Generasi Muda Terjerat Utang Pinjol, di Mana Peran Negara?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Lilik Yani
(Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)

CemerlangMedia.Com — Gadis belia itu tampak galau berat. Tangan kanannya menyangga kepala yang sepertinya penuh dengan masalah. Wajahnya murung seolah dipenuhi beban hidup yang mengarah jalan buntu. Tangan kirinya memegang gawai canggih yang baru dibelinya beberapa bulan lalu. Sementara gajinya jauh di bawah jumlah utang yang sudah ditagih berkali-kali. Hendak ke mana ia mencari bantuan? Di mana pemimpin negeri, mana peranmu mempersiapkan generasi calon pemimpin masa depan itu?

Akhir-akhir ini generasi muda banyak yang terjerat pinjaman online (pinjol). Hal itu disebabkan oleh kurangnya inklusi dan literasi keuangan terhadap mereka. Sebagai generasi yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, generasi muda dinilai perlu mendapatkan inklusi dan literasi keuangan yang kuat.

Guna mendorong tujuan tersebut, Bisnis Indonesia Group menggelar Festival Literasi Finansial bersama Otoritas Jasa Keuangan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tema yang diangkat ‘Kami Generasi Siap Finansial’ akan diisi dengan acara-acara menarik yang akan lebih membuka wawasan anak muda terkait inklusi dan literasi keuangan (Finansial.bisnis.com, 28-8-2023).

Saat ini, populasi dewasa muda Indonesia sering kali terjebak oleh kecenderungan impulsif atau keinginan akan kepuasan instan. Hal ini mendorong mereka untuk mengejar pinjaman yang cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan berbagai risiko yang terkait.

Ada banyak faktor yang menyebabkan generasi muda Indonesia terjebak dalam utang. Mayoritas di antara mereka terjerat pinjol untuk memenuhi gaya hidup semata, seperti membeli baju, gawai, travelling dan konser. Perilaku konsumtif yang dilakukan usia muda saat ini bukan untuk memenuhi kebutuhan (republika.co.id, 11-9-2023).

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia digegerkan soal pinjol menelan korban jiwa. Diduga korban tidak kuat membayar tagihan dan kena teror pinjol. Diketahui korban meminjam uang sebesar Rp9,4 juta dan harus membayar tagihan sekitar hampir Rp19 jutaan. Teror pertama menyebabkan korban kehilangan pekerjaan. Teror kedua adanya pesanan fiktif ojek online. Dua hari setelahnya, korban mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Setelah meninggal pun, keluarga korban tetap menerima teror dari pihak pinjol (finance.detik.com, 20-9-2023).

Generasi Muda Menjadi Daya Tarik Pasar

Generasi muda kerap dinilai sebagai generasi yang kreatif dan berani mengambil risiko. Mereka memiliki banyak ide kreatif dan memiliki karakter sangat produktif. Namun, di sisi lain, mereka juga sangat konsumtif. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh budaya digital dan penggunaan internet.

Pertumbuhan teknologi sudah sangat akrab dengan semua usia, terutama generasi muda. Seolah tiada waktu yang terlewat kecuali interaksi dengan internet. Informasi apa saja bisa diakses hanya dengan jari jemarinya.

Peluang inilah yang ditangkap oleh para pengusaha berotak kapitalis sebagai peluang investasi pinjaman online (pinjol). Transaksi pinjol makin besar karena generasi muda merasa mendapatkan keuntungan, selain prosesnya mudah, juga cepat. Hanya foto dengan memegang KTP, maka dana pinjol akan cepat cair. Adanya kemudahan proses pinjaman online, menjadikan daya tarik generasi muda sebagai konsumen untuk mengambilnya.

Dalam hal ini, generasi muda tidak menyadari kalau menjadi korban penipuan untuk investasi. Fenomena ini menggambarkan bahwa orientasi materi telah menjebak generasi muda mengalami pragmatis akut sehingga tak bisa berpikir logis dan kritis.

Merebaknya kasus pinjaman online yang menjerat generasi muda yang ada di seluruh Indonesia seharusnya menjadi perhatian besar dan tamparan keras bagi generasi bangsa calon pemimpin masa depan. Fenomena ini seharusnya menjadi pembelajaran sebagai pijakan evaluasi dalam negara. Melihat bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam kesejahteraan rakyat, juga pendidikan generasi muda yang masih terbengkalai.

