Oleh: Nur Rahmawati, S.H.
(Chief Editor CemerlangMedia.Com)
Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif dan holistik dengan menekankan tanggung jawab moral dan spiritual manusia sebagai penjaga bumi. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip Islam seperti khalifah fil ardh, larangan israf, dan menjaga keseimbangan (mizan), umat manusia dapat mengelola lingkungan dengan lebih adil dan berkelanjutan.
CemerlangMedia.Com — Baru-baru ini PT Bukit Asam mengadakan kesepakatan berkenaan dengan perdagangan karbon. Direktur Utama Bukit Asam (PTBA) Arsal Ismail mengatakan bahwa penandatanganan MoU terkait Komitmen Prioritas dalam Perdagangan Karbon merupakan wujud nyata untuk mendukung pengelolaan lingkungan yang lebih baik (Bisnis.com, 17-9-2024).
Perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme yang diusulkan dalam sistem kapitalisme untuk mengatasi masalah emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Sistem ini memungkinkan negara atau perusahaan yang menghasilkan emisi lebih rendah dari batas yang ditentukan untuk menjual “kredit karbon” kepada pihak lain yang melebihi batas emisi.
Sementara perdagangan karbon tampak seperti solusi pasar yang efisien, pendekatan ini pada kenyataannya masih jauh dari memadai dalam mengatasi akar permasalahan krisis lingkungan. Hal ini disebabkan karena sistem kapitalisme yang mendasari perdagangan karbon memiliki cacat mendasar dalam cara menangani isu lingkungan. Sebaliknya, solusi Islam dengan pendekatan sistem holistik yang mencakup pengelolaan sumber daya alam dapat memberikan jawaban yang lebih efektif.
Kegagalan Kapitalisme dalam Mengatasi Emisi
Kapitalisme beroperasi berdasarkan prinsip pasar bebas dan keuntungan maksimal. Dalam konteks lingkungan, pendekatan ini terbukti tidak efektif karena beberapa alasan:
Pertama, pemisahan nilai ekonomi dan lingkungan. Dalam kapitalisme, lingkungan sering kali dianggap sebagai eksternalitas yang berarti bahwa dampak negatif terhadap lingkungan tidak dihitung dalam biaya produksi atau konsumsi. Ini menyebabkan perusahaan dan negara enggan untuk benar-benar berinvestasi dalam pengurangan emisi secara substansial. Alhasil, pihak korporasi akan cuci tangan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari lingkungan. Kalaupun ada upaya memperbaiki, tetap tidak sebanding dengan kerugiannya.
Kedua, motif keuntungan yang dominan. Perdagangan karbon, meskipun dirancang untuk mengurangi emisi, sering kali menjadi alat spekulatif bagi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Bukannya mengurangi emisi secara langsung, beberapa perusahaan membeli kredit karbon dengan murah untuk menunda penerapan teknologi ramah lingkungan.
Ketiga, ketimpangan global. Negara-negara maju yang bertanggung jawab atas sebagian besar emisi historis sering kali memanfaatkan sistem perdagangan karbon untuk menghindari tanggung jawab penuh atas dampak lingkungan yang mereka timbulkan. Negara berkembang, di sisi lain, terbatas dalam akses terhadap teknologi hijau dan menjadi lebih tergantung pada penjualan kredit karbon sebagai bentuk pendapatan ekonomi yang pada akhirnya tidak mengurangi emisi secara global.
Keempat, greenwashing. Banyak perusahaan yang menggunakan perdagangan karbon untuk memoles citra hijau mereka (greenwashing), tanpa melakukan perubahan fundamental dalam operasional bisnis mereka. Mereka mungkin membeli kredit karbon, tetapi tetap melanjutkan praktik bisnis yang merusak lingkungan.
Solusi Islam terhadap Masalah Emisi dan Lingkungan
Berbeda dengan kapitalisme, Islam menawarkan pendekatan holistik yang berlandaskan keadilan, keseimbangan (mizan), dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. Dalam perspektif Islam, masalah lingkungan tidak hanya sekadar isu ekonomi, tetapi juga isu moral dan spiritual. Berikut beberapa prinsip utama dalam Islam yang dapat menjadi solusi terhadap krisis lingkungan:
Pertama, khalifah fil ardh (kepemimpinan di bumi). Dalam Islam, manusia diberi tanggung jawab sebagai khalifah di bumi, artinya manusia harus menjaga dan melindungi lingkungan. Firman Allah dalam Al-Qur’an,
– “Dan Dia (Allah) menjadikan kamu khalifah di bumi…” (QS Al-An’am: 165).
Manusia dituntut untuk mengelola sumber daya alam dengan bijak dan tidak merusaknya. Pemanfaatan sumber daya tidak boleh didasarkan semata-mata pada keuntungan jangka pendek, tetapi harus memperhitungkan keberlanjutan dan kesejahteraan generasi mendatang.
Kedua, larangan israf (pemborosan). Islam melarang pemborosan dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan sumber daya alam. Pemborosan energi, air, dan sumber daya lainnya bertentangan dengan ajaran Islam. Allah berfirman,
– “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A’raf: 31).
Pemborosan adalah salah satu penyebab utama krisis lingkungan, yakni produksi yang berlebihan untuk memenuhi hasrat konsumsi berujung pada peningkatan emisi karbon.
Ketiga, tanggung jawab kolektif dan keseimbangan (mizan). Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Allah berfirman,
– “Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan (mizan). Supaya kamu jangan merusak keseimbangan itu.” (QS Ar-Rahman: 7—8).
Prinsip mizan ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan tidak boleh melakukan kerusakan.
Keempat, hak kepemilikan dan keadilan distribusi. Dalam Islam, kekayaan alam pada hakikatnya adalah milik Allah dan manusia hanya bertindak sebagai pengelola. Oleh karena itu, sumber daya alam tidak boleh dimonopoli oleh segelintir individu atau kelompok. Nabi Muhammad saw. bersabda,
– “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR Abu Dawud).
Ini berarti bahwa sumber daya yang bersifat esensial, termasuk energi harus dikelola secara adil dan tidak boleh dieksploitasi untuk kepentingan segelintir orang.
Implementasi Solusi Islam dalam Pengelolaan Lingkungan
Solusi yang ditawarkan Islam tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam kebijakan lingkungan modern:
Adanya regulasi yang berlandaskan prinsip Islam. Negara-negara muslim dapat mengadopsi regulasi yang melarang perusakan lingkungan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Ini termasuk mendorong teknologi ramah lingkungan, mengatur penggunaan energi fosil, dan mengharuskan perusahaan untuk mengurangi emisi secara nyata, bukan hanya melalui perdagangan karbon.
Lebih lanjut, pengelolaan sumber daya berbasis wakaf. Pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan melalui sistem wakaf, yakni sumber daya penting, seperti air, energi, dan lahan dijadikan aset wakaf untuk kemaslahatan umat. Pengelolaan ini memastikan distribusi yang adil dan pemanfaatan yang berkelanjutan.
Tak kalah penting, edukasi lingkungan sebagai bagian dari pendidikan agama. Pendidikan agama dapat memasukkan pelajaran tentang tanggung jawab manusia terhadap lingkungan berdasarkan ajaran Islam. Ini akan membangun kesadaran kolektif umat untuk menjaga bumi sebagai amanah dari Allah.
Khatimah
Perdagangan karbon, yang lahir dari sistem kapitalisme terbukti tidak memadai dalam mengatasi masalah emisi dan krisis iklim. Sistem ini terlalu fokus pada keuntungan ekonomi dan sering kali mengabaikan aspek keadilan dan keberlanjutan lingkungan. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif dan holistik dengan menekankan tanggung jawab moral dan spiritual manusia sebagai penjaga bumi. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip Islam seperti khalifah fil ardh, larangan israf, dan menjaga keseimbangan (mizan), umat manusia dapat mengelola lingkungan dengan lebih adil dan berkelanjutan. [CM/NA]