Oleh. Fatimah Aqila
CemerlangMedia.Com — Bulan Agustus merupakan bulan penuh peristiwa dan sejarah tidak hanya untuk bangsa Indonesia, tetapi juga untuk dunia. Tertulis di buku sejarah bahwa pada 6 Agustus 1945, Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat yang diketahui dengan sebutan little boy, sebuah bom senjata uranium dengan kekuatan sekitar tiga belas kiloton. Tiga hari setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom di Kota Hiroshima, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom kedua di Nagasaki yaitu tepat pada 9 Agustus 1945 dengan sebuah perangkat bom plutonium yang berkekuatan sekitar 21 kiloton yang dikenal dengan sebutan fat man. Berikutnya Jepang menyerah tanpa syarat pada 14 Agustus 1945.
Selain kematian, dampak dari bom atom tersebut pada manusia adalah luka bakar, radiasi, kanker, hingga trauma. Hal yang terjadi kepada banyak manusia tidak bersalah sebagai dampak dari penggunaan senjata pemusnah massal dalam hal ini bom atom. Masyarakat di Jepang masih mengenang peristiwa penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki serta para korban yang berjatuhan dengan berkumpul di Taman Monumen Perdamaian Hiroshima untuk memberikan penghormatan kepada para korban. Kenangan pahit akan masa lalu masih melekat dan keinginan untuk perdamaian seluruh dunia makin kuat.
Ketika Kecerdasan Tanpa Agama Menjadi Acuan
Julius Robert Oppenheimer yang dikenal sebagai bapak bom atom merupakan seorang ahli fisika keturunan Yahudi yang pernah mengenyam pendidikan di Harvard, Cambridge dan Göttingen. Pada 1942, Oppenheimer ditunjuk sebagai direktur ilmiah Proyek Manhattan. Albert Einstein fisikawan yang lahir di Jerman berketurunan Yahudi dianggap memiliki andil dalam pembuatan bom atom karena pada 1939 mengirim surat kepada Presiden Franklin D. Roosevelt yang mengingatkan Amerika Serikat akan kemungkinan pembuatan bom dengan reaksi berantai nuklir dalam massa uranium yang besar.
Sekitar tiga tahun berselang, Proyek Manhattan muncul dan di bawah arahan Oppenheimer, laboratorium di Los Alamos dibangun. Oppenheimer membawa pemikir terbaik dalam bidang fisika untuk mengerjakan masalah pembuatan bom atom dan mengelola lebih dari 3.000 orang. Proyek ini melakukan uji coba dan menghasilkan ledakan nuklir pertama pada Juli 1945 di Alamagordo, New Mexico, Amerika Serikat. Yang selanjutnya bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki.
Kecerdasan Oppenheimer menjadi tragedi untuk dunia. Tak hanya Oppenheimer, terdapat ilmuwan lain yang memiliki kecerdasan tinggi, tetapi membawa malapetaka bagi umat manusia, contohnya Dr. Gerhard Schrader yang menemukan gas sarin yang merupakan senjata kimia pemusnah massal. Kecerdasan dapat membawa musibah bagi manusia dikarenakan manusia tidak memahami tujuan kehidupan karena tujuan kehidupan manusia hanya dapat dipahami dengan agama.
Kecerdasan dalam Islam
Agama yang mengajarkan tujuan kehidupan pada manusia adalah Islam, yakni beribadah kepada Allah Swt.. Islam juga mengajarkan berkasih sayang kepada manusia dan hal ini dapat menjadi ladang ibadah. Setiap manusia dibekali akal untuk digunakan berpikir dan Islam mengajarkan menggunakan akal untuk menimbang setiap perbuatan yang akan dilakukan, apakah akan menimbulkan kerusakan atau tidak serta mengingatkan bahwa semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.
Dengan ajaran ini saja sudah dapat menjadikan manusia mengetahui tempatnya dan tidak berlaku sewenang-wenang, baik pada manusia, alam semesta, maupun kehidupan. Maka keberadaan Islam dan implementasinya dapat memberikan kedamaian bagi manusia. Tak hanya untuk pemeluk Islam saja, tetapi untuk semua manusia, alam semesta, serta kehidupan.
Sebut saja Abu Qasim Az Zahrawi, seorang dokter penemu alat-alat bedah modern yang hidup di rentang 936—1013 M. Merupakan seorang dokter ahli di bidang operasi yang menjadi pionir pembedahan yang sebelumnya tak pernah dilakukan seperti operasi pada rongga pernafasan, pencernaan, tulang, bahkan pembedahan rahim untuk mengeluarkan bayi yang saat ini dikenal dengan istilah operasi caesar.
Atau Ibnu Nafis yang hidup di rentang 1210—1288 M. Dikenal sebagai dokter jantung yang menemukan sirkulasi darah pada jantung. Baik Abu Qasim Az Zahrawi maupun Ibnu Nafis hanyalah dua contoh ilmuwan muslim yang disebutkan dari banyaknya ilmuwan muslim lain yang memberikan torehan tinta emas pada peradaban manusia. Ilmuwan muslim mampu mencapai pencapaian ini disebabkan memahami tujuan kehidupannya, bahwa setiap tindakan perbuatan yang dilakukan merupakan bentuk ibadah dan akan dimintai pertanggungjawaban sehingga kemaslahatan yang akan dicapai.
Khatimah
Berbeda dengan Oppenheimer yang memberikan pelajaran bahwa kecerdasan saja tidak cukup untuk kebaikan semesta jika tidak dilandasi dengan agama yang benar, ilmuwan muslim dididik untuk cerdas tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bermanfaat untuk setiap manusia, alam semesta, dan kehidupan. Hal ini menunjukkan kegemilangan kecerdasan berada pada peradaban Islam karena menjadi baik dan cerdas sesuai syarak itu berkah, sedangkan menjadi jahat itu musibah. [CM/NA]