Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Hampir setiap malam, tepatnya setelah selesai salat Magrib, Alana pergi ke rumah guru pembimbingnya untuk belajar bersama. Saat ini, Alana duduk di bangku sekolah dasar kelas VI.
Alana dan dua temannya terpilih untuk mengikuti lomba cerdas Qur’an tingkat kabupaten. Alana terlihat biasa saja. Berbeda dengan temannya, Reva. Dia begitu antusias dan senang terpilih menjadi perwakilan untuk lomba cerdas Qur’an tersebut.
Reva memang termasuk murid pintar di kelasnya. Dalam hal akademik, Alana kalah jauh dari Reva. Alana hanya mampu masuk rangking 10 besar saja. Kemampuan Alana ada pada bidang tahfiz, daya ingatnya dalam menghafal ayat cukup bagus.
Alana dan Reva menjadi rival dalam bidang tahfiz, tetapi hanya pada bidang itu saja. Di luar itu, mereka adalah sahabat.
Namun, karakter Alana dan Reva juga berbeda. Jika Alana sosok yang cuek dan cenderung tomboy, lain halnya dengan Reva. Reva adalah sosok feminim dan ambisius dalam bidang akademik.
Reva selalu ingin menjadi nomor satu dalam berbagai hal. Reva selalu berusaha keras jika ingin mendapatkan sesuatu, terlebih dalam urusan pemuncak kelas.
Dia selalu menargetkan juara satu di setiap akhir semester. Hal itu terlihat baik, hanya saja dengan sifat ambisiusnya, Reva tidak menyadari sepenuhnya bahwa sejatinya, dia tidak akan mampu mencapai apa pun yang diinginkan, tanpa seizin Allah, Sang Pencipta.
Akhirnya, hari yang ditunggu itu pun tiba. Lomba cerdas Qur’an yang digagas bupati setempat tersebut memang mendapat animo besar dari mayoritas sekolah dasar yang berada dalam lingkup kabupaten.
Reva begitu percaya diri, sementara Alana bersikap seperti biasanya, cuek. Bagi Alana, optimis itu perlu, hanya saja, tetap dalam batas normal. Sebab, Alana tahu pasti, manusia hanya bisa berupaya, sedangkan hasil akhir tetap Allah yang menentukan. Itu yang selalu diajarkan bundanya di rumah.
Alana berusaha menunaikan setiap amanah yang diberikan kepadanya dengan baik dan maksimal. Alana tahu, itu ranah yang bisa dia usahakan.
Reva menangis sesenggukan saat tahu sekolah mereka tidak lolos ke babak berikutnya. Bagi Reva, ini merupakan mimpi buruk. Reva terpukul dan memilih berlalu begitu saja, tanpa memedulikan Alana.
Dia kecewa, dirinya tidak mampu membawa sekolahnya melaju ke babak final. Dia marah pada dirinya dan keadaan. Dia lupa bahwa Allah pasti punya rencana indah di balik kegagalan yang diri dan timnya alami. Dia melupakan Allah, dia tidak menyadari bahwa dirinya sudah berlaku jumawa.
Besoknya, Alana menghampiri Reva dan mengajaknya bicara empat mata. Alana disuruh bunda untuk menenangkan Reva dan membuatnya sadar bahwa tugas manusia hanya berusaha.
Panjang lebar Alana berbicara, membuat Reva menyadari kekeliruannya. Reva memeluk Alana dan mengucapkan terima kasih karena sudah mengingatkannya.
Reva berjanji akan selalu melibatkan Allah dalam segala hal. Dia kini sadar bahwa dirinya hanya makhluk lemah yang tidak memiliki daya apa pun, kecuali atas izin-Nya.
Reva merangkul Alana dan mengajaknya ke kantin, “Yuk, makan bakso kesukaan kita! Sudah lama kita tidak menikmatinya, Alana,” ajak Reva.
“Siapp!” jawab Alana sambil nyengir.
“Tahun depan, kita lakukan yang terbaik lagi, Reva. Jangan lupa, selalu minta dimudahkan sama Allah, ya.”
“Semangat!” pekik Alana.
“Semangat!” balas Reva.
Tamat
Payakumbuh, 05 September 2024 [CM/NA]