Kasus pinjaman online yang menjerat sejumlah generasi muda di Indonesia tidak terjadi begitu saja. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial yang menjadikan lingkungan kehidupan dengan mengadopsi materi sebagai tolok ukur kehidupan. Sistem ideologi kapitalisme dengan asas sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan menjadi penyebab karut marutnya makna kebahagiaan karena bersandar pada materi. Oleh karenanya, sangat wajar jika generasi muda mengharapkan sebuah iming-iming kekayaan untuk menghidupi life style atau gaya hidup mereka. Sebab, mereka menjadikan materi sebagai tolok ukurnya sehingga segala cara mereka lakukan meskipun tidak benar.

Sistem Kapitalisme Sekuler Menjauhkan Generasi Muda dari Agama

Berada dalam sistem buruk kapitalisme sekuler, maka sangat wajar jika generasi milenial dapat terjerat kasus pinjaman online. Sistem ini sangat mendukung segala aktivitas mereka untuk melakukan berbagai keburukan termasuk melakukan praktik riba melalui pinjol. Inilah kacamata ideologi kapitalisme sekuler yang pada saat ini diadopsi, yakni ideologi yang akan menjauhkan agama dari kehidupan.

Dalam dunia pendidikan, terutama sistem pendidikan sekuler, orientasinya adalah materi dan bersifat pragmatis. Tidak membentuk perilaku yang menjadikan halal haram sebagai standar kebenaran, melainkan materi sebagai standarnya. Misalnya, pemerintah membuka program SMK agar setelah lulus bisa langsung bekerja. Bukannya dengan mencerdaskan generasi milenial agar bisa lanjut ke jenjang perguruan tinggi, melainkan dituntut bekerja agar bisa mencukupi kebutuhan dirinya (kompasiana.com, 28-3-2022).

Sedangkan yang masuk kuliah di perguruan tinggi pun, pemerintah membuka program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) sejak 2020. Tujuannya mempersiapkan mahasiswa siap bekerja dan fokus mengembangkan dirinya untuk bertahan hidup. Dengan begitu, terbukti bahwa perguruan tinggi terjerat kapitalisasi yang mendukung para intelektual mencari materi atau keuntungan dunia semata. (suara.com, 9-12-2022).

Pendidikan sekuler tidak menjamin para intelektual berperilaku baik. Sebab, kebijakan negara sendirilah yang mendukung mereka untuk melakukan perilaku tersebut. Seperti misalnya pinjaman online yang dibiarkan merajalela dan merebak ke tengah masyarakat tak terkecuali generasi muda, calon pemimpin umat nantinya. Besarnya biaya pendidikan, terlebih di perguruan tinggi, membuat generasi muda bersikap pragmatis. Mereka kebanyakan memilih kuliah sambil bekerja, mencari materi demi memenuhi gaya hidup dan biaya pendidikan menurut kapitalis.

Gaya hidup menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang pinjol. Untuk mengatasi masalah yang makin besar terkait generasi muda Indonesia yang terjebak dalam perangkap pinjaman online, maka OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah mengembangkan serangkaian inisiatif dan taktik berupa program pendidikan online dan offline, kampanye kesadaran finansial nasional, serta memperkuat kerja sama dan kemitraan strategis dengan kementerian dan lembaga pemerintah, melibatkan universitas, dan memperkuat sektor jasa keuangan.

Di Mana Peran Negara untuk Menjaga Generasi Muda?

Demikianlah buah penerapan sistem kufur kapitalisme sekuler. Pendidikan dan intelektualitas generasi muda digiring pada kebatilan. Sekolah bukan untuk menimba ilmu, tetapi agar mendapat pekerjaan dan materi. Materi yang diperoleh pun bukan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga apalagi, ditabung, melainkan untuk kebutuhan konsumtif dan memenuhi gaya hidup. Bahkan jika kurang, terdorong utang pinjol demi gengsi agar diakui komunitasnya. Mereka tak berpikir risiko jika tak bisa membayar utang. Padahal ketika tak bisa membayar pinjol, maka ada risiko yang harus dihadapi. Selain itu besaran utang yang harus dibayar akan kian bertambah karena denda dan beban bunga terus menanjak.

Jika demikian besarnya risiko akibat sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan pemerintah. Lantas, bagaimana tanggung jawabnya jika terjadi banyak keburukan menimpa umat? Apakah masih tetap diam dan mencari aman melihat rusaknya generasi muda saat ini? Bukankah generasi muda tersebut yang nantinya akan menjadi pemimpin masa depan? Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada negeri ini jika calon pemimpinnya terpapar gaya hidup konsumerisme. Bisa jadi isi negeri ini akan habis tak tersisa karena dijual kepada asing.

