Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.I.
CemerlangMedia.Com — Wajahnya tampak lelah, tetapi senyumannya tetap terlihat teduh. Dia yang tidak begitu banyak bicara, tetapi bukan pula tipe orang yang pendiam.
Menjalani kehidupan berumah tangga bersama seorang wanita yang ia kenal melalui jalur taaruf, lalu dikaruniai empat orang anak dan bekerja di bidang jasa. Semua itu merupakan pencapaian yang bisa jadi tidak pernah terlintas dalam pikirannya, apalagi orang lain.
Tidak ada yang tahu tentang masa depan karena semua itu adalah rahasia Allah Swt.. Manusia hanya bisa mengupayakan, tetapi tetaplah Allah Swt. yang memegang kendali atas hamba-Nya.
Apabila menilik perjalanan hidup laki-laki tersebut, tidak mungkin terlintas di pikiran tiap-tiap manusia. Namun, deretan kisah hidupnya telah mengantarkan dia seperti saat ini. Hijrah dan memantapkan diri di jalan Islam, meskipun banyak yang harus ia pelajari.
Di usia 28 tahun, ia mulai belajar membaca huruf hijaiyah dari dasar, bacaan dan gerakan salat, hingga mengikuti majelis tafsir dan mengkaji Al-Qur’an sehingga mengerti, memahami, serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Dia adalah seorang anak laki-laki ke enam dari tujuh bersaudara. Ia lebih akrab dipanggil “Oyek”. Sejak kecil, Oyek dilabel sebagai anak nakal, anak yang selalu membuat mendiang orang tuanya harus berhadapan dengan orang lain dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Bahkan, menghadapi beberapa lembaga pendidikan karena kenakalannya di sekolah.
Menginjak remaja, ia makin tidak terkontrol dan tidak melanjutkan sekolah, padahal ujian akhir dilaksanakan satu bulan berikutnya. Selain itu, ia juga menato bagian tertentu dari tubuhnya, menjalin hubungan asmara, hingga zina. Ia terjerumus di dunia hitam dan menjadi pemakai serta pengedar narkotika jenis ganja.
Hingga suatu malam, ia dijebak oleh temannya untuk berjudi dan berakhir di hotel prodeo. Hal ini bisa dikatakan sebagai awal dimulainya kehidupan. Dia merasa sendiri dan terpuruk, seolah tiada saudara yang peduli.
Namun, ia bersyukur mempunyai kakak ipar yang menjadi benteng pertahanan. Saat itu, kakak iparnya (suami dari saudari tertua) ikut turun tangan memperjuangkan agar ia bisa bebas tanpa syarat dari hotel prodeo. Akan tetapi, takdir mengatakan lain. Usaha tersebut gagal dan ia pun menetap di tempat itu selama lima tahun. Berpisah dengan keluarga dan teman karib membuat ia menyadari tentang makna kehidupan.
Saat masih di hotel prodeo yang letaknya jauh dari tempat tinggal, ia mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia. Pukulan berat yang ia dapatkan. Seorang ibu yang selama ini selalu berada di sampingnya, dengan sabar menghadapi semua sikap dan tingkah lakunya, kini pergi untuk selamanya tanpa ia bisa mengucapkan kata maaf. Tidak pula untuk sekadar salam perpisahan secara langsung, apalagi mendampingi dan mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhir.
Kepergian ibunya membuat ia merasa menyesal atas masa lalu. Ditambah lagi spekulasi orang-orang di sekitarnya. Bahkan, saudaranya sendiri melabel bahwa ia sebagai penyebab ibu meninggal dunia.
Ya, ibu meninggal karena memikirkan anaknya yang berada di dalam hotel prodeo dan tidak bisa selalu mengunjungi karena lokasi jauh dan butuh biaya untuk menggunakan transportasi umum. Pukulan keras yang menghantam sudut hatinya, sesal yang datang dalam diri seolah tiada guna.
Setelah bebas dari hotel prodeo yang terletak di Pulau Madura, ia mulai berusaha untuk melangkahkan kakinya dalam scene baru kehidupan. Ia mulai merajut kembali bait demi bait kisah hidupnya dengan semangat diri dan kekuatan hati yang tersisa.
Tanpa ada ibu di sampingnya adalah bait kehidupan yang membuat ia bertekad menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Penyesalan dan kesedihan yang ia rasa membutuhkan solusi untuk mengatasinya. Rasa yang sangat memukul sudut relung hati sempat membuatnya bingung harus mulai darimana.
Namun, ia tidak ingin menjadi lemah dan menyerah, apalagi larut dalam kesedihan. Ia menjalani kisah hidup yang mengalir dengan niat dan tekad yang ia miliki tanpa melupakan sedikitpun kisah masa lalunya.
Dia berjuang bertahan hidup dan tidak ingin berpangku tangan atau hanya sekadar menengadahkan tangan pada saudara-saudaranya. Dari semua saudara kandungnya, hanya kakak tertua dan suaminya yang bisa mengulurkan tangan dan berusaha memfasilitasi dirinya untuk bisa mandiri. Meski demikian, pada akhirnya, ia lebih nyaman memilih berjuang dengan usahanya sendiri.
Ia menapaki waktu demi waktu agar tidak terbuang seperti di masa lalu. Ia memutuskan untuk bekerja di pasar elektronik kawasan Kota Surabaya tanpa ada bekal ilmu dan pengalaman kerja. Ia hanya mempunyai niat dan tekad untuk mengubah diri.
