Oleh: Iztania Balqis
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Balqis dan Rahman sudah dikaruniai seorang putri dan seorang putra. Meski kehadiran Balqis selalu dipandang sebelah mata oleh keluarga suaminya, tetapi selama berumah tangga, mereka mampu melewati ujian apa pun yang menghampiri. Sampai suatu hari, ujian berat menghampiri keluarga mereka.
Setiap awal bulan keluarga Rahman mengadakan acara makan bersama keluarga besar. Rahman dan ketiga kakaknya akan berkumpul di rumah orang tuanya. Rahman pun mengajak istri dan anak-anaknya untuk mengikuti acara tersebut.
Saat itulah terjadi kesalahpahaman antara Balqis dan kakaknya Rahman. Semua berawal hanya karena kesalahan putrinya Balqis yang baru berusia 10 tahun. Namun, respons kakaknya Rahman di luar dugaan, dia meluapkan emosinya pada Balqis.
Balqis dianggap tak becus mendidik anaknya. Tak hanya itu, Balqis mendapat hinaan di luar batas. Balqis yang baru hijrah mengenal Islam kafah setelah menikah dengan Rahman, dianggap sesat hanya karena pernah diketahui berhari raya sehari lebih awal mengikuti rukyat hilal global. Jilbab syar’i plus kaos kaki yang selalu dikenakan Balqis pun tak lepas dari celaan keluarga Rahman.
Menurut mereka, Balqis terlalu fanatik dengan agama. Padahal jilbab syar’i yang tetap dikenakan Balqis meski di dalam rumah keluarga Rahman, semata karena mengikuti syariat Islam. Sebab, ipar laki-laki bukan termasuk mahram bagi seorang wanita. Maka saat berkumpul di rumah keluarga besar suaminya, Balqis tetap mengenakan pakaian syar’i.
Sementara itu, Rahman pun mendapat hasutan dari kakaknya agar mencari wanita lain dan meninggalkan Balqis.
“Kamu itu lelaki saleh, masih bisa mendapatkan istri yang lebih cantik, lebih baik dari Balqis yang jelas tak becus mendidik anak,” ucap kakaknya.
Rahman yang kesal dengan perlakuan keluarganya pun berkata, “Baik atau buruknya Balqis, itu tanggung jawab saya sebagai suaminya sampai akhirat. Saya perhatikan, kalian dari dulu sering mencari-cari kesalahan Balqis, emang dia punya salah apa?”
Melihat respons Rahman yang begitu marah, kakaknya berkata, “Dari sejak kalian menikah, kami emang enggak pernah suka sama Balqis!”
Perdebatan yang panas ini membuat Rahman segera membawa anak dan istrinya pulang ke rumah kontrakan mereka. Sebab, percuma melanjutkan diskusi bersama kakak dan keluarganya, jika ternyata dari awal rasa benci yang mereka punya pada istrinya.
Sesampainya di rumah kontrakan, Balqis yang akhirnya mengetahui kebencian keluarga suaminya, seolah membuka tabir kepalsuan yang ada. Pantas saja, apa pun yang dilakukan Balqis selalu salah di mata mereka.
Sementara itu, anak perempuan Balqis yang melihat penghinaan terhadap ibunya merasa sedih dan memutuskan pergi dengan meninggalkan sepucuk surat, berisi permintaan maaf belum bisa menjadi anak yang baik. Ya, anak perempuan Balqis kabur dari rumah.
Ketika menemukan surat dari putrinya, Rahman dan Balqis segera mencari putri mereka yang pergi entah ke mana. Balqis terus berdoa agar bisa segera menemukan putrinya. Setelah satu jam pencarian, akhirnya Rahman menemukan putrinya di dekat sekolah. Kemudian membawanya pulang ke rumah.
Setelah ujian bertubi-tubi yang menyapa hidupnya, hati Balqis hancur. Dia meminta izin kepada Rahman untuk pulang ke kampung halamannya sehari untuk berziarah ke makam orang tuanya. Sementara Rahman menjaga kedua anaknya di rumah kontrakan.
