Oleh. Hanum Hanindita, S.Si.
CemerlangMedia.Com — Belum lama ini diberitakan pasangan suami istri di Kota Bekasi, Jawa Barat terpaksa membuat skenario perampokan karena terlilit utang. Skenario perampokan dilakukan di Alfamart Jalan Kampung Rawa Roko, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Kapolsek Bekasi Timur Kompol Sukadi mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, perbuatan kejahatan mengarah ke kepala toko berinisial C. Kecurigaan tersebut benar terbukti. Akibat hal tersebut, tersangka dijerat pasal 365 KUHPidana tentang pencurian dengan kekerasan ancaman hukuman 12 tahun penjara (tribunnews.com, 05-08-2023).
Sekularisme Penyebab Hedonisme
Sejalan dengan kasus skenario perampokan yang bermotif utang, ada juga kasus pembunuhan mahasiswa UI yang salah satu motif pembunuhannya karena terlilit utang pinjol. Baik kasus di Bekasi maupun Jakarta memiliki benang merah yang sama, yakni keduanya melakukan kejahatan bermotif utang dan menggambarkan kepada kita bahwa banyak masyarakat mati-matian ingin bergaya hidup elite demi memenuhi kebutuhan hidup di sistem kapitalisme ini.
Menurut Dr. Erwin Permana Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategi (PAKTA) pola pikir sekuler telah melahirkan gaya hidup hedonis. Gaya hidup hedonis itu kemudian menuntut kenikmatan-kenikmatan yang bersifat materi. Apalagi saat ini dengan arus flexing yang begitu deras dilakukan olah kalangan publik figur, tentu dapat membuat sebagian masyarakat menjadi tergiur. Mereka mendambakan kehidupan serba mewah seperti yang dipamerkan. Akan tetapi, pada akhirnya banyak yang gelap mata dan ingin instan memperolah harta. Jadilah mengambil jalan pintas, yakni utang melalui pinjol atau merekayasa perampokan. Hidup yang sederhana dan penuh dengan rasa syukur, kini tak lagi terlihat. Masyarakat berlomba-lomba untuk berada di posisi elite walaupun menempuhnya harus dengan jalan yang sulit. Akhirnya menabrak batas-batas syarak.
Kembali pada Islam
Tentunya hal ini bukanlah ajaran dalam Islam. Allah Swt. memerintahkan kita agar hidup dengan hemat, artinya sesuai kebutuhan yang memang menjadi prioritas. Allah Swt. berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (TQS Al-Isra’: 26-27)
Islam mengajarkan kita untuk membelanjakan atau mengeluarkan harta secukupnya. Tidak dengan cara yang pelit, tidak juga dengan cara yang berlebihan. Prinsipnya jika kebutuhan utama sudah dipenuhi seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal, barulah memenuhi kebutuhan tambahan seperti gadget, kendaraan, dan sebagainya. Namun, tetap sesuai kemampuan , tidak boleh berlebihan sampai menghalalkan segala cara.
Maka cara untuk mengatasi keinginan hidup elite yang menyulitkan diri adalah dengan menyingkirkan pola pikir sekuler hedonis tersebut, kemudian mengganti dengan pola yang lebih mendasar, yakni pola pikir Islam yang lahir dari pola pikir akidah Islam. Dari sini maka seorang muslim akan memiliki pemahaman yang benar mengenai visi hidup sehingga tidak mudah bagi setiap individu muslim untuk terwarnai dengan ragam pemikiran yang menyesatkan.
Tanggung Jawab Negara
Tentunya untuk membangun pola pikir dan pola sikap hidup sederhana, bersyukur, dan kanaah tidak cukup hanya dijalankan pada level individu saja. Peran negara juga amat penting dalam membangun hal tersebut. Ini hanya bisa diwujudkan bila negara menerapkan aturan Islam yang berlandaskan ideologi Islam pula. Bukan seperti saat ini, negara yang diatur oleh ideologi sekularisme kapitalisme.
Di dalam negara yang menerapkan Islam, penguasanya bertanggung jawab dalam membentuk dan menjaga suasana keimanan warganya. Negara wajib membina warganya dengan akidah Islam sehingga terbentuk masyarakat yang jiwanya senantiasa bersyukur dengan rezeki dari Allah Swt.. Negara akan mengarahkan agar seorang muslim hendaknya tawaduk dan menghindari wahn (cinta dunia takut mati) yang tercermin dalam gaya hidup elite. Negara juga bisa mengedukasi warganya untuk melaksanakan gaya hidup sederhana dengan menabung, menetapkan prioritas infak atau sedekah, dan menghindari utang. Terkait menghindari utang, negara harus menyiarkan keharaman riba kepada seluruh masyarakat, mengingat dalam kasus pinjol ada riba di dalamnya.
Selain itu, negara pun mendistribusikan hasil kekayaan alam negeri dengan adil dan merata untuk kebutuhan hidup warganya. Ketika negara sudah menjalankan perannya dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya (kesehatan, pendidikan, keamanan, jaminan pangan), warga pasti akan mudah diarahkan untuk menjalankan kehidupan dengan sederhana tanpa ada keinginan hidup elite.
Hal terpenting juga adalah ketegasan dari negara untuk memberantas segala bentuk pinjaman riba dan memberikan sanksi berat bagi orang-orang yang melanggar maupun pelaku kriminal yang nekat berbuat kejahatan demi mendapatkan materi. Inilah sekiranya langkah yang perlu ditempuh untuk mengubah pola pikir dan pola sikap masyarakat yang sudah terlanjur hedon akibat sekularisme menuju masyarakat yang hidup tenang dengan keberkahan dan kesederhanaan. Dengan diterapkan aturan Islam akan terbentuk sinergi antara individu, masyarakat, dan negara dalam mewujudkan hal tersebut. [CM/NA]