini, ia yang sedang asyik berjalan kaki tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah mobil dengan kecepatan tinggi yang tiba-tiba oleng ke arah dirinya hingga akhirnya membuat badannya terpental dan jatuh ke aspal. Saat itu Tio merasakan sekujur tubuhnya sakit luar biasa, setelah itu Tio merasa dunia gelap gulita.
Naya yang mendapatkan kabar bahwa suaminya menjadi korban tabrakan, segera bergegas ke rumah sakit di mana suaminya dirawat. Saat itu Naya begitu takut kehilangan, dia takut terjadi apa-apa pada suaminya.
Ternyata Tio mengalami koma akibat benturan di kepalanya yang teramat keras. Naya syok, ia tak mampu menahan badannya yang langsung jatuh terkulai ke lantai. Bayangan-bayangan Tio yang selalu tersenyum saat ia marah-marah, yang tak pernah kasar jika ia memperlakukannya dengan buruk hadir memenuhi memorinya.
Naya begitu takut kehilangan Tio, ia menyesal karena sudah memperlakukannya dengan buruk, ia menyesal karena belum jadi istri yang salihah sesuai harapan Tio.
Kecelakaan yang dialami Tio menjadi titik balik Naya, ia menyadari betapa berharganya Tio untuknya. Kini ia merasakan takut kehilangan, ia tidak bisa membayangkan jika Tio tiada, ia tidak ingin itu terjadi.
“Ya Allah, tolong jangan ambil suamiku, ampuni aku atas dosa-dosaku pada suamiku, aku menyesal karena sudah menyia-nyiakannya selama ini, beri aku kesempatan untuk memperbaikinya diri dan menjadi Istri salihah untuk suamiku,” pinta Naya dalam doanya.
Hampir setiap malam dia tidak pernah putus memanjatkan doa untuk kesembuhan suaminya yang sudah hampir dua minggu belum juga sadar.
Kini Naya begitu cantik dalam balutan gamis dan kerudung lebarnya. Ia ingin di saat sadar, suaminya melihat sosok Naya yang baru. Naya yang takut kehilangannya dan menyesal atas semua perilaku buruknya.
Namun, entah kapan Tio akan bangun dan melihat perubahan Naya. Tio masih asyik dengan tidur panjangnya. Tio seperti masih enggan membuka matanya untuk melihat Naya.
Naya tetap setia merawat Tio dan menunggu suaminya membuka mata. Naya begitu telaten menjaga Tio, mengelap badannya, memakaikan baju favoritnya, memakaikan parfum kesukaannya.
“Mas sampai kapan kamu tidur? Apa kamu tidak kangen sama aku? Apa kamu tidak kangen sama Raffa anak kita? Aku mohon bangun, Mas. Aku janji akan menjadi istri yang baik, aku mohon maaf atas dosa-dosaku yang dulu, Mas. Bangunlah, Mas, aku rindu!”
Naya tak mampu menahan bulir air matanya yang perlahan membasahi pipinya. Naya masih berharap akan ada keajaiban, sekalipun ini sudah hari ke tiga puluh Tio koma.
Dalam keheningan malam, Naya sedang asik berdoa, mengadukan keluh kesahnya kepada Sang Khalik Pencipta kehidupan. Naya sampaikan kerinduannya terhadap suaminya, Naya meminta agar Allah masih mengizinkannya untuk bisa berbakti kepada suaminya. Tanpa Naya sadari, Tio sedang menatapnya takjub, terbata-bata Tio memanggil istrinya.
“Sayyang, apakah itu kamu?” susah payah Tio berucap.
Naya berbalik menghadap suaminya, dia masih tidak percaya, “Mas, alhamdulillah, kamu sudah siuman. Aku panggil suster dulu ya.” Tergesa-gesa Naya memanggil suster. Naya takut ini hanya halusinasinya.
Besoknya Naya duduk di samping Tio, menyuapinya bubur dengan penuh kasih sayang. Naya merona karena Tio tak henti-henti menatapnya.
“Mas, udah dong ngeliatinnya, kayak gitu amat. Kenapa, aku jelek ya? Aku gak cocok ya, pakai kerudung kayak gini? Kamu malu ya, punya istri kayak aku.” Naya pura-pura kesal karena Tio tak berhenti menatapnya.
Tio begitu takjub dengan perubahan Naya. Dia sangat bersyukur karena kini istri yang begitu dicintainya sudah berubah menjadi istri salihah, lebih menghargainya, bahkan kini Istrinya itu membalut tubuhnya dengan pakaian syar’i.
Sungguh ia sangat berterima kasih kepada Allah atas perubahan yang terjadi pada istrinya. Sekalipun untuk sebuah perubahan itu, dia harus mengalami koma begitu lama. Tio bersyukur untuk apa pun yang menimpanya karena ia yakin bahwasanya itu pasti baik karena berasal dari Yang Maha Baik.
Bagi Tio, saat dirinya mengucapkan ijab kabul delapan tahun yang lalu, saat itu ia sudah berjanji kepada dirinya dan Allah bahwasanya dia akan menerima apa pun dan bagaimana pun keadaan istrinya. Dan janji itu akan Tio pegang sampai nanti, sampai raganya tak mampu lagi membersamai Naya istri tercintanya. [CM/NA]