Oleh. Fatimah Aqila
CemerlangMedia.Com — Boneka Barbie, teman anak perempuan sejak dahulu bahkan hingga kini. Banyak anak perempuan ingin menjadi Barbie yang cantik dan disukai banyak pria. Mulai dari 2001, kehidupan Barbie tidak sebatas mainan plastic, tetapi diterjemahkan ke dalam film.
Film Barbie yang terbaru rilis Juli ini, disutradai oleh Grete Gerwig mampu merajai kancah perfilman internasional dengan pendapatan yang dalam 10 hari penayangannya saja sudah memperoleh total pendapatan mencapai 750 juta dolar AS atau setara Rp11,3 trilliun. Jumlah fantastis yang bisa membuat rakyat miskin meringis (Tribunnews.com, 02-08-2023).
Tak hanya pendapatan film ini yang fantastis, dana yang digelontorkan untuk produksi film Barbie pun berbanding lurus dengan pendapatan yang didapat. Dana yang dikeluarkan mencapai 145 juta dolar AS atau setara Rp2,117 triliun. Sebuah angka fantastis untuk produksi sebuah film, lalu apakah ada ide yang melatarbelakangi pembuatan film ini sehingga dana yang dikeluarkan pun luar biasa (Liputan6.com, 19-07-2023).
Sindrom Barbie, Antipati Permasalahan Negeri?
Keinginan menjadi layaknya Barbie dikenal sebagai sindrom Barbie. Mulai dari Barbie dikenalkan pada masyarakat sebagai boneka yang cantik, banyak perempuan ingin menjadi seperti Barbie dengan jalan diet ketat dan operasi plastik yang menghabiskan dana tidak sedikit. Di lain pihak, banyak rakyat yang kelaparan dan kurang gizi harus bertarung dengan kelaparan dan kematian, sindrom Barbie menjadi antipati atas permasalahan ini.
Sindrom Barbie tidak hanya menjangkiti perempuan biasa, bahkan selebritas pun tertular sindrom ini. Mereka lakon kostum Barbie dengan segala atributnya lalu diabadikan dalam foto dan diunggah ke media sosial. Jika selebritas saja tertular sindrom Barbie bagaimana rakyat jelata? Yang memimpikan indahnya kehidupan seperti imajinasi dalam kehidupan Barbie.
Keinginan dan impian menjadi Barbie mengkhianati negeri karena menafikan berbagai permasalahan yang terjadi dan hanya menginginkan kehidupan seindah Barbie. Imajinasi ini menjadikan rakyat hidup dalam mimpi, tak mampu membedakan mana kenyataan, mana impian. Segala macam keinginan dan impian akan kecantikan dan kesuksesan dijadikan keharusan terpenuhi. Tak sanggup menerima kenyataan jika yang terjadi berbanding terbalik dengan yang diimpikan.
Bahaya Sindrom Barbie dan Feminisime
Lebih lanjut, sindrom Barbie merupakan pandangan bahwa kesuksesan dan kecantikan seperti sosok Barbie merupakan pemikiran dan nilai yang banyak memunculkan permasalahan. Permasalahan ini tidak hanya berdampak fisik dan mental seperti anoreksia, tetapi juga menciptakan standar kecantikan dan kesuksesan yang bersumber pada boneka.
Antitesis dari sindrom Barbie adalah feminism, yakni Barbie ditampilkan tidak hanya di sektor domestik, tetapi bisa berkarya lebih dari itu. Pemikiran ini juga menimbulkan permasalahan seperti menjadikan perempuan enggan menikah karena beranggapan perempuan harus memiliki peran sentral dalam karir pekerjaan sehingga tidak harus memilih mengandung, melahirkan dan mengasuh anak, dan banyak permasalahan lainnya.
Feminisme merupakan ide yang lahir dari pemberontakan terhadap tata kehidupan sosial politik dunia Barat. Sebuah konsepsi yang mendobrak ketidakadilan perlakuan dunia barat terhadap kaum perempuan yang dianggap sebagai warga kelas dua dengan posisi marginal dan terdiskriminasi.
Konsepsi ini tidak lahir dari pemahaman yang utuh dan objektif terhadap persoalan perempuan, tetapi hanya ingin melepaskan belenggu ketertindasan kaum perempuan, berganti menjadi hak memperoleh kesempatan, dan kebebasan kepada perempuan sama dengan pria di setiap segmen dan lini tanpa memandang pria dan perempuan itu unik dan khas sehingga memiliki perbedaan secara fitrah.
Baik sindrom Barbie maupun feminisme menciptakan banyak permasalahan, ini lazim terjadi pada yang mengadopsi pemikiran, nilai, dan sistem buatan manusia karena semua sistem buatan manusia itu terbatas, selalu menampakkan cacat dan tidak dapat menjadi solusi.
Solusi Keren yang Bisa Menjadi Tren
Sistem yang mampu memberikan perempuan jaminan hak kehidupan yang baik dan memaksimalkan potensi yang dimiliki, hanyalah sistem dari Tuhan Sang Pencipta yaitu Allah Swt. yang ada pada Islam.
Sedikit contoh ajaran Islam adalah kewajiban menutup aurat dan menjaga pandangan bagi perempuan dan laki-laki, salah satu hikmah ajaran ini adalah untuk perlindungan diri perempuan. Dengan menutup aurat dan menjaga pandangan, maka tidak ada sensualitas yang tercipta. Permasalahan turunan dari mengumbar aurat dan tidak menjaga pandangan adalah pencabulan, pemerkosaan, seksual menyimpang, pembunuhan hingga degradasi peradaban. Semua permasalahan ini dapat dieliminir dengan ajaran Islam.
Islam tidak memandang perempuan sebagai warga kelas dua. Islam memberikan kebebasan kepada perempuan dengan batasan dan tanggung jawab yang memberikan keadilan bagi perempuan. Batasan dan tanggung jawab ini untuk melindungi perempuan, karena perempuan bukan komoditas sehingga dapat diperjualbelikan kecantikan dan kecerdasannya hingga dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab. Ketaatan dalam beragama Islam tidak menjadikan perempuan lemah, tetapi sebaliknya menjadikan perempuan memiliki pemikiran sehat yang dapat menjadikan peradaban kuat.
Bahkan Islam mewajibkan negara untuk menempatkan kaum perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga, maka negara yang mengadopsi sistem Islam harus dihadirkan kembali untuk menenteramkan hati manusia yang tidak untuk pemeluk agama Islam saja, tetapi manusia secara global. Wallahu a’lam. [CM/NA]