Balqis yang seorang yatim piatu langsung berziarah ke kuburan orang tuanya. Tangisnya pecah di pusara orang tuanya. “Andai ibu masih ada, rasanya pelukan ibu akan membuatku tenang,” lirih Balqis dalam hati.
Sepulang dari ziarah, seperti biasanya Balqis mampir ke tempat Bi Inah yang merupakan sepupu almarhumah ibunya. Melihat keponakannya datang sendirian, Bi Inah memahami apa yang terjadi.
Sebab sudah menjadi kebiasaan Balqis, jika ingin mencari ketenangan, dia akan pulang sendirian untuk berziarah. Bi Inah pun sering mendengar sikap buruk keluarga Rahman pada Balqis. Sebab, salah satu anak Bi Inah kebetulan menjadi tetangga dekat keluarga Rahman.
Melihat raut wajah Balqis kali ini, Bi Inah tak bisa menahan ucapannya. “Sudahlah, Neng, akhiri saja rumah tanggamu. Bibi enggak tega melihatmu terus-terusan diperlakukan buruk oleh keluarga Rahman. Tidak ada namanya mantan kakak, bagaimana pun Rahman mempunyai hubungan darah yang tak mungkin putus dengan keluarganya, sementara kamu hanyalah seorang istri yang kapanpun bisa diceraikan,” ucap Bi Inah.
“Lebih baik kamu kembali menerima Aufa yang masih sendiri. Lagipula orang tua Aufa sudah sangat menginginkan cucu sedangkan Aufa masih betah membujang. Kalau kamu mau menerimanya, Bibi yakin, orang tua Aufa akan senang dengan kehadiran kamu dan anak-anakmu. Ingat Balqis, bagaimana pun, orang tua Aufa masih kerabat keluargamu, enggak mungkin mereka tega menyakiti kamu yang masih ada hubungan saudara,” lanjut Bi Inah.
Balqis yang terdiam mendengarkan ucapan bibinya, seakan dibawa mengingat masa lalunya. Aufa seorang laki-laki yang dulu pernah menjalin rasa cinta dengannya sewaktu SMA.
“Jika aku sudah jadi dokter dan sukses, akan aku datangi orang tuamu, Balqis,” ucap Aufa saat acara kelulusan SMA dan masih teringat di benak Balqis.
Namun, takdir cinta tak pernah menyatukan Aufa dan Balqis dalam ikatan pernikahan. Sebab, Balqis tak bisa menunggu Aufa menyelesaikan pendidikan dokternya selama 4 tahun di luar kota. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, Balqis menginginkan seorang suami yang bisa melindungi dan menghapus kesepiannya.
Sementara waktu itu Aufa belum mau untuk menikahinya karena ingin fokus dahulu pada pendidikannya. Ketika Balqis yang sudah mengubur rasa cintanya pada Aufa, saat itulah Balqis bertemu Rahman sebagai teman kerjanya. Kebersamaan di tempat kerja itulah yang membuat Rahman berani untuk meminang Balqis sebagai istrinya.
Melihat Balqis yang melamun, Bi Inah pun segera memegang pundak Balqis. Mengingatkan jika waktu sudah mulai beranjak sore. Akhirnya Balqis pun pamit pulang pada Bi Inah, sebab Balqis meminta izin hanya sehari pulang ke kampungnya.
Sepanjang perjalanan di dalam kendaraan, Balqis masih menata hatinya. Bagaimana pun keadaannya, Balqis tetap ingin mempertahankan pernikahannya. Baginya, Aufa hanyalah kerabat dan cintanya di masa lalu. Yang menjadi jodohnya saat ini adalah Rahman.
Meski keluarga Rahman tak menyukainya, tetapi Balqis masih bertahan dengan Rahman karena menyadari bahwa pernikahan adalah perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha). Tak mungkin selalu mulus tanpa ujian. Selama Rahman masih mencintainya, masih menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, tak ada alasan untuk menyudahi pernikahan ini. Sebab Islam pun melarang suami istri bercerai tanpa adanya nusyuz yang dibenarkan oleh syariat. [CM/NA]