Saat itulah ia mulai belajar ilmu yang tidak dapatkannya di bangku sekolah. Hingga akhirnya, dari belajar secara otodidak, ia pun mampu menawarkan jasanya secara pribadi sebagai tukang service elektro free line. Walaupun penghasilannya tidak banyak, tetapi mampu untuk membeli dan memenuhi kebutuhan pokok bagi dia dan keluarga kecilnya itu sudah cukup.
Oyek yang merupakan mantan residivis dan X-user juga bertemu dengan beberapa orang yang mempunyai latar belakang hampir sama dengannya. Pertemuan dan hubungan yang intens pun terjalin. Pada akhirnya mereka sepakat membentuk sebuah jemaah majelis ilmu yang mereka sebut dengan “Surau Al Balad.”
Di sanalah ia mulai belajar tahap demi tahap terkait bagaimana mengerti dan mempelajari ilmu Al-Qur’an yang dibina oleh seorang ustaz dari Padang, Sumatra Barat dan juga punya sejarah gelap dalam hidupnya. Oyek belajar dengan ghirahnya, meskipun belum lancar membaca huruf hijaiyah. Di sana pula ia dipertemukan oleh seorang wanita dengan latar belakang yang jauh berbeda dengan dirinya dan kemudian ia nikahi.
Ketika keluarga, tetangga, dan teman-temannya mengetahui bahwa ia menikah dengan seorang wanita yang seolah tidak pantas dan tidak mungkin mau dengan laki-laki seperti Oyek. Seorang laki-laki tanpa latar pendidikan yang baik, masa lalu yang buruk dan semua pelabelan negatif yang menancap pada dirinya. Namun, Allah Swt. membuktikan kebesaran-Nya bahwa mindset dan argumen manusia bukanlah pijakan yang benar dan utama.
Anak laki-laki yang selalu mereka cemooh karena kenakalannya, durhakanya pada kedua orang tua hingga mendapat label sampah masyarakat. Kini menjadi seseorang yang mau belajar dan mengubah diri menjadi lebih baik daripada hari kemarin. Bagi laki-laki tersebut, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Meskipun demikian, sorotan masih tetap tajam padanya, kini ditambah pandangan kepada keluarga kecilnya.
Oyek dengan kehidupannya saat ini, mempunyai istri yang berpendidikan tinggi, tetapi hanya sebagai ibu rumah tangga, empat orang anak yang butuh biaya pendidikan dan perawatan, ditambah lagi rumah yang masih kontrak. Tidak membuat dia lepas dari label masa silamnya.
Pekerjaannya kerap dihubungkan sebagai akibat perilakunya di masa lalu. Bahkan, dibilang sebagai lelaki yang tidak paham kehidupan karena ia hidup dalam kesempitan secara ekonomi, tetapi mempunyai empat anak dan tinggal di rumah kontrakan.
Meski demikian, dia tetap tenang menjalani kehidupan. Walaupun istrinya kerap termakan oleh gaya hidup sekitar, tetapi dengan sabar ia menjelaskan pada istrinya tentang tujuan dan makna hidup.
Oyek pernah bilang bahwa dalam hidup ini hanya butuh sabar dan salat (TQS Al Baqarah: 45) untuk bisa dan mampu menjalaninya. Apa pun yang datang dari manusia, hanyalah hal-hal yang bersifat relatif karena yang benar, stabil, dan abadi hanya berasal dari Allah Swt..
Gaya hidup seperti saat ini sangat memengaruhi pola pikir dan pola pandang seseorang. Jika tidak kuat secara mental dan keyakinan, seseorang akan dengan mudah tergerus oleh kehidupan dengan segala atribut duniawinya.
Oyek sebagai seorang lelaki dengan masa silam yang kelam, dihadapkan pada ujian dunia yang siap menyerang dia secara pribadi, baik sebagai seorang suami sekaligus sebagai seorang ayah. Hijrahnya tidak terlalu dipandang oleh manusia. Seolah masa silamnya telah menoreh sejarah yang tidak mampu merubah mindset sosial tentang dirinya.
Namun, circle yang ia punya selalu menguatkan dirinya untuk bisa dan mampu bertahan menjalani segala macam scene dalam kehidupan. Pukulan dan hantaman kehidupan yang ia rasakan telah mengantarnya pada titik ia harus benar-benar berubah menjadi orang yang lebih baik. Tujuan perubahannya bukan untuk mengubah pandangan manusia lain, tetapi ingin menjadi manusia yang diakui hamba oleh Allah Swt..
Dari Oyek saya banyak belajar bahwasanya kita tidak layak menyandarkan diri pada penilaian manusia. Tidak ada manusia yang sempurna dalam hidup ini. Seburuk dan sebejat apa pun kita di masa lalu, Allah Swt. melihat kita saat ini hingga menjelang akhir hayat kita nanti. Allah Swt. selalu membuka pintu tobat bagi setiap hamba-Nya, yaitu hamba yang mau atau tidak menuju dan mengetuk pintu tersebut.
Skenario Allah Swt. lebih indah, niat kita dalam berbuat cukuplah hanya karena Allah Swt.. Orang yang bijak dan dewasa bukanlah mereka yang bisa dan mampu mengeluarkan komentar dan penilaian tanpa standar yang haq. Namun, orang yang dewasa adalah mereka yang mampu berdamai dengan masa lalu dan beritikad mengubah diri hanya karena ingin meraih rida Allah Swt., bukan pengakuan manusia. [CM/NA]