Bagaimana tanggung jawab pemimpin? Siapkah mempertanggungjawabkan risikonya di hadapan Allah karena tidak menjaga dan mempersiapkan generasi muda saat ini dengan baik? Apalagi praktik ribawi pada pinjol, baik legal maupun ilegal mengandung unsur riba nasi’ah.

Di antara keharaman riba berdasarkan nas-nas Al-Qur’an dan as-Sunah.
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah: 275).

Ketika Haji Wadak, Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa semua jenis riba telah dihapuskan.
“Semua riba pada masa jahiliah telah dihapuskan.” (HR Ahmad).

Keharaman riba dan besarnya dosa riba juga terlihat dari ancaman Allah Swt. dan Rasulullah saw. terhadap pelakunya.

Pertama, Allah akan membangkitkan pelaku riba dari alam kubur seperti orang kerasukan setan karena gila. (QS Al-Baqarah: 275).

Kedua, orang-orang yang masih mempraktikkan riba berarti menyatakan perang kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. “Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah: 278-279).

Ketiga, mereka yang terlibat dalam riba dilaknat oleh Nabi saw., bukan saja pelakunya, tetapi juga saksi dan pencatatnya. “Sungguh, Nabi saw. telah melaknat pemakan riba, pemberi riba, dan dua saksinya.” (HR Abu Dawud).

Keempat, siksa yang keras akan diberikan kepada pelaku riba di neraka. Rasulullah saw. menuturkan salah satu kejadian yang beliau saksikan di dalam neraka saat perjalanan Mi’raj.

Jadi jelaslah bahwa persoalan muamalah ribawi pada pinjol-lah yang haram, bukan masalah pinjol legal atau ilegal. Sementara riba menjadi bagian dari sistem ekonomi kapitalisme. Para kapitalis menjadikan pinjaman sebagai investasi untuk memperkaya diri dengan mengeksploitasi ekonomi orang lain dengan pinjaman berbunga mencekik.

Dalam Islam, memberikan utang adalah bagian dari amal saleh untuk menolong saudara yang membutuhkan. Bukan menjadi investasi untuk mendapatkan keuntungan, apalagi dijadikan alat untuk mengeksploitasi orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Hanya saja perlu ditekankan di sini bahwa meminjam untuk kebutuhan urgent bukan sekadar memenuhi nafsu gengsi, gaya hidup, yang justru tidak baik akibatnya. Selain itu, perhatikan akad, jika sudah ada uang segera kembalikan. Jika jatuh tempo belum bisa membayar, buatlah akad baru untuk diberi kelonggaran waktu.

Orang yang memberi pinjaman pun dianjurkan oleh Allah Swt. untuk bersikap baik saat menagih haknya dan memudahkan urusan saudaranya yang meminjam. (QS Al-Baqarah: 280).

Meski demikian, seorang muslim diingatkan keras oleh Nabi saw. untuk tidak meremehkan utang dan tidak mudah berutang. Bahkan Aisyah ra. menceritakan bahwa Rasulullah saw. sering memohon kepada Allah Swt. untuk terlindung dari utang. “Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung sebab utangnya, hingga utangnya dilunasi.” (HR Ahmad).

Begitu beratnya risiko jika berutang. Oleh karena itu, jangan berutang jika tidak untuk kebutuhan penting. Lantas bagaimana mengatasi generasi muda yang suka berutang hanya untuk memenuhi gaya hidup? Untuk itulah pentingnya diadakan kajian-kajian Islam, bukan sekadar sosialisasi tentang literasi keuangan agar tak konsumtif saja, tetapi ada banyak hal yang harus dipahami para remaja sebagai calon pemimpin umat.

Solusi atas semua masalah di atas, termasuk akar dari utang pinjol, yaitu muamalah ribawi, tidak bisa diatasi secara individu karena masalah muamalah ribawi telah menjadi persoalan sistemik yang menjerat banyak pihak di negeri ini.

Dalam Islam, negara akan menghapuskan praktik ribawi karena haram, termasuk dosa besar, dan bisa menghancurkan perekonomian. Kemudian negara akan menata mekanisme proses utang-piutang yang sedang berjalan agar terbebas dari riba dengan tetap menjaga hak-hak harta warga negara. Hanya utang pokok yang wajib dibayarkan. Sedangkan bunga (riba) yang telah diambil oleh para pihak pemberi piutang wajib dikembalikan kepada pihak yang berutang.

Jika masih ada umat yang mempraktikkan muamalah ribawi, negara akan menjatuhkan sanksi, yakni berupa ta’zir yang diserahkan kepada keputusan hakim, bisa berupa penjara hingga cambuk. Sanksi dijatuhkan kepada semua yang terlibat riba, baik itu pemberi riba, pemakan riba, saksi riba, dan para pencatatnya.

