Oleh: Reni Sopiani
CemerlangMedia.Com — Makin hari kriminalitas kian marak terjadi. Lebih parahnya, tindakan tidak terpuji ini dilakukan oleh anak-anak. Bagaimana bisa mereka melakukan hal yang demikian?
Anak laki-laki berusia 6 tahun ditemukan tewas oleh warga dan diduga sebagai korban pembvnvhan sekaligus pelecehan. Ketika aparat menyelidiki kasus ini, ditemukan fakta bahwa pelakunya adalah anak berusia 14 tahun dan masih duduk di sekolah menengah pertama. Setelah diusut lebih lanjut, ternyata pelaku juga pernah menjadi korban pelecehan (Sukabumiku.id, 2-5-2024).
Kejadian semacam ini sudah sering kali terjadi. Alih-alih ditangani dengan baik, justru kasus semacam ini makin menjamur, mulai dari perundungan, kekerasan, penganiayaan, pelecehan, hingga pembvnvhan. Banyak faktor yang memicu meningkatnya kriminalitas yang dilakukan anak-anak.
Menurut Seto Mulyadi, Psikolog Anak, kriminalitas yang dilakukan anak-anak terjadi karena adanya pembiaran dari orang tua yang berdalih atas dasar “namanya juga anak-anak”, padahal dampak yang ditimbulkan dari pembiaran tersebut membawa anak-anak pada kondisi yang mengkhawatirkan. Oleh karenanya, Seto menambahkan, harus juga memberikan pengarahan kepada orang tua tentang bagaimana mendidik anak secara baik agar tindakan yang dilakukan anak-anak tidak melampaui batas (CNBC Indonesia, 21-02-2024).
Tidak Maksimalnya Peran Keluarga
Seorang anak seharusnya menjadi permata dalam keluarganya. Oleh karenanya, mereka memerlukan perhatian khusus agar fitrahnya terjaga. Sebab, tidak maksimalnya peran keluarga dalam proses pembentukan kepribadian anak menjadi salah satu faktor penyebab anak sebagai perilaku kriminal.
Beberapa pemicu tidak maksimalnya peran keluarga.
Pertama, ibu yang terlalu sibuk bekerja, padahal ibu adalah madrasatul ula bagi anak-anaknya. Ibu bertugas memberikan pendidikan dasar kepada anaknya sehingga mereka memiliki fondasi yang kuat untuk mengahadapi realita kehidupannya kelak.
Namun, peran ini tidak berjalan maksimal karena keadaan, terutama karena tuntutan ekonomi yang makin hari kian sulit. Seorang ibu dipaksa untuk membantu suami dalam mencari nafkah sehingga peran ibu sebagai madrasatul ula tidak dapat dijalankan.
Kedua, ayah yang lupa tugasnya sebagai “kepala sekolah”. Jika seorang ibu adalah pendidik pertama, seorang ayah adalah konseptor pendidikan tersebut. Akan tetapi, saat ini, seorang ayah hanya menjalankan perannya sebagai pencari nafkah saja sehingga lupa bahwa dirinya adalah partner seorang ibu dalam mendidik anak. Oleh karena itu, wajar jika saat ini para ibu lebih mementingkan urusan anak dalam hal materi, tetapi lupa betapa pentingnya pendidikan akidah dan akhlak bagi anak.
Selain itu, faktor yang berpengaruh terhadap maraknya perilaku kriminal pada anak adalah lingkungan yang juga sudah rusak. Sekolah maupun masyarakat banyak memberikan contoh yang tidak baik bagi anak-anak sehingga tindakan perundungan di lingkungan sekolah serta kekerasan yang dilakukan dalam masyarakat menjadi contoh buruk bagi anak.
Dampak Sistem Kapitalisme
Persoalan ini tidak lepas dari dampak sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem yang menuntut pemenuhan materi di tengah kesulitan yang mengimpit menjadikan ibu sebagai pendidik pertama bagi anak tidak berdaya, menjadikan seorang ayah hanya mementingkan bagaimana bisa mencari materi sebanyak mungkin agar tidak kesulitan secara ekonomi. Alhasil, ayah lupa bahwa ia juga ikut andil dalam pendidikan anak.
Masalah tindak kriminal yang dilakukan oleh anak sudah sangat mengkhawatirkan karena tidak berjalannya peran keluarga dan masyarakat. Untuk itu, sudah seharusnya negara mengembalikan peran tersebut agar masalah ini dapat terselesaikan. Namun, bagai “panggang jauh dari api” jika sistem yang digunakan adalah kapitalisme karena sudah jelas bahwa sistem ini telah memporak-porandakan kehidupan.
Sistem kapitalisme sudah terbukti tidak membawa kebaikan, maka sudah seharusnya diganti dengan sistem yang sahih, yaitu sistem Islam. Dalam sistem ini, akidah Islam dijadikan sebagai asas dalam kehidupan sehingga ketakwaan akan terbentuk pada keluarga, masyarakat, bahkan negara.
Harus dengan Sistem Islam
Pendidikan dalam Islam juga akan menjadi prioritas utama agar anak yang menjadi generasi penerus dapat mempertahankan peradaban mulia. Islam juga menjamin kesejahteraan bagi rakyat sehingga para orang tua tidak disibukan dengan masalah ekonomi yang menyebabkan mereka abai terhadap pendidikan anak.
Negara juga menjadikan lingkungan sekolah dan masyarakat menjadi kondusif sehingga terbentuk kepribadian mulia pada anak. Islam juga akan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar hukum sehingga memberikan efek jera agar kriminalitas di kalangan anak tidak menjadi fenomena gunung api yang bisa meletus kapan saja.
Sejatinya, anak-anak saat ini adalah ujung tombak peradaban yang akan datang, yaitu peradaban Islam. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memberikan pengajaran terbaik untuk mereka agar bisa mengemban tugas mulia ini, sebab Allah telah memberikan predikat terbaik seperti yang tercantum pada surah Ali Imran ayat 110 yang artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
Wallahu a’lam. [CM/NA]