Oleh. Ananda, S. T. P.
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Potensi Pemuda yang Luar Biasa
Begitulah kutipan pidato Bung Karno yang seringkali kita dengar. Pemuda pada dasarnya memiliki 3 potensi besar yaitu sebagai Agent Of Chance (Agen Perubahan), Sosial Control (Pengontrol Kehidupan Sosial) dan Iron Stock (Generasi Penerus Bangsa). Namun, di balik potensi yang amat besar terdapat kenyataan pahit yakni pemuda saat ini sangat sulit untuk memanfaatkan atau bahkan sekadar memunculkan potensi-potensi yang mereka miliki.
Pembajakan Potensi Pemuda
Bagaimana tidak? berbagai gempuran hal-hal negatif banyak menyerang kehidupan pemuda dalam setiap harinya. Aktif di media sosial saat ini dijadikan alternatif dalam kebebasan berekspresi. Sebagian dari mereka tak jarang ada yang mengunggah adegan-adegan kekerasan atau bullying terhadap teman mereka sendiri. Hal ini sejalan sebuah postingan seorang ustaz yang menyebutkan, “Di saat menonton film terdapat kampanye L687, di saat membuka media sosial ada orang yang berbangga menjadi agnostik dan disaat membaca berita terdapat public figure yang tersandung kasus narkoba.
Cobaan generasi masa sekarang makin berat, bahkan godaannya sampai ke dalam kamar, ke saku baju, nyaris 24 jam. Generasi saat ini bebas mengekspresikan apa yang mereka inginkan tanpa melihat akan dampak baik atau buruk bagi dirinya maupun pengguna media sosial lainnya. Ada yang menginisiasi perbuatan buruk ada juga yang pada awalnya hanya sebagai penonton, tetapi akhirnya juga ikut-ikutan melakukannya karena dianggap sebagai sesuatu yang patut untuk ditiru.
Agaknya kondisi saat ini sesuai dengan teori yang pertama kali dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) dengan konsep “The world outside and the picture in our head” ini. Bernard Cohen (1963) menyebut, “media massa mungkin tidak berhasil memberi tahu kita apa yang harus kita pikirkan, tetapi media sangatlah berhasil dalam memberi tahu kita tentang apa yang harus kita pikirkan.” Pernyataan ini didukung oleh seorang penulis berdarah Amerika, John Naisbitt dalam buku fenomenalnya yang berjudul “Megatrend” yang menyebutkan bahwa sumber kekuatan baru pada era sekarang bukanlah uang di dalam genggaman tangan beberapa orang, melainkan informasi yang ada di tangan banyak orang.
Begitu mirisnya kondisi saat ini, simbol kebebasan dijadikan dalih untuk mengamini hal-hal merusak yang ada dalam media. Tentu bukan menjadi rahasia lagi bahwa media selalu terhubung dengan para pemilik modal. Berdasarkan data dari theunjustmedia.com, terdapat enam perusahaan milik Yahudi yang saat ini menguasai 96% media di dunia. Terdapat tiga surat kabar terbesar dunia juga kepunyaan Yahudi yaitu The New York Times, The Wall Street Journal, dan The Washington Post. Ketiganya akan menentukan kelayakan sebuah berita baik di tingkat nasional maupun internasional.
Ketika kaum kapitalis menjadi bagian dari kekuasaan elite global dalam menguasai dunia, maka di titik ini juga keberadaan media akan selalu berjalan beriringan dengan agenda politik yang mereka buat. Sejak Uni Soviet sebagai negara pengusung ideologi sosialisme runtuh pada 1991, Amerika Serikat (AS) dengan kapitalismenya tidak lagi memiliki saingan ideologi yang selevel dalam kancah politik internasional. Dengan fondasi sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), AS bersemangat dalam membangun peradabannya. Manusia dibiarkan bebas melakukan apa saja, mau beragama ataupun tidak, bebas untuk mengemukakan berpendapat, berperilaku bahkan bebas dalam hak kepemilikan.
Racun Mematikan Sekularisme
Demi melancarkan hubungan antar negara dengan target penjajahan, secara khusus Barat membidik dunia Islam untuk menanamkan ide kapitalismenya. Mereka sadar betul bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang memiliki way of life. Jika masyarakat dunia sadar akan hal itu, maka cengkeraman mereka tentunya tidak akan bisa menembus kehidupan. Media dijadikan sebagai alat strategis untuk pengirim pesan kepada masyarakat dalam mendukung kepentingan Barat.
Media yang disetir oleh Barat secara signifikan mampu menggiring fokus masyarakat terhadap beberapa isu tertentu yang dianggap penting dan menjadikan isu tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisi politik suatu negara. Media menjadi alat propaganda dapat kita ketahui dari perayaan Arab Spring. Barat berhasil mengukuhkan cengkeramannya yang terlihat dari adanya pergolakan sejumlah negeri di kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi yang makin sekuler pasca-Arab. Arab Saudi sendiri saat ini tengah mengalami banyak perombakan, mulai dari pelonggaran pakaian muslimah, interaksi antar lawan jenis dan lain sebagainya.
Barat menginginkan dengan kebebasan yang mereka hembuskan akan mengantarkan manusia tidak mengenal Penciptanya, tidak memahami cara menjalani kehidupan di dunia sesuai kehendak Penciptanya, juga mengantarkan manusia menjadi liar dalam berpikir dan bertindak selayaknya binatang. Tidak heran jika dalam masyarakat kapitalistik saat ini, paham agnostik dan ateisme dapat tumbuh secara subur. Selain itu, juga muncul perilaku menyimpang seperti seks bebas dan L687 yang menyebabkan penyakit HIV/AIDS, penyakit kelamin, aborsi, kriminalitas.
Dengan rusaknya tatanan kehidupan ini, akan membuat Barat lebih mudah dalam menyetir kaum muslim supaya bergerak “membebek” mengikuti ide mereka. Kondisi ini tak terkecuali juga terjadi pada negeri kita tercinta di mana makin masifnya agenda deradikalisasi yang makin menyudutkan Islam. Hal ini terlihat makin banyaknya event-event pemuda yang membahas topik deradikalisasi. Seperti acara yang pernah diikuti lebih dari 100 peserta terdiri dari aktivis organisasi mahasiswa di Surabaya mengambil tema “Pelibatan Pemuda dalam Pencegahan Radikalisme melalui Moderasi Beragama” (elshinta.com, 28-11-2022).
Islam Mampu Selamatkan Pemuda
Dengan adanya kenyataan ini, paham kapitalisme tentulah tidak layak dijadikan sebagai petunjuk kehidupan. Propaganda yang tengah disebarkan oleh Barat harus segera dilawan. Untuk “melawan arusnya” perlu “dialirkan” narasi sahih tentang Islam yang sesuai Al-Qur’an dan Sunah. Dibutuhkan peran dari pemuda dalam menghadapi gempuran opini saat ini. Dalam menyiapkan sebuah peperangan perlulah dilakukan persiapan. Pemuda perlu memberikan amunisi pada dirinya dengan tsaqafah Islam yang matang.
Dengan bekal ideologi Islam, pemuda muslim nantinya akan dapat menilai kerusakan dan kecacatan program yang di-setting oleh kapitalis penjajah bersama para penguasa boneka. Meskipun beragam bentuk agenda telah disiapkan, tetapi pemuda ideologis tidak gampang terbawa arus sekularisasi, kapitalisasi, serta islamofobia. Hal ini dikarenakan ideologi Islam adalah pembeda (al-furqan) antara hak dan batil telah tertancap kuat dalam diri mereka. Tentu tidaklah cukup jika pemuda hanya pandai dalam beretorika dan berkata-kata karena yang mereka hadapi adalah narasi-narasi pemikiran ide kapitalisme. Perlu adanya rancangan yang matang dan tertata dalam mengopinikan Islam sehingga mampu memberikan pukulan keras bagi pemikiran Barat yang dapat merusak umat. Selain itu, dibutuhkan kesatuan gerak dalam dakwah secara berjemaah.
Yuk, pemuda muslim sudah saatnya kita serius membekali diri dengan Islam, sudah saatnya pula menyuarakan kebenaran Islam. Allahu Akbar!!! [CM/NA]