Kaum muslim, baik itu orang dewasa maupun generasi muda juga harus diingatkan agar tidak bergaya hidup konsumtif dan mudah berutang yang menyebabkan kesusahan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berwasiat agar rakyatnya tidak berutang meskipun merasakan kesulitan. Sebab, utang itu menjadi kehinaan pada siang hari dan kesengsaraan pada malam hari.

Selanjutnya negara wajib memberikan rasa aman dan nyaman untuk setiap warganya. Dalam hal ini, termasuk aman karena kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Dalam baitulmal ada pos-pos pengeluaran yang ditujukan untuk kemaslahatan umum seperti pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Di baitulmal juga ada Divisi Santunan yang menyediakan anggaran khusus untuk kaum fakir, miskin, dan warga yang terjerat utang. (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Dawlah al-Khil4f4h, hal. 26).

Bagaimana Peran Negara Khil4f4h terhadap Generasi Muda?

Generasi muda adalah generasi penerus bangsa, calon pemimpin peradaban. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka, bahkan sejak dini. Di masa lalu banyak pemuda hebat karena dilahirkan oleh orang-orang hebat. Itulah sebabnya, negara memberikan perhatian besar terhadap generasi muda ini.

Rasulullah saw. bersabda, “Ajarkan anak-anakmu salat, ketika mereka berusia tujuh tahun.”
Hadist ini sebenarnya tidak hanya menitahkan salat, tetapi juga hukum syarak yang lain. Akan tetapi, karena salat merupakan hukum yang paling menonjol sehingga hukum inilah yang disebutkan. Selain itu, tidak berarti anak-anak kaum muslim baru diajari salat dan hukum syarak yang lain ketika berusia tujuh tahun. Anak-anak dididik menghapal Al-Qur’an, kemudian menghapal hadis, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat. Maka tidak heran jika di masa pemerintahan Islam, bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa.

Selain penguasaan ilmu yang begitu luar biasa, ditambah pembentukan mental yang sehat dan kuat, serta ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, maka kehidupan di era pemerintahan Islam jauh dari hura-hura, dugem, dan kehidupan hedonistik lainnya. Apalagi berutang pinjol demi gaya hidup. Ketika mereka ada masalah, bersandarnya hanya kepada Allah. Masalah apa pun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan dengan panduan Al-Qur’an.

Generasi muda Islam akan sibuk dalam ketaatan. Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti akan sibuk dalam kebatilan.” Mungkin awalnya mubah, tetapi lama-lama kemubahan tersebut melalaikan, bahkan menyibukkan dalam kebatilan.

Agar generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan, maka mereka harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Al-Qur’an, hadis, kitab-kitab tsaqafah para ulama, menulis, juga berdakwah di tengah-tengah umat dengan mengajar di masjid, kantor, dan lainnya. Mereka juga bisa menyibukkan diri dengan melakukan perjalanan mencari ilmu dan hal-hal lain dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah.

Dengan menyibukkan diri dalam ketaatan, maka waktu, umur, ilmu, harta, dan apa pun yang dimiliki menjadi berkah. Alhasil, mereka tidak sempat lagi memikirkan nonton konser, gonta ganti baju, atau gawai hanya untuk penampilan. Mereka tidak sibuk memenuhi gaya hidup hanya untuk diakui komunitasnya. Meski punya uang, generasi muda Islam tidak akan menggunakan uangnya untuk hal seperti itu. Apa lagi harus berutang pinjol dengan muamalah ribawi.

Khatimah

Begitu indahnya syariat Islam ketika diterapkan. Para pemuda disiapkan menjadi generasi tangguh sejak usia dini. Sistem perekonomian yang bersih dari riba sehingga para pemuda tetap menjalankan hidup sesuai aturan Islam. Tak perlu diadakan Festival Literasi Finansial karena mereka tidak akan terpikat pinjol, apalagi sampai terjerat. Tak ada bayangan sedikit pun untuk memenuhi gaya hidup karena hal itu sesuatu yang mubazir bagi mereka. Suasana kehidupan aman dan nyaman di dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Sungguh, hanya sistem Islam yang bisa menyediakan semua kenyamanan bagi umatnya, termasuk generasi muda, calon pemimpin umat di masa depan.

Bukankah suasana seperti itu yang dirindukan? Lantas, kontribusi apa yang bisa diberikan agar sistem Islam bisa diterapkan? Wallahu a’lam bisshawab CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

One thought on “Generasi Muda Terjerat Utang Pinjol, di Mana Peran Negara?

  • 0
    0

    Renyah bahasa bunda Lilik Yani